Rumah tangga Candramaya dan Krisna mulai ditimpa badai, saat Krisna mengalami kecelakaan hingga membuatnya lumpuh dan kehilangan pekerjaan.
Candramaya terpaksa menjalani tugas sebagai tulang punggung keluarga. Untung saja Candramaya mempunyai pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis retail, sehingga urusan keuangan keluarganya sementara masih bisa ia handle.
Masalah mulai muncul, ketika Candramaya dipertemukan kembali dengan Alvin, cinta pertamanya di masa SMA yang kini menjadi bos baru di kantor dia bekerja. Tanpa Candramaya sangka, ternyata Alvin masih memendam rasa cinta kepadanya.
Akankah Candramaya bertahan dengan cintanya pada Krisna, atau dia justru terbuai oleh kisah masa lalunya dengan Alvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon REZ Zha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - PHK
Candramaya dibuat bingung ketika Dennis meminta berbicara berdua dengannya tanpa didengar Krisna.
Ada apa? Kenapa harus di belakang Krisna? Apa ada hal yang tidak mengenakkan sehingga Dennis memintanya keluar agar percakapan mereka tak didengar oleh suaminya? Itu dugaan-dugaan yang bermunculan dalam benak Candramaya.
Rasa khawatir seketika merayapi hati Candramaya. Cerita tentang PHK yang dikatakan Pak Nano, kini seolah menghantuinya. Apalagi amplop coklat yang diserahkan Dennis tadi cukup tebal. Jangan-jangan itu adalah uang pesangon yang diberikan pihak perusahaan yang memberhentikan suaminya.
Dengan menahan nafas, Candramaya mengikuti langkah Dennis yang meninggalkan ruang rawat suaminya.
"Maaf, ada apa ya, Pak?" Candramaya langsung mengajukan pertanyaan ketika sampai di luar ruangan.
Hempasan nafas panjang Dennis terdengar cukup kencang. Seperti berat untuk mengatakan kalimat yang harus dia sampaikan kepada Kirana. Dia sengaja bicara dengan Candramaya karena ia tak tega menyampaikannya langsung pada Krisna.
"Sebenarnya saya berat untuk mengatakan ini, Bu. Secara pribadi saya minta maaf, tapi saya harus menyampaikan ini." Dennis tak berani bersitatap dengan Candramaya, karena ia tak tega melihat aura kesedihan, ketika ia sampaikan kabar, jika pihak perusahaan sudah mengambil keputusan memberhentikan Krisna sebagai karyawan di sana.
Debaran jantung Candramaya makin kencang mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Dennis, seakan menyiratkan sebuah kabar buruk yang akan ia dengar. Dugaan jika perusahaan akan memberhentikan suaminya semakin terlihat jelas.
"Apa Pak suami saya di PHK, Pak?" Tak sabar mendengar berita yang akan disampaikan oleh Dennis, Candramaya langsung menebak hal terburuk yang mungkin akan menimpa suaminya.
Dennis terkesiap ketika Candramaya dapat menebak apa yang akan disampaikannya.
"Saya benar-benar minta maaf, Bu. Saya nggak bisa membantu suami Ibu. Saya tahu Pak Krisna adalah pegawai yang rajin, ulet dan punya dedikasi yang tinggi terhadap perusahaan. Tapi, semua itu sudah keputusan dari atasan saya." Dengan rasa tak enak hati, Dennis membenarkan apa yang Candramaya duga.
"Tapi, Bukankah selama ini suami saya selalu menuruti apa yang perusahaan tugaskan, Pak?" Dada Candramaya bergemuruh, seolah tak terima suaminya diberhentikan secara tiba-tiba dengan pihak perusahaan. Bagaimana tidak? Dia sering dibuat kesal karena suaminya harus meninggalkan rumah malam hari ketika mendapat tugas mendadak dari dealer. Padahal sebagai seorang istri, malam hari adalah waktu bagi mereka bermesraan karena siang hari mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan.
"Seperti yang saya katakan tadi, Bu. Ini semua sudah keputusan dari atasan," balas Dennis.
"Apa nggak ada kebijakan dari pihak pimpinan perusahaan, Pak? Suami saya sudah belasan tahun bekerja di sana, lho. Bukan setahun dua tahun." Candramaya tidak bisa ikhlas menerimanya.
"Itu sudah jadi keputusan pimpinan perusahaan, Bu. Entah, saya juga nggak mengerti bagaimana penilaiannya. Tapi, memang sekarang ini, sejak Bu Elis ikut mengelola perusahaan, banyak perubahan yang terjadi dalam kebijakan terhadap karyawan. Sekali lagi saya minta maaf." Dennis mengakui, kehadiran istri bosnya itu banyak mempengaruhi keputusan Pak Hengky dalam mengambil kebijakan bagi perusahaan.
