NovelToon NovelToon
TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Janda / Cerai / Obsesi / Penyesalan Suami
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Lucia Davidson hidup dalam ilusi pernikahan yang indah hingga enam bulan kemudian semua kebenaran runtuh. Samuel, pria yang ia percaya sebagai suami sekaligus cintanya, ternyata hanya menikahinya demi balas dendam pada ayah Lucia. Dalam sekejap, ayah Lucia dipenjara hingga mengakhiri hidupnya, ibunya hancur lalu pergi meninggalkan Lucia, dan seluruh harta keluarganya direbut.

Ketika hidupnya sudah luluh lantak, Samuel bahkan tega menggugat cerai. Lucia jatuh ke titik terendah, sendirian, tanpa keluarga dan tanpa harta. Namun di tengah kehancuran itu, takdir memertemukan Lucia dengan Evan Williams, mantan pacar Lucia saat kuliah dulu.

Saat Lucia mulai menata hidupnya, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Samuel, sang mantan suami yang pernah menghancurkan segalanya, justru ingin kembali dengan mengatakan kalau Samuel tidak bisa hidup tanpa Lucia.

Apakah Lucia akan kembali pada Samuel atau dia memilih cinta lama yang terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17. REUNI

Evan menatapnya lembut, seakan ingin menegaskan bahwa ia tidak menyembunyikan sahabat-sahabat itu darinya dengan niat jahat. Tangannya yang masih melingkari pinggang Lucia mengerat, memberi rasa aman sebelum ia berbicara.

"Aku tahu kau kaget," ucap Evan pelan. "Clara dan Deren memang sudah lama ingin bertemu denganmu. Mereka menunggumu pulih, menunggumu siap. Aku yang menunda ... karena aku takut ini terlalu berat bagimu, terlalu cepat."

Mata Lucia kembali berkaca-kaca. Ada perasaan asing yang menyelinap, campuran antara rindu yang mendesak dan rasa tak percaya. Ia menggenggam jemarinya sendiri, mencoba menemukan pijakan.

Clara akhirnya menghampiri, lututnya ditekuk hingga ia sejajar dengan Lucia yang masih dipangku Evan. Tangannya terulur, menyentuh pelan jemari sahabat lamanya itu.

"Lucia, ini aku. Kau masih ingat, kan? Kita dulu duduk berjam-jam di kafe kampus, membicarakan buku dan mimpi-mimpi konyol kita. Aku merindukanmu setiap hari. Kau sudah menyelamatkan hidup perkuliahanku dan Deren, jadi bagaimana mungkin kami melupakanmu," kata Clara jujur.

Kontak itu seperti memutuskan tembok yang selama ini membeku. Air mata yang ditahan Lucia akhirnya jatuh. Isaknya pecah, bahunya bergetar dalam dekapan Evan. Clara pun ikut menangis, lalu memeluk Lucia meski dengan hati-hati, tak ingin merenggutnya dari pelukan Evan.

Deren berdiri tak jauh, matanya memerah. Ia tidak banyak bicara, hanya menundukkan kepala dan menghela napas berat, seolah rasa haru tak bisa ia terjemahkan dengan kata-kata. Ia masih ingat bagaimana terpuruknya dulu Deren yang nyaris dikeluarkan dari kampus karena tidak bisa membayar uang semester, dan Lucia tanpa ragu menolong Deren dan Clara yang mengalami nasib serupa. Melunasi uang kuliah mereka diam-diam dan berpikir kalau Clara dan Deren tidak akan pernah tahu.

Evan mengusap lembut punggung Lucia. "Mereka temanmu, Lucia. Orang-orang yang peduli padamu sejak dulu. Aku ingin kau tahu, kau tidak sendirian. Tidak pernah sendirian. Kami selalu memikirkanmu, selalu ingin bertemu denganmu, dan selalu ingin menyelamatkanmu."

Lucia gemetar, suaranya pecah di sela tangis. "Aku ... aku kira semua orang meninggalkanku, Evan. Kukira semua hilang ... dan sekarang tiba-tiba kalian ada di sini. Rasanya seperti aku sedang bermimpi."

"Tidak, Love. Kau tidak bermimpi. Kami sungguh di sini, untukmu." Evan menunduk, bibirnya menyentuh helai rambut Lucia dengan penuh kasih. "Mereka tidak pernah benar-benar pergi. Sama sepertiku, mereka ingin melindungimu."

