Hampir Semua orang di desa Black Sword membenci Risa Ariz. Anak yatim piatu itu dijauhi, dianggap terkutuk, dan dipercaya menyimpan makhluk kegelapan di dalam dirinya.
Muak diperlakukan layaknya sampah, Ariz memutuskan untuk berbuat onar. Ia tidak melukai, tapi ia pastikan setiap orang di desa merasakan kehadiran dan penderitaannya: dengan menyoret tembok, mengganggu ketenangan, dan menghantui setiap sudut desa. Baginya, jika ia tidak bisa dicintai, ia harus ditakuti.
Sampai akhirnya, rahasia di dalam dirinya mulai meronta. Kekuatan yang ditakuti itu benar-benar nyata, dan kehadirannya menarik perhatian sosok-sosok yang lebih gelap dari desa itu sendiri.
Ariz kini harus memilih: terus menjadi pengganggu yang menyedihkan, atau menguasai kutukan itu sebelum ia menjadi monster yang diyakini semua orang.
"MINOTO NOVEL"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MINOTO-NOVEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11: TEMPAT PARA KSATRIA MUDA BERKUMPUL
Sebuah Papan Bertuliskan...
(TEMPAT PERISTIRAHATAN).
"Huuuh... tubuhku terasa pegal-pegal," Keluh A, sambil merenggangkan punggungnya yang nyeri setelah latihan keras.
B, yang sedang mengganti kausnya di sudut ruangan, mendengus. "Hah, kau ini lemah sekali, yah..?!"
A, menoleh. "Uh? Apa tubuhmu tidak terasa sakit?"
B, menggeleng. "Tidak. Saat berlatih, kau tidak boleh terlalu menguras energi. Seperti waktu kau mengayunkan pedang kayu tadi. Cengkeramanmu pasti terlalu kuat." B, menatap A. "Kalau terus-menerus begitu, energimu cepat terkuras, dan ototmu juga akan terasa sakit karena kelelahan."
"Bukan hanya itu," sahut C, yang duduk di sebelah A, mengelap keringat dengan handuk. "Cara pemanasanmu juga tidak benar. Aku lihat tadi pagi. Itu juga yang membuat tubuhmu sakit."
A, mendesah, menyandarkan kepalanya ke dinding. "Haahh... sepertinya perkataan kalian ada benarnya juga..?! Aku terlalu menguras energi." Pandangannya kemudian beralih ke sosok yang duduk termenung di dekat pintu. "Hei, Leon. Apa yang sedang kau lakukan? Kau seperti sedang memikirkan sesuatu."
"Apa kalian melihat kedua pria yang tadi?" tanya Leon, tanpa menoleh.
A mengernyit. "Dua pria? Aku tidak melihatnya."
"Waktu latihan tadi. Apa kalian tidak sadar?" Leon akhirnya berbalik, menatap mereka.
C, mengangkat bahu. "Mungkin salah satu pelatih dari desa lain. Memangnya kenapa?"
"Aku merasa... mereka bukan pelatih biasa! Lebih tepatnya, ksatria tingkat tiga atas," ucap Leon, suaranya terdengar serius.
"Ksatria tingkat tiga atas?!" A memekik, wajahnya langsung menunjukkan keterkejutan. "Apa mungkin mereka datang ke sini untuk melatih kita?!"
"Ah, aku baru ingat!" C menepuk dahinya. "Latihan yang baru-baru ini kita lakukan hanyalah latihan dasar. Karena di Desa Black Sword, ada empat tingkatan latihan. Pertama, tingkat dasar. Kedua, tingkat menengah bawah. Ketiga, tingkat menengah atas. Dan yang terakhir, tingkat H.A.M." Ia menjelaskan kepada teman-temannya.
"Kelihatannya, pelatihan kita akan ditingkatkan... menjadi tingkat menengah bawah!" A mengembuskan napas lesu. "Hah... padahal, tingkat dasar saja sudah membuatku muak! Apalagi tingkat menengah bawah!?"
"Uh... tunggu, tunggu." B menyela, dahinya berkerut penasaran. "Kau bilang tingkat pelatihan yang paling tinggi itu H.A.M.? Artinya apa itu?"
"APA KAU TIDAK TAHU?!" Leon berseru kaget.
"Aku juga tidak tahu," sahut A santai, mengangkat bahu.
"Ugh, kalian berdua ini sama saja!" Leon mendengus kesal. "H.A.M. itu bukan pelatihan biasa! Pelatihan ini akan membawa kalian ke tempat... di mana kalian akan bertarung satu sama lain!" Ucap Leon, wajahnya tegang.