Candramaya mendengus kasar. Kepala sampai tengkuknya terasa tegang dan kencang. Rasanya ingin teriak dan menangis, tak terima dengan cobaan yang sedang ia hadapi saat ini. Sudah ia bayangkan, jika suaminya tak bekerja lagi, artinya dialah yang akan mengambil alih tugas membiayai keluarga mereka.
"Amplop yang saya serahkan tadi adalah gaji terakhir dan sedikit pesangon yang diberikan perusahaan. Semoga bisa membantu biaya rumah sakit. Saya harap Pak Krisna bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak di lain tempat jika sudah sembuh nanti." Dennis berharap Krisna menemukan tempat yang lebih baik yang benar-benar menghargai jasanya. "Saya permisi dulu, Bu. Sampaikan permintaan maaf saya pada Pak Krisna. Permisi." Dennis berpamitan. Dia tak tega melihat mata Candramaya yang mengembun. Dia dapat mengerti kekecewaan Candramaya saat ini.
Air mata Candramaya yang sejak tadi tertahan akhirnya mengalir tak terbendung saat Dennis berjalan meninggalkannya. Dadanya terasa sesak. Pasokan udara yang mengalir ke rongga pernafasannya seakan tertahan.
Candramaya menjatuhkan tubuhnya di kursi tunggu hingga akhirnya ia terisak, tapi berusaha ia redam agar tak sampai terdengar orang lain.
"Ibu kenapa?" Seorang perawat mendekati Candramaya melihat Candramaya menangis dan terduduk lesu.
"Ng-nggak apa-apa, Mbak." Candramaya buru-buru menyeka air matanya karena ketahuan sedang menangis. "Biasa, capek dan ngantuk bikin suasana nggak karuan." Candramaya berkilah lalu bangkit dari duduk. "Saya masuk dulu, Mbak." Candramaya berpamitan pada perawat dan masuk ke ruang rawat Krisna.
***
Tatapan mata penasaran Krisna langsung menyambut Candramaya ketika melihat istrinya itu muncul di pintu kamar. Dia melihat pipi lembab dan mata merah Candramaya seperti habis menangis.
"Yank, ada apa? Apa yang dibicarakan Pak Dennis?" Seandainya ia bisa bangkit dan berjalan, ingin rasanya ia menyusul keluar dan mendengar apa yang dibicarakan istrinya dengan Dennis.
Mendapat pertanyaan dari suaminya, Candramaya langsung berjalan ke arah Krisna dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Tangisnya pun kembali pecah.
"Yank? Kenapa? Apa yang dikatakan Pak Dennis?" Krisna menggenggam lengan Candramaya. Tapi, Candramaya tak juga menjawab dan tak berhenti terisak.
Pandangan mata Krisna mengarah pada amplop coklat yang ditaruh istrinya di atas nakas. Hatinya mencelos. Melihat amplop coklat tebal dan tangis Candramaya, seketika dia dapat menebak apa yang terjadi dengannya.
"Aku di PHK ya, Yank?" tebak Krisna dengan suara berat menahan rasa kecewa.
Candramaya melepas tangan yang menutupi wajahnya.
"Bos Mas jahat banget! Nggak punya perasaan! Nggak berprikemanusiaan! Tega banget mecat Mas, padahal Mas selama ini kerja nurut sama mereka! Malam berangkat, nggak liat hujan, badai, lagi ngantuk, lagi capek! Nggak ada empati? Nggak punya hati nurani!" Candramaya melampiaskan kekesalannya dengan segala macam umpatan.
Krisna menarik nafas yang tercekat. Jika ada orang yang paling kecewa tentang pemecatan ini, dia lah orangnya. Dia juga tak menyangka kecelakaan yang terjadi akan berakibat fatal pada nasib pekerjaannya.
"Ya sudah, kamu jangan menangis. Kita harus sabar menghadapinya. Insya Allah, nanti Mas akan dapat pekerjaan yang lebih baik lagi." Walau hatinya kecewa berat, Krisna berusaha menenangkan istrinya. Sementara ia sendiri tidak tahu kapan ia akan sembuh.
"Mas mau kerja apa? Usia Mas sekarang udah di atas kepala tiga. Cari kerja susah." Candramaya masih belum tenang meskipun Krisna berusaha ikhlas menerimanya.
"Jangan bicara gitu, Yank! Rezeki itu Allah yang ngatur, jadi kita jangan nyerah gitu aja," ucap Krisna berusaha tegar di tengah hatinya yang rapuh atas pemecatan dirinya.
*
*
*
Bersambung ....
Ada nama Kirana muncul...typo ya thor😃
Maya sekarang udah berkeluarga dan bahagia bersama keluarga kecilnya
terus semangaaaat mom zha terus berkarya💪