Kalimat itu membuat dada Lucia semakin sesak. Ia menatap Clara dengan air mata bercucuran, lalu menoleh ke Deren.

"Kenapa ... kenapa kalian tak pernah muncul sejak kelulusan? Kenapa kalian tiba-tiba menghilang?" tanya Lucia.

Pertanyaan itu seperti pisau yang menusuk dada Clara. Ia mengguncang kepala, menahan isak. "Kami menghilang karena kami sedang mengumpulkan kekuatan untuk mengambilnya dari keluargamu. Kami masih anak ingusan saat itu dan ayahmu selalu mengawasi setiap orang yang dekat denganmu. Maaf kalau kami tiba-tiba menghilang dan terkesan meninggalkanmu begitu saja. Tapi percayalah tidak pernah sehari pun kami tidak memikirkanmu, Lucia," kata Clara.

Deren akhirnya angkat bicara, suaranya berat dan penuh rasa bersalah. "Kau yang paling tahu seperti apa ayahmu. Jika dia melihat kami, maka rencana kami mengumpulkan kekuatan dan menyelamatkanmu dari kukugan keluargamu akan gagal. Tapi saat kami kembali ... saat kami sudah memilki kekuatan yang kami inginkan. Hal buruk justru terjadi padamu tanpa kami tahu. Maafkan kami, Lucia."

Suasana menjadi pekat oleh emosi. Isak tangis Lucia mengisi ruangan, bersahut dengan helaan napas berat Clara dan Deren. Evan tetap memeluknya, seperti jangkar yang menahan Lucia agar tidak tenggelam dalam lautan emosi yang terlalu deras.

Dalam hati, Evan tahu ini momen yang berbahaya. Luka masa lalu kembali terbuka, papan kaca itu menjadi pemicu. Namun ia juga tahu, pertemuan dengan Clara dan Deren bisa menjadi penyembuh, jembatan yang akan membawa Lucia keluar dari isolasi batinnya.

Evan menunduk, berbisik lembut di telinga Lucia. "Kau kuat. Kau hebat bisa bertahan sampai sejauh ini. Aku ada di sini, Clara dan Deren ada di sini. Kau tidak perlu lagi menanggung semua sendiri. Kau hanya perlu mengandalkan kami mulai sekarang."

Lucia menutup mata, membiarkan tubuhnya lemah dalam pelukan Evan. Ia tidak menjawab, hanya menangis dalam diam, sementara jemarinya akhirnya berani menggenggam tangan Clara dengan erat.

Siang itu, ruang kerja Evan menjadi saksi, bahwa rahasia, trauma, dan luka lama bisa pecah sekaligus. Namun di balik kepedihan itu, ada cahaya kecil yang muncul: cahaya pertemuan kembali, cahaya yang mungkin bisa menuntun Lucia keluar dari kegelapan.

Keheningan setelah tangisan panjang itu terasa berat, namun juga menenangkan dengan caranya sendiri. Ruangan yang sebelumnya dipenuhi isak kini berganti dengan suara napas yang perlahan berusaha stabil. Evan masih memangku Lucia, seolah takut dunia akan merenggut wanita itu jika ia berani melepaskan. Clara duduk di samping, menggenggam erat tangan sahabatnya, sementara Deren berdiri sedikit menjauh, seperti penjaga yang siap menahan segala hal buruk yang mungkin menerobos masuk.

Lucia akhirnya berusaha berbicara. Suaranya lirih, serak karena tangis. "Jadi selama ini kalian ... kalian tahu tentangku? Tentang apa yang terjadi?"

Clara menatap Evan sejenak, seakan meminta izin, lalu menjawab dengan suara hati-hati. "Kami melihat berita tahun lalu, dan itu mengejutkan kami kenapa sampai Barnett bisa terbongkar sedetail itu. Kami mulai mencari tahu dan kami langsung kembali ke Los Angeles untuk menemuimu. Tapi kau ... menghilang."

"Lalu kami mendengar tentang Samuel Davidson, kau menikah dengannya dan rupanya dia yang merencakan kejatuhan keluargamu. Si brengsek sialan itu sampai berani menggunakanmu sebagau alatnya. Ingatkan aku untuk menghajarnya nanti," kata Deren yang sudah memerlihatkan air muka penuh amarah.

