Novel ini adalah musim ke 3 dari kisah cinta beda usia antara Pram dan Kailla.
- Istri Kecil Sang Presdir ( season 1 )
Pernikahan karena perjodohan antara Pram dan Kailla. Rumah tangga yang diwarnai
dengan konflik ringan karena tidak hanya karakter tetapi juga umur keduanya berbeda jauh. Perjuangan Pram, sebagai seorang suami untuk meraih cinta istrinya. Rumah tangga mereka berakhir dengan keguguran Kailla.
- Istri Sang Presdir ( season 2 )
Kehadiran mama Pram yang tiba-tiba muncul, mewarnai perjalanan rumah tangga mereka. Konflik antara menantu dan mertua, kehadiran orang ketiga, ada banyak kehilangan yang membentuk karakter Kailla yang manja menjadi lebih dewasa. Akhir dari season 2 adalah kelahiran bayi kembar Pram dan Kailla.
Season ketiga adalah perjalanan rumah tangga Pram dan Kailla bersama kedua bayi kembar mereka. Ada orang-orang dari masa lalu yang juga ikut menguji kekuatan cinta mereka. Pram dengan dewasa dan kematangannya. Kailla dengan kemanjaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pram & Kailla 20
"Katakan padaku, berapa yang kamu butuhkan untuk sekolah? Apa saja? Hitung semuanya. Untuk biaya hidup kalian ... aku yang akan menentukan. Aku sudah memiliki hitungan sendiri. Mengenai biaya berobat ibumu ... aku yang akan mengurusnya dengan pihak rumah sakit." Pram berdiri di belakang kursi, mencengkeram sandaran kursi yang kini sedang diduduki istrinya.
"SPP, uang saku dan biaya sekolah lainnya. Kalau memang sekolahmu memiliki fasilitas antar jemput, aku tidak keberatan." Pram tersenyum datar, menatap Keisya yang duduk di hadapan Kailla.
"Dua juta per bulan? Kalau membutuhkan tambahan uang buku dan lain-lain, silakan menghubungiku dengan mengirim buktinya." Pram melanjutkan.
"Ok!" Keisya mengangguk setuju setelah lama berpikir.
"Ada lagi?" tanya Pram.
"Untuk biaya bulanan bagaimana?" tanya Keisya.
"Lima juta per bulan. Cukup?" tanya Pram.
Keisya tampak bimbang. Ia tidak menjawab karena memang tidak pernah paham dengan biaya kebutuhan sehari-hari. Selama ini ibunya yang mengurus.
"Minta ibumu jangan bekerja lagi," tegas Pram.
Deg--
Keisya mengangkat pandangannya. "Bagaimana Om bisa meminta Ibu tidak bekerja lagi? Apa hak Om?" todong Keisya.
"Karena aku sudah membiayai semuanya, untuk apa lagi ibumu yang sakit-sakitan harus bekerja." Pram menjawab.
"Baik."
"Aku hanya akan menanggung sampai kamu menyelesaikan S1-mu. Setelah kamu mendapatkan pekerjaan, semua beban itu ... aku kembalikan ke pundakmu."
Bola mata Keisya membulat saat mendengar ucapan Pram.
"Kalau aku mendengar kamu membolos sekolah, aku akan membatalkan semua biaya pendidikanmu!" tegas Pram.
Keisya menelan saliva. Ancaman yang baru dilontarkan Pram terasa berat untuknya.
"Semester depan, aku tidak mau melihat rapormu penuh warna lagi! Pastikan masuk sepuluh besar di kelas!" lanjut Pram.
"Hah!" Kalau tadi bola mata Keisya membola, sekarang bibir gadis itu tidak bisa mengatup. Menganga layaknya mulut buaya yang sedang kelaparan. "Yang benar saja, Om. Apa kata dunia kalau Ratu Onar masuk sepuluh besar. Tidak!" tegas Keisya.
Terlihat Pram mengeluarkan ponselnya, mencari foto di galeri penyimpanan. Meletakkan ponsel itu di atas meja dan memamerkannya pada Keisya.
Gadis berseragam putih abu-abu itu tersentak kaget. Saat ini, Pram menunjukkan foto rapornya semester yang lalu. Kailla yang tak sengaja melihat, sontak tertawa terpingkal-pingkal.
"Raporku juga tidaklah bagus. Tapi tidak semeriah ini," ujar Kailla melihat angka empat dan lima mendominasi di sana. Nilai rapor Keisya di bawah rata-rata. Tidak sampai di situ saja, Kailla kembali tergelak saat melihat ketidakhadiran Keisya di sekolah tanpa keterangan.
"HAHAHAHA!" Kailla tertawa terbahak-bahak saat melihat rapor Keisya. Ibu dari si kembar itu sampai mengeluarkan air mata. Teringat dirinya saat masih duduk di bangku SMA, kurang lebih sama dengan Keisya. Hanya saja, ia memiliki Pram yang selalu memantau sampai ia tidak berkutik.
"Om memata-mataiku! Kelewatan sekali. Apa hak Om memata-matai semua yang aku lakukan. Bahkan harus mencari tahu tentang sekolahku," gerutu Keisya kesal sendiri.
"Aku tidak mau berdebat, Sya." Pram sedikit melunak. "Aku harus memastikan kalau uang yang aku kucurkan benar-benar tepat sasaran." Pram menjelaskan.
"Tapi ini sudah kelewatan, Om. Aku tidak terima," ungkap Keisya dengan wajah cemburut, bibirnya mengerucut.
"Jangan membantahku, Sya. Ambil laptopmu dan pulang," usir Pram.
Keisya menurut. Meskipun kesal, ia tetap mengikuti perintah Pram. Terlihat kedua kakinya mengentak keras ke lantai. Ia sedang menyalurkan kekesalannya setelah gagal berdebat dengan Pram.
Baru saja ia akan berbalik, Pram sudah bersuara kembali.
"Tidak lama lagi kamu akan Praktek Kerja Lapangan. Silakan hubungi Stella, dia yang akan menempatkanmu selama magang di sini!"
"Hah! Aku tidak mau!" tolak Keisya. Bersama dengan Pram hanya membuat kepalanya sakit. Pasti laki-laki tua itu akan mengaturnya seenak hati. Ia tidak bisa membolos, tidak bisa ke sana ke mari sesuka hati. Hidupnya pasti teratur seperti apa yang diinginkan Pram. Ia tidak bisa mencuri jalan-jalan ke mall, cuci mata.
"Terserah padamu, Sya. Keputusan ada di tanganmu." Pram mengibaskan tangannya, meminta Keisya keluar dari ruangannya secepat mungkin.
"Oh ya, masuk sepuluh besar, handphone seri terbaru akan jadi milikmu semester depan!" Pram masih sempat mengiming-imingi Keisya. Gadis muda itu tertegun di pintu tanpa menjawab, sebelum akhirnya keluar ruangan tanpa bicara.
***
"Sayang, apa yang kamu rencanakan?" tanya Kailla. Sejak tadi hanya menyimak. Setelah kepergian Keisya, ia baru bersuara.
"Memastikan kalau anak itu benar-benar fokus pada pendidikannya." Pram memutar kursi agar Kailla menghadap ke arahnya.
"Kamu keberatan?" tanya Pram. Sedikit membungkuk, pria dewasa itu menempelkan dahinya pada sang istri.
"Aku tidak masalah selagi dia tidak mengganggu milikku, wilayahku, dan hakku. Masalah uang ... sejak dulu aku tidak pernah keberatan. Kamu tahu itu, kan?"
Pram menyapu bibir istrinya sekilas. "Aku tahu semua tentangmu." Pram tersenyum.
"Aku seperti melihat bayanganku sewaktu SMA. Tapi ... rasanya aku tidak semenyebalkan itu." Kailla memutar bola matanya.
"Kamu yakin?" Pram menggoda.
"Aku tidak separah itu. Rapornya lebih berwarna, Sayang."
Itu karena aku di sampingmu. Bayangkan kalau aku tidak ada, bisa-bisa Kailla Riadi Dirgantara lebih parah dari anak nakal itu. Bisa dipastikan rapormu seperti taman bunga." Pram tergelak.
"Sayang, bagaimana dengan Bayu?" tanya Kailla.
"Doakan saja yang terbaik. Beberapa hari yang lalu, ibunya Keisya dan pengacara kita sudah memberi laporan ke kepolisian kalau sudah sepakat menempuh jalan damai. Tinggal menunggu tanggapan pihak kepolisian. Aku juga tidak begitu paham masalah hukum, Sayang.
