NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 : Lengan Penuh Darah

Aku mengangkat belati Cedric tinggi-tinggi, pegangannya terasa dingin di tanganku yang gemetar. Dingin, namun di saat yang sama, memuaskan.

Rasanya seperti menggenggam takdir, atau lebih tepatnya, menggenggam akhir dari takdir seseorang.

Aku membidik tepat ke titik di antara tulang belikat Marquess Tyran, sebuah titik yang terasa begitu rentan, begitu terbuka.

Jantungnya.

Rasa haus akan darah dan balas dendam yang selama ini membakar hatiku kini mencapai puncaknya. Setiap sel dalam tubuhku menjerit, menuntut pembalasan atas setiap rasa sakit, setiap penghinaan, setiap malam yang dipenuhi air mata. Semua penderitaan itu kini menjelma menjadi satu tujuan tunggal: merobek jantungnya!

Inilah akhirnya, Marquess!

Aku mengumpulkan seluruh kekuatan yang tersisa, baik fisik maupun mental. Setiap langkahku menuju punggungnya adalah langkah menuju pembebasan.

Aku membayangkan wajahnya yang pucat pasi, matanya yang melebar karena menyadari kesalahannya terlalu terlambat. Aku membayangkan jeritannya yang tertelan oleh dinginnya es dan salju.

Pikiranku dipenuhi dengan bayangan-bayangan itu, memicu lebih banyak amarah, lebih banyak niat membunuh.

MEMBUSUKLAH DI NERAKA!!!

Ujung belati itu hanya berjarak beberapa inci dari punggungnya. Udara di sekitarku terasa membeku, bukan karena suhu, melainkan karena konsentrasi niat membunuh yang begitu padat.

"Hartwin..." Dia melihatku, merasakan kehadiranku, tapi itu sudah sangat terlambat.

Kemenangan dan balas dendam terasa begitu nyata, begitu dekat, seolah-olah aku sudah bisa merasakannya di ujung jariku.

Namun, tiba-tiba, tubuhku berhenti.

Bukan karena aku ragu. Bukan karena hati nuraniku tiba-tiba muncul. Ini adalah sesuatu yang lain.

Sesuatu yang asing dan besar menyeruak dari dalam diriku, sebuah kekuatan tak terlihat yang membekukan otot-ototku, menolak setiap perintah yang dikirimkan dari otakku. Aku adalah seorang prajurit yang siap tempur, tetapi tiba-tiba, tubuhku berubah menjadi patung es.

Rasa dingin yang aneh, yang tidak ada hubungannya dengan es di sekelilingku, menjalari tulang punggungku seperti racun beku yang menembus ke sumsum tulang. Ini adalah dingin yang kuno, dingin dari sesuatu yang telah tertidur selama ribuan tahun.

Sebuah kesadaran lain, yang terasa begitu asing dan jauh, melata keluar dari lubang di jiwaku — sebuah lubang yang selama ini aku abaikan.

"KENAPA!?" Aku menjerit di dalam kepalaku, suaraku bergema di ruang hampa yang hanya aku yang bisa mendengarnya. "BERGERAK! BUNUH DIA!"

Tapi tubuhku tidak lagi mendengarkanku.

Aku menjadi seorang tawanan, penonton yang tak berdaya di dalam cangkangku sendiri. Pemandangan di depanku, terasa begitu jauh dan tidak nyata.

Aku melihat dengan ngeri saat bayangan seekor ular putih besar yang tembus pandang dan berpendar keluar dari dadaku. Ular itu tidak memiliki mata, hanya cahaya putih dingin yang menyala di tempat seharusnya ada mata. Ular itu tidak memiliki sisik, hanya aura murni yang berkilau.

Ular putih itu melilit lenganku yang terangkat, gerakannya begitu luwes dan anggun, seolah-olah ia adalah bagian dari diriku, atau lebih tepatnya, mengambil alih bagian itu.

Kepalanya yang agung bersandar di punggung tanganku, napasnya terasa dingin dan berat. Belati Cedric di genggamanku mulai bersinar dengan cahaya putih yang dingin, dialiri oleh energi sihir yang bukan milikku. Aku tidak merasakan kehangatan, hanya sensasi listrik yang dingin dan mematikan.

Jiwaku menjerit, meronta-ronta di dalam sangkar daging ini, tapi aku hanya bisa menjadi penonton.

Aku menyaksikan tanganku yang berlumuran darah bergerak dengan keanggunan cair yang mematikan. Gerakan itu begitu cepat hingga mengaburkan pandangan, bukan lagi gerakan seorang gadis yang terluka dan kelelahan, melainkan gerakan dari predator puncak yang sempurna.

Grand Duke Orkamor, yang baru saja akan menerjang Marquess, merasakan gerakanku dan menoleh. Matanya yang biru melebar karena terkejut, tapi dia hanya melihat seorang gadis dengan belati. Tidak ada yang spesial, tidak ada ancaman besar yang bisa dia rasakan. Namun, itu berubah menjadi sebuah kesalahan fatal.