"Ah... tapi kan, kita di sini juga sudah pernah bertarung satu sama lain, kan?" A memiringkan kepala, ekspresinya campur aduk antara bingung dan sedikit mengejek. "Dan sampai sekarang, kita masih hidup?"
"JANGAN SAMAKAN DENGAN PELATIHAN TINGKAT DASAR! PAYAH KAU INI!" Leon melotot, kesal. "Pelatihan tingkat atas bukanlah pelatihan biasa! Kau, dan kau, dipilih untuk bertarung. Maka kalian harus menjatuhkan lawanmu sesegera mungkin." Leon menatap tajam ke arah A dan B.
"Euh... Hanya menjatuhkan lawan saja kan...?" A belum sempat melanjutkan kata-katanya, saat Leon tiba-tiba memotong.
"Menjatuhkan lawanmu, sampai MATI!"
Mendengar perkataan Leon, A langsung merinding dan menelan ludahnya. "A-apa kau bilang?! Menjatuhkan lawan, sampai mati?!" tanyanya, suaranya bergetar ketakutan.
"Oh iya, aku pernah mendengarnya," C berkata santai, seolah menceritakan hal biasa. "Banyak sekali remaja yang tewas... karena saling membela diri. Bahkan aku pernah dengar ada dua remaja yang terbunuh secara bersamaan! Dan tidak ada pemenang dari antara mereka berdua."
Mendengar cerita dari temannya itu, A semakin ketakutan. Ia buru-buru menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut kesayangannya itu. "J-j-jadi, kita akan berlatih sampai tingkat H.A.M.?! A-aku tidak mau..!" ucapnya, suaranya tercekat.
"Ah, tenang saja. Tingkat H.A.M. itu sulit dicapai," Leon menenangkan. "Tingkat menengah atas saja sebenarnya sudah sangat sulit. Dan... oh iya! H.A.M. itu boleh diikuti atau tidak. Jadi, ya... terserah kita saja, mau atau tidak."
"Masih ada saja, ya... orang yang mengikuti pelatihan itu," B bergumam, terlihat bingung.
"EUH!! YANG PASTINYA, ORANG YANG MENGIKUTI PELATIHAN ITU... ADALAH ORANG GILA!" A, meledak, kesal. "YANG BENAR SAJA, MEREKA SUDAH BERLATIH MATI-MATIAN, MALAH BENERAN MATI!?"
"Ya... gila tidak gila, sih..." Leon, mengedikkan bahu.
"BRENGSEK!! ITU GILA NAMANNYA...!!!" A, membentak Leon.
"Ah, iya deh, iya..." Leon menyerah.
Setelah berkata seperti itu, seseorang tiba-tiba masuk ke dalam tempat peristirahatan para ksatria. A dan lainya terkejut, karena itu adalah Bram, pelatih mereka. Mereka pun berbaris rapi dan menyapa Bram dengan semangat.
"Halo semuanya!" ucap Bram seraya melangkah masuk.
"Halo, Guru!" seru mereka serempak, dalam barisan yang rapi.
"Maaf mengganggu peristirahatan kalian. Guru ingin memperkenalkan seseorang yang akan melatih kalian besok." Saat Bram berkata demikian, Reo dan Kael masuk untuk menemui para ksatria itu.
"Halo semuanya," sapa Reo ramah.
"Halo, Guru!" jawab mereka serempak.
"Mereka berdua adalah Ksatria tingkat Garuda..." Bram sedang memperkenalkan Reo dan Kael. Namun, B dan yang lainnya terkejut, karena ini adalah kali pertama Ksatria tingkat Garuda datang untuk melatih mereka. A, yang melihatnya, berbisik kepada B.
"Eh, Riza, tingkat Garuda itu tingkat ke berapa?" bisik A.
"Eum... Aku tidak tahu," balas Riza, ikut berbisik.
"Ahh, kau ini!" A mendengus kecewa.
"Tingkat dua," sela C, yang ternyata mendengar bisikan A.
"Apa?! Tingkat dua?" A terkejut, suaranya sedikit meninggi.
"Kenapa ksatria tingkat atas datang kemari, ya?" gumam Riza, bingung.
Mereka saling berbisik, padahal mereka tahu Bram masih memperkenalkan Reo dan Kael. Karena mereka berada di barisan paling belakang, bisikan mereka tidak diketahui Bram.
"A-apa mereka akan memberi kita pelatihan itu?!" bisik A, wajahnya tampak ketakutan.
"Hmm... Tidak mungkin. Kita baru saja berlatih selama lima minggu. Tidak mungkin, 'kan, kita diberi pelatihan yang sulit?" timpal Leon.
Setelah berkata seperti itu, pandangan mereka tiba-tiba terarahