Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Kebahagiaan Bu Nadia
Setelah dari klinik, Nala mengarahkan motornya menuju rumah ibunya. Nala memutuskan untuk tinggal beberapa hari di rumah ibunya yang kini sudah menjadi janda setelah kepergian suaminya dua tahun lalu.
Ibunya Nala tinggal bersama adik Nala yang masih SMA. Sesekali Nala menengok sang ibu dan adiknya sebulan sekali, tapi kali ini Nala memutuskan akan tinggal beberapa hari di rumah ibunya.
"Aku tidak akan pulang. Aku ingin tahu apakah Mas Dana akan mencariku dan khawatir padaku atau tidak. Syukur-syukur Mas Dana sadar kalau aku tidak main-main dengan ucapanku, bahwa aku lebih baik berpisah daripada harus melihat dia tidak bisa tegas sama mantan istrinya," gumamnya.
"Tapi, bagaimana kalau ibu bertanya kenapa aku nginap di rumahnya tanpa Mas Dana? Pasti ibu akan menaruh curiga dan menduga rumah tanggaku sedang ada masalah. Mas Dana pasti tidak akan mencariku, karena dia akan sibuk dengan Raina si anak manja." Sepanjang jalan Nala berpikir dan bingung dengan apa yang harus dia perbuat.
"Aku harus ke rumah ibu atau pulang ke rumah dan cuek dengan semua yang selama ini terjadi? Tapi, sesekali aku ingin diperhatikan Mas Dana, ingin dia khawatir dan mencari aku."
Nala menangis sembari tetap fokus dengan jalan yang dilewatinya. Nala sedih, karena menilai Dana terlalu cuek padanya. Untuk itu, kini Nala memutuskan tidak pulang. Dia ingin melihat, apakah Dana mencarinya atau justru tidak.
"Aku ingin lihat, apakah sampai sore jika aku tidak kembali, Mas Dana mencari aku atau tidak." Nala masih bicara sendiri sampai motornya tidak terasa sudah ada di depan rumah ibunya.
"Nala, kamu datang?"
Bu Nadia menyambut kedatangan anak pertamanya dengan bahagia.
"Iya, Bu. Di mana Naya?" tanyanya mencari Naya sang adik.
"Naya sekolah."
"Oh iya, ya. Jam segini Naya pasti sekolah. Nala lupa, Bu."
"Ya sudah, masuklah sana. Kamu sudah sarapan atau belum? Ibu tadi kebetulan masak urap kacang panjang, dan semur jengkol, di dalam masih ada sisa," suruh Bu Nadia sembari merapikan jualan masakannya.
Bu Nadia, berjualan sembako dan makanan matang di warung tepat samping rumahnya. Bu Nadia menjual masakan matang hanya dari pagi sampai siang saja, atau sampai masakannya habis.
"Kan buat dijual, Bu." Nala merasa ragu karena masakan itu jualan ibunya.
"Tidak, itu hanya masakan sisa. Makanlah, untuk dijual sudah ibu pajang di etalase depan. Kalau kamu tidak mau makan semur jengkol, kamu cari lauk lain saja di depan," suruh Bu Nadia sangat perhatian.
"Tidak, Bu. Nala makan urap dan semur jengkol saja. Semur jengkol kan kesukaan Nala. Apalagi masakan buatan ibu, pastinya lezatos. Jengkolnya juga tidak terlalu bau, sehari pun baunya hilang. Ibu memang pandai masak," puji Nala seraya masuk ke dalam dan langsung menuju dapur.
Di sana Nala langsung menceduk nasi dan lauknya. Urap kacang panjang dan semur jengkol buatan ibunya yang enak membuat nafsu makannya semakin meningkat.
"Bagaimana kabar suamimu, apakah baik-baik saja?" singgung Bu Nadia menanyakan Dana. Sejenak Nala diam karena mulutnya masih mengunyah.
"Mas Dana baik-baik saja, Bu. Dia biasa, sibuk."
"Lalu, apa ibu mertuamu masih saja menanyakan kapan kamu hamil sampai sekarang?" Nala menghentikan makannya saat sang ibu menyinggung ibu mertuanya yang selalu menanyakan kapan dia hamil.
"Sekarang sudah tidak, Bu."
"Apa mungkin ibu mertuamu sudah bisa menerima kamu?" tanya Bu Nadia, membuat Nala tiba-tiba sedih lagi.