Tubuhku tidak menusuk. Tubuhku menebas.

Belati yang diselimuti energi ular putih itu mengiris udara dengan suara desisan yang mengerikan, seolah-olah seekor ular raksasa baru saja menghembuskan napasnya.

Tebasannya begitu cepat dan presisi. Aku tidak merasakan benturan atau perlawanan, hanya sensasi aneh seperti merobek kain sutra yang tebal, sebuah sensasi yang terlalu halus untuk sebuah tebasan yang mematikan.

Waktu seolah semakin melambat.

Aku melihat lengan kanan Grand Duke Orkamor, lengan yang baru saja akan dia gunakan untuk membekukan Marquess, terlepas dari bahunya.

Lengan itu terbang di udara dalam gerakan lambat yang mengerikan, menyemburkan busur darah merah tua yang begitu kontras dengan pasir putih dan es biru di sekitarnya. Pemandangan itu, warna-warna yang berlawanan, menciptakan gambaran yang begitu sureal dan mengerikan.

Lengan itu jatuh ke tanah dengan suara hentakan yang basah, sebuah suara yang menghancurkan keheningan yang mencekam. Keheningan total. Bahkan suara ombak seolah terhenti. Suara jantungku berdebar kencang adalah satu-satunya suara yang bisa kudengar, dan bahkan itu pun terasa seperti suara guntur.

Grand Duke Orkamor menatap bahunya yang kini menjadi tunggul yang mengucurkan darah, lalu menatapku.

Ekspresinya bukan lagi amarah atau keangkuhan, hanya keterkejutan total yang kosong, seolah jiwanya telah meninggalkan tubuhnya. Marquess, yang baru saja bangkit, menatap pemandangan itu dengan mata merah terbelalak, kebingungan terpancar dari setiap sudut wajahnya.

Grand Duke tidak berteriak. Dengan ketenangan yang menakutkan, dia meletakkan tangan kirinya di bahunya yang terluka. Es langsung terbentuk, membekukan lukanya dan menghentikan pendarahan. Dia kemudian melirik lengannya yang tergeletak di pasir, dan es yang sama menyelimuti lengan itu, mengawetkannya.

Dia mengambil kembali lengannya kemudian memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Sebuah kristal kecil retak di antara giginya.

Sebuah cahaya teleportasi mulai menyelimuti tubuhnya. Sebelum dia menghilang, matanya yang biru sedingin es menatap lurus ke arahku.

"Kau..." gumamnya, suaranya bergema saat tubuhnya mulai memudar. "Ular putih... dengan tanduk rusa."

Lalu, dia lenyap, meninggalkan keheningan dan bercak darah beku di pasir.

Saat itulah, kendali atas tubuhku kembali.

Sensasi pertama adalah kehangatan yang lengket di wajahku.

Darah.

Darah Grand Duke.

Sensasi kedua adalah bau besi yang menusuk hidung. Sensasi ketiga adalah mual yang tak tertahankan yang naik dari perutku.

Ular putih itu telah menghilang. Cahaya di belati itu padam. Aku menunduk. Tanganku gemetar hebat. Tangan itu berlumuran darah yang bukan milikku. Belati Cedric meneteskan cairan merah kental ke atas pasir yang kini mulai ternoda merah, membuat pola yang mengerikan.

Aku menatap genangan darah beku di tempat Grand Duke tadi berdiri. Aku menatap tanganku.

Darah.

Begitu banyak darah.

Darah yang seharusnya tidak pernah tertumpah oleh tanganku.

Aku... berlari untuk membunuh Marquess... tapi aku... menyelamatkannya? Dan aku... memotong lengan Grand Duke?

Tidak. Ini tidak masuk akal.

Pemandangan di depanku, tindakan yang baru saja dilakukan oleh tanganku, adalah sebuah kontradiksi yang begitu mengerikan hingga otakku tidak mampu memprosesnya. Pikiranku terasa seperti sebuah komponen mesin yang terlalu panas, berkedip-kedip dan memancarkan asap.

Dunia mulai berputar. Suara deru ombak kembali terdengar, memekakkan telinga. Aku merasakan badai emosi: kebingungan, ketakutan, dan rasa bersalah yang tak terlukiskan. Beban dari apa yang telah terjadi atau apa yang telah kulakukan tanpa kusadari —terlalu berat.

Kekuatan meninggalkan kakiku. Kegelapan merayap di tepi penglihatanku, sebuah undangan yang begitu menarik untuk lepas dari kenyataan yang mengerikan ini.

Hal terakhir yang kulihat adalah wajah Marquess Tyran yang menatapku dengan ekspresi yang belum pernah kulihat sebelumnya: bukan nafsu, bukan amarah, bukan obsesi, tapi keterkejutan dan... kecemasan. Seolah dia baru saja menemukan sesuatu yang telah lama hilang dan takut kehilangannya lagi.

Lalu, semuanya menjadi hitam.

1
Ria Gazali Dapson
jdi ikut²an dag dig dug derrr😄
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!