Nama itu, nama Samuel ... membuat tubuh Lucia menegang. Jemarinya yang menggenggam tangan Clara bergetar. Mata basahnya menatap papan kaca yang masih penuh dengan coretan dan garis merah.

"Kalian mengumpulkan informasi tentangku sampai seperti ini?" tanya Lucia tak percaya kalau ada orang-orang yang sepeduli ini dengan Lucia.

Evan segera menunduk, menatapnya lembut. "Love, aku tahu yang di papan itu adalah luka-lukamu. Tapi itu adalah kekuatan kami untuk dapat mengambilmu dari kegelapan tak berujung. Dan di sinilah kami, akan menepati janji kami."

Lucia menggeleng pelan, lalu berkata, "Tapi ... tapi kenapa? Kenapa kau harus menuliskan semuanya? Seperti ... seakan hidupku hanya sebuah kasus yang harus kau pecahkan."

Perasaan bersalah menghantam dada Evan. Ia tahu, dari sudut pandang Lucia, papan kaca itu bisa tampak seperti rekonstruksi dingin atas penderitaannya. Padahal baginya, itu adalah senjata, peta yang ia butuhkan untuk memastikan tak ada satu pun bahaya yang mendekat lagi.

"Lucy, My Love," Evan menggenggam wajah wanita itu dengan kedua tangan, memaksa mata wanita itu bertemu dengan matanya. "Kau bukan kasus. Kau bukan catatan. Kau adalah hidupku. Papan itu hanyalah caraku memastikan aku tak akan pernah gagal menjagamu. Aku tidak ingin ada yang tersisa dari masa lalumu yang bisa melukaimu lagi. Tidak akan lagi. Kita mungkin berakhir dengan cara dingin dulu. Tapi bagiku kita tidak pernah berakhir. Kau selalu menjadi tujuanku. Kau hidupku, Lucy. Dari dulu sampai detik ini."

Kata-kata itu membuat dada Lucia bergetar. Ia ingin mempercayai, namun luka lama masih meninggalkan bayangan yang sulit dihapus. Dan juga ... Evan masih memiliki perasaan ke Lucia? Sejak pertemuan kembali Lucia dengan Evan, sudut hatinya tahu kalau Evan memang masih memiliki rasa untuk Lucia. Bahkan pria itu sendiri memberikan kode yang amat sangat jelas.

Clara akhirnya menyela, suaranya lembut tapi tegas. "Lucia, kau tahu Evan. Aku tahu pria ini tidak akan pernah mempermainkanmu. Jika dia menyimpan catatan itu, itu karena dia ingin memastikan kau aman. Bahkan mungkin, lebih aman daripada yang bisa kami lakukan."

Deren menambahkan dengan nada berat. "Aku pun awalnya sulit menerima, Lucia. Tapi ketika aku melihat dedikasi Evan, aku tahu dia berbeda. Dia tidak sekadar menaruh perhatian. Dia menaruh seluruh jiwanya untukmu. Kau akan melihat salah satu buktinya nanti."

Lucia menunduk, bibirnya bergetar. Ada rasa takut yang belum sepenuhnya hilang, namun perlahan terselip secercah hangat. Ia merasakan tangan Evan yang masih erat di pinggangnya, seakan tubuh itu adalah perisai dari segala ancaman.

"Aku takut, Evan," bisiknya lirih. "Aku takut semua ini hanya akan menyeretku kembali ke masa lalu, aku takut untuk memulai lagi. Bagaimana jika aku juga akan kehilanganmu? Bagaimana jika kau juga akan menyakitimu seperti yang dilakukan pria itu padaku. Jika benar, aku tidak punya apa-apa sekarang, Evan. Jika kau memiliki tujuan untuk mendekatiku, aku tidak punya apa pun lagi."

Evan segera merengkuhnya lebih erat, suaranya pecah namun penuh keteguhan. "Kau tidak akan pernah kehilangan aku. Tidak sekarang, tidak besok, tidak selamanya. Aku di sini bukan untuk membiarkan masa lalu menelanmu, tapi untuk menantangnya. Dan aku janji, aku tidak akan pernah melepaskanmu. Aku mencintaimu, Lucy. Niatku hanya satu, memilikimu. Menjadikanmu bagaian dari hidupku secara permanen."