"Sejak awal memang ibunya tidak menuntut dan melaporkan Bayu, hanya saja proses hukum tetap harus dijalani Bayu karena kelalaiannya. Aku serius tidak paham, biarkan pengacara yang mengurusnya. Masalah menanggung biaya hidup dan pendidikan mereka ... itu bukan keharusan. Dan aku pribadi, tidak terlalu menghubung-hubungkannya dengan kasus Bayu. Itu murni karena aku kasihan pada mereka, bukan semata-mata santunan.”
“Masa kecilku juga sulit, apa salahnya membantu ... paling tidak sampai Keisya mandiri. Anggap saja, ini bentuk rasa syukurku karena selama ini diberi kehidupan berlebih, anak-anak yang lucu dan istri yang luar biasa. Bukankah, Daddy juga mengangkatku dari jalanan, apa pun alasannya itu. Dan aku pikir tidak ada salahnya, aku mengangkat Keisya. Mungkin dia salah satu anak yang beruntung karena kecerobohan Bayu malam itu."
Kailla menghela napas berat. "Terserah padamu, Sayang. Asal jangan sampai berdampak padaku dan anak-anak. Aku tidak bermasalah dengan uang, tetapi akan jadi masalah untukku kalau ia mengambil perhatian dan waktumu yang harusnya itu milikku dan anak-anak," ancam Kailla.
"Aku Kailla Riadi Dirgatantara ...."
"Pratama, Sayang." Pram tersenyum.
"Ya, kalau menginjak-injak harga diriku dan berani bermain-main denganku ... akan tahu sendiri akan seperti apa balasan dariku. Aku diam bukan berarti bisa seenaknya padaku. Aku tidak akan menggigit, kalau orang lain tidak menggigitku lebih dulu. Silakan menikmati semua fasilitas mewah, tetapi jangan menganggu milikku." Kailla tersenyum, sambil memeluk erat Pram. Kedua tangannya sudah melingkar pinggang Pram dengan posesif.
"Bagaimana hubungan Pieter dengan Naina? Apa sudah ada kabar baik?" tanya Kailla tiba-tiba.
"Aku tidak ikut campur masalah pribadi Pieter, Kai."
Kailla cemberut. "Bukannya sebentar lagi ulang tahun perusahaan?" tanya Kailla memainkan kedua alisnya.
"Lalu?"
"Kamu akan mengadakan perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya, kan?" tanya Kailla memastikan.
"Lalu?" tanya Pram.
"Aku akan menghadiahkan Naina gaun, supaya terlihat cantik dan memintanya mendampingi Pieter." Kailla tersenyum, membayangkan ide yang menari di otaknya.
“Usil!” komentar Pram menyentil kening Kailla. Pria itu berjalan mengitari meja dan duduk di seberang Kailla sembari meraih berkas yang diletakan Stella di atas meja.
“Boleh, kan?” Kailla menyusul. Kali ini ia memilih memeluk Pram dari belakang sembari ikut membaca dokumen yang terbentang di tangan suaminya.
“Terserah. Asal jangan membuat Naina dan Pieter terganggu,” sahut Pram. Duduk dengan kali terlipat, tangannya sibuk membalikan lembaran-lembaran laporan pekerjaan di lapangan.
“Terima kasih, Sayang.” Kailla menjatuhkan dagunya di pundak Pram. Kedua tangan memeluk leher suaminya dengan erat.
“Nanti pulang kantor ... temani aku membeli bakso gerobak langgananku, ya.” Kailla tiba-tiba meminta.
“Hah! Kamu tidak sedang hamil, kan?” tanya Pram, meletakan berkas di tangannya ke atas meja. Beberapa hari ini, Prak merasa ada yang aneh dengan Kailla. Istrinya sering meminta makanan layaknya orang mengidam.
“Tidak!” tegas Kailla.
“Kamu belum menstruasi, kan?” tanya Pram.
“Sejak melahirkan ... aku memang belum mendapatkannya lagi. Kamu bisa lega. Sayang. Tidak perlu membelikanku pembalut, kan?” Kailla tergelak.
***
Tbc
untuk yg lain aqu sdh melimpir kak...SEMANGAT ...
membayangkan Pram kok mumet mboyong keluarga ke negri singa dan gak tau sampe kapan demi keamanan.
sat set sat set