Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nisha cari gara-gara
Selepas acara, Nesha masih harus beberes semu peralatan kotor. Meski Pak Edi sudah menyuruhnya dikerjakan nanti saja, tapi Nesha tetap ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Daripada nanti ibunya akan marah-marah dan menuduhnya sebagai pemalas.
Nesha mencuci piring-piring kotor di dapur. Ia sangat khidmat menghilangkan noda lemak di piring satu persatu. Sampai ia tak sadar ada Nisha yang berdiri di sampingnya.
"Kamu udah pantes banget kayak babu, Nes!" Celetuk Nisha sambil bersidekap tangan. Nesha tak menggubris ejekan yang dilontarkan Nisha.
"Kamu budeg, ya?",sentak Nisha kesal karena tak dapat respon dari Nesha. Lalu dengan sengaja ia menyenggol lengan Nesha dengan keras, sehingga piring yang ada di tangan kakaknya itu jatuh pecah dan hampir mengenai kakinya.
"KAMU GILA, YA!" Teriak Nesha kesal. Pasalnya dia sudah sengaja diam agar tak terjadi perdebatan. Tapi selalu saja Nisha mencari cara untuk memancing emosinya.
"Kamu berani ya teriakin aku?" Tantang Nisha sambil berkacak pinggang.
"Kamu yang mulai duluan. Tapi kamu nggak mau diteriakin?" Nesha tak mau kalah. Ia pun ikut berkacak pinggang dan mengangkat dagunya.
"Aku bakal aduin sama ibu!" Ancam Nisha. Setiap kali ia kalah debat atau tersudut, pasti ia akan membawa nama 'ibu' sebagai tameng.
"Aduin sana! Biar nanti kamu yang suruh cuci piring dan beresin ini semua!" Balik ancam Nesha. Karena ia sangat tahu kalau Nisha sangat tidak mau menyentuh pekerjaan rumah.
"Ada apa ini?" Tanya Bu Rumi yang keluar kamar karena mendengar keributan. Diikuti Pak Edi dibelakangnya.
"Bu.. Nesha teriakin aku", adu Nisha dengan nada manja dan bergelanyut dilengan Bu Rumi.
"Astaghfirullah... Awas Nes, nanti kamu kena pecahan piring", seru Pak Edi yang melihat serpihan piring dilantai. "Ada apa ini sebenarnya?", tanya Pak Edi.
Nisha hanya diam sambil berdiri dibelakang Bu Rumi. Tak mungkin dia akan jujur kalau dia yang memicu pertengkaran antar saudara ini.
"Bapak tanya aja sama Nisha", gumam Nesha berjalan mengambil pengki dan sapu.
Meskipun pelan, Bu Rumi bisa mendengar gumaman Nesha. Lalu dengan cepat dia mencubit lengan Nisha. "Kamu apain si Nesha?" Bisik Bu Rumi melotot kearah Nisha yang mengusap lengannya. Padahal ibunya hanya mencubit dengan ringan, tapi bagi Nisha sakitnya seperti digigit buaya. Sambil menghentakkan kaki seperti anak kecil, Nisha pergi ke kamar dengan kesal.
Brak!
"Nisha kenapa tuh Bu?" Tanya Pak Edi sambil menoleh kearah kamar Nisha.
"E-enggak tahu, Pak", jawab Bu Rumi.
"Ibu cek gih.." suruh Pak Edi sambil menunjuk dengan dagunya. Segera Bu Rumi pergi ke kamar Nisha. Sedangkan Pak Edi sendiri membantu Nesha membersihkan sisa-sisa beling yang berserakan.
Terdengar senggukan kecil dari Nesha yang sedang tertunduk memunguti beling. Lalu Pak Edi membelai surainya dengan lembut.
"Kamu kenapa nangis, Nak?" Tanya Pak Edi terus mengusap kepala anaknya.
"Pak, aku anak bapak sama ibu nggak, sih?" Tanya Nesha yang sudah berderai airmata.
"Ya jelas kamu anak kami, Nak. Apa yang membuatmu berpikir bahwa kamu bukan anak kami?" Pak Edi menatap lekat Nesha.
"Kenapa Ibu selalu belain Nisha terus, sih, Pak? Perlakuan Ibu juga beda antara aku dan Nisha", ucap Nesha yang sudah berderai air mata sambil menatap balik mata Pak Edi.
"Mungkin maksud ibu nggak gitu, Nes. Sifat Nisha yang manja itu mungkin yang membuat ibumu seperti membelanya. Tapi kalian sama-sama anak Bapak dan Ibu, kok", jelas Pak Edi sembari mengusap air mata Nesha. Lantas Nesha mengangguk mengerti. Tampak wajah Pak Edi pun lega melihat hati anaknya yang sudah kembali legowo. Nesha pun kembali melanjutkan kegiatannya mencuci piring.