Clara menatap pemandangan itu dengan haru sementara Deren hanya bisa menarik napas panjang. Mereka berdua tahu, ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar persahabatan yang sedang berlangsung di hadapan mereka. Deren dan Clara adalah saksi betapa besar cinta Evan untuk Lucia.

Lucia, meski hatinya masih diliputi rasa takut, akhirnya menyandarkan wajahnya di dada Evan. Degup jantung pria itu menjadi musik yang menenangkan di telinganya. Ia tak lagi sanggup berkata-kata, hanya bisa merasakan bahwa di balik ketakutan dan air mata, ada tempat aman yang baru ia temukan.

Sementara itu, papan kaca yang masih penuh dengan catatan seakan menatap mereka dengan sunyi, sebagai saksi bisu dari luka yang belum sepenuhnya sembuh, namun kini mulai menemukan jalannya menuju cahaya.

1
Ir
kemarin di cere, sekarang di cariin lagi, karep mu ki piye samsul hmm
Archiemorarty: Tahu, sebel kali sama si Samsul ini /Smug/
total 1 replies
Miss Typo
semoga apapun niat Samuel ke Lucia semua gagal total
Miss Typo
semangat Lucia
Ir
yeuhhh kocak, amnesia lu samsul
Archiemorarty: Hahaha 🤣
total 1 replies
Ir
kak aku baca Deren dari awal lidah ku belit bacanya Daren terus tauu
Archiemorarty: Awalnya namanya maunya Darren, malah takut aku hany kebelit nulisnya ntar 🤣
total 1 replies
Ma Em
Evan , Clara dan Derren tolong lindungi Lucia dari Samuel takut Samuel akan mencelakai Lucia.
Ariany Sudjana
benar kata Evand, jangan buru-buru untuk menghadapi Samuel, karena prioritas utama sekarang kondisinya Lucia, yang sangat terpuruk. untuk menghadapi Samuel harus dengan perhitungan matang
Archiemorarty: Benar, gitu2 si samsul itu ular licik
total 1 replies
Ir
seharus nya jangan takut Lucu injek aja lehernya si samsul, trus si Evan suruh pegangin
Archiemorarty: astaga, barbar sekali ya /Facepalm/
total 1 replies
Ma Em
Semangat Lucia sekarang sdh ada Evan yg akan melindungi dari siapa saja orang yg akan menyakitimu , jgn sampai kamu terpengaruh dgn hadirnya Samuel , biarkan dia menyesal akan bat dari perbuatannya sendiri , semoga Lucia dan Evan selalu bahagia .
Archiemorarty: Setuju itu /Determined/
total 1 replies
Ir
penyesalan itu emang datang nya di akhir samsul, kali di depan namanya pendaftaran 😆
Miss Typo
keluar dari RS nikah ya 😁
Ir
bucin terooooossss 😏
Archiemorarty: Cieee...iri cieeee /Chuckle/
total 1 replies
Miss Typo
berharap sih segera nikah mereka berdua 😁
Ir
nyari laki kaya Rion, Dante, Davian sama Evan di mana sih, laki² yg semua aku di rayakan di cintai secara ugal²an, yg mau berusaha keras untuk kesejahteraan wanita nya, bukan yg kita mulai sama² dari Nol terus 😌😌
Archiemorarty: Mereka ada kok..di dunia fiksi aja tapi /Cry/
total 1 replies
Ariany Sudjana
Evand benar Lucia, kamu tidak sendiri lagi, ada Evand yang jadi tameng.
Ir
ini kalo kata orang Indonesia, sakit perut bukannya priksa ke dokter malah cuma bilang magh kronis, magh kronis, mag kronis tok 😏
Archiemorarty: Sebel soalnya /Smug/
total 3 replies
Miss Typo
itu karna pola hidup Lucia selama ini kali ya, atau karna pikiran juga.
Alhamdulillah operasi berhasil, semoga Lucia cepat pulih
Archiemorarty: Betul sekali
total 1 replies
Miss Typo
apalagi ini thor,,, kenapa masalah blm juga usai, msh ada trs masalah dlm kehidupan Lucia, kpn Lucia akan bahagia bersama Evan? 😭
Miss Typo: huaaaaaa pasti aku nangis mulu bacanya 😭🫣
total 2 replies
Miss Typo
berharap secepatnya mereka berdua menikah 😁
Miss Typo
apakah mereka berdua akan sampai menikah suatu saat nanti?????
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!