"Nala kurang tahu, Bu." Nala menjawab lalu melepas pandangan ke samping kirinya kosong. Hal ini tidak luput dari perhatian Bu Nadia. Bu Nadia tahu, Nala merasa sedih karena ibu mertuanya kurang menerimanya sebagai menantu, terlebih Nala belum hamil.
"Ibu minta maaf, sudah mengingatkan kamu pada ibu mertuamu." Bu Nadia merasa bersalah sudah membahas ibu mertua Nala yang memang kurang menyukai Nala, yang selalu dianggap kekanakan.
"Tidak apa-apa, Bu. Dibahas ataupun tidak, sama saja," tukas Nala sembari bangkit dan membawa piring bekas makannya ke wastafel.
"Oh iya, kamu belum tahu tentang adikmu, Naya?" Bu Nadia mengalihkan topik pembicaraan.
"Kenapa dengan Naya?" Nala penasaran.
"Naya sudah ada yang menunggu, setelah lulus sekolah ini seorang pria ingin melamar Naya dan mengajaknya menikah," ungkap Bu Nadia membuat Nala terkejut.
"Menikah? Serius, Bu? Siapa? Apakah teman sekolahnya? Kalau sama-sama teman sekolah, sepertinya mereka sama-sama masih muda," cecar Nala sangat penasaran.
"Dia pria dewasa dan sudah memiliki pekerjaan mapan, dia seorang tentara, usianya sudah 28 tahun," ungkap Bu Nadia lagi.
"Tentara, usianya 28 tahun?" Nala jadi teringat mantan pacarnya. Dulu ia juga pernah menjalin kasih dengan seorang tentara. Hubungan mereka terpaksa putus gara-gara pacar Nala dinasnya diover ke luar pulau.
"Iya, dia sudah sering kemari dan menjemput Naya ke sekolah," ucap Bu Nadia lagi.
"Namanya siapa, Bu?" Nala terlihat penasaran, dia merasa was-was kalau pria yang ingin melamar Naya adalah mantan pacarnya yang dulu.
"Nagi Trilaksana," jawab Bu Nadia sembari menatap Nala. Bu Nadia tahu, Nala saat ini sedang terkenang mantan pacarnya yang terpaksa harus berpisah karena ditugaskan di luar pulau.
Nala sedikit lega, setidaknya pria yang serius sama Naya bukanlah pria yang sama, yaitu mantan kekasihnya dulu.
"Bagaimana tanggapanmu, Nala?" tanya Bu Nadia lagi meminta pendapat Nala.
"Tidak apa-apa sih Bu jika sudah ada yang serius sama Naya. Tapi, apakah Naya siap menikah muda? Setahu Nala, Naya setelah lulus sekolah, ingin melanjutkan kuliah," tukas Nala.
"Iya, ibu tahu kalau masalah itu. Tapi, kalau calonnya memaksa bagaimana?"
"Itu tergantung Naya saja, apakah Naya mau menikah muda atau tidak. Sebaiknya ibu lihat dulu betul-betul, apakah pria tentara itu benar-benar mencintai Naya setulus hati atau tidak. Lagipula Naya masih muda, apakah keluarganya mampu menerima Naya," ujar Nala lagi.
Ingatannya justru pada dirinya yang kurang disetujui oleh sang mama mertua. Dan Nala tidak mau sang adik mengalami hal yang sama.
"Semoga saja calon mertua maupun suaminya sayang sama Naya," pungkas Nala dengan tatapan jauh ke depan, terkenang dengan nasib dirinya jadi menantu.
"Oh, ya, Bu. Nala ada kabar baik untuk Ibu." Nala kembali tersenyum dan bermaksud memberitahukan bahwa saat ini ia sedang hamil.
"Apa, katakanlah?" Bu Nadia sangat penasaran.
"Eummm, Nala saat ini sedang hamil. Baru tadi pagi Nala diperiksa. Dan yang tahu tentang kehamilan Nala, Nala, dan dokter di klinik tadi," bongkar Nala tersenyum bahagia.
"Serius? Alhamdulillah, akhirnya kamu jadi calon ibu juga. Ibu sangat bahagia mendengarnya. Kamu beritahukan suami kamu, biar dia senang mendengarnya," ucap Bu Nadia sembari memeluk Nala.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.