Setelah semuanya beres dan bersih, Nesha menyelonjorkan kakinya di ruang tamu sambil menonton acara sore di televisi.
Tok tok tok
Terdengar suara pintu diketuk seseorang. Segera Nesha membukakan pintu. Tampak seorang pria yang membawa penuh undangan di tangannya.
"Mbak, undangan dari Pak Haji Sobari", pria itu menyodorkan sebuah undangan yang terlihat sedikit mewah karena memakai hard cover.
"Oh iya Mas, makasih", setelah menerima undangan tersebut, pria itu langsung pergi.
Nesha membuka plastik yang melapisi undangan tersebut dan membaca isinya.
Tertulis nama Hendi Kurniawan, anak Pak Haji Sobari dan Anggia Pramudani, pasangannya. Nesha manggut-manggut setelah membaca isi undangan dan meletakkannya diatas meja agar Bapak sama Ibu bisa membacanya.
"Undangan dari siapa, Nes?", tanya Bu Rumi yang keluar dari kamar hendak mandi.
"Pak Haji Sobari, Bu", jawab Nesha sambil memencet remot memilih chanel yang menarik. Kemudian Bu Rumi memungut undangan tersebut dari atas meja.
"Wah undangannya mewah banget, ya?", ucap Bu Rumi saat menilik benda seperti buku ditangannya. Lalu ia membacanya dengan seksama.
"Baca apa, Bu?" Tanya Nisha penasaran sambil melongokan kepala dibalik badan Bu Rumi.
"Ini lho undangan dari Pak Haji Sobari, Nis. Undangannya mewah, kayak buku album. Ada foto-foto prewednya, cetakan tulisannya juga timbul. Ada wangi-wangi parfum juga, Nis", jelas Bu Rumi sambil mengendus undangan ditangannya.
Penasaran dengan ucapan ibunya, Nisha segera merebut undangan itu dari tangan Bu Rumi. Ditelitinya dengan benar dari depan, sampai belakang. Matanya tampak berbinar menatap benda tersebut.
"Bu, gimana kalau nanti undangan nikahku dibikin kayak gini? Ini bagus banget dan mewah, Bu", celetuk Nisha dengan nada riangnya.
"Ya kamu bicarakan saja sama Fandi kalau masalah itu", ucap Bu Rumi terdengar ikut senang.
Nesha yang mendengar obrolan mereka hanya menyimak tanpa ingin ikut nimbrung. Ia fokus menonton serial 'kumenangis'.
"Tapi pasti Mas Fandi setuju kok, Bu. Dia kan sayang banget sama aku. Lagian Mas Fandi kan juga duitnya banyak", tutur Nisha penuh percaya diri dengann maksud ingin menyindir Nesha. "Ini aku simpan dulu, ya, Bu. Buat kutunjukin ke Mas Fandi nanti kalau ketemu." lalu Bu Rumi pergi ke kamar mandi dan Nisha masuk ke kamarnya.
Nesha buru-buru pergi ke kamar setelah mendengar ponselnya berdering. Ternyata ada WA dari Ci Fani.
[Nesha, nanti lepas magrib lu orang bisa antar paket COD? Nanti kukasih lu uang lembur]
Setelah membaca tulisan 'uang lembur', degan semangat dia membalas WA Ci Fani dan mengatakan kesanggupannya. Rasa pegal di sekujur tubuhnya tiba-tiba lenyap entah kemana. Lalu dia mematikan televisi dan pergi mandi setelah Bu Rumi keluar dari kamar mandi.
"Kamu kok buru-buru amat, Nes", tanya Bu Rumi yang melihat Nesha berlari kecil ke kamar mandi. Kemudian Nesha menjelaskan tentang WA Ci Fani. "Oh..", Bu Rumi hanya ber-oh ria.
Setelah siap, Nesha pamitan Bu Rumi dan Pak Edi untuk berangkat ke ruko tempatnya bekerja. "Pak, Bu.. Nesha berangkat dulu", sambil mencium takzim punggung tangan kedua orangtuanya.
"Iya, hati-hati ya, Nes. Soalnya udah malem", ucap Pak Edi. "Iya, Pak."
"Nanti kalau pulang, beliin Ibu sama Nisha nasi goreng Mang Udin di perempatan ya, Nes?", pesan Bu Rumi sambil memijit kakinya sendiri. "Iya, Bu."
"Assalamualaikum", salam Nesha sambil keluar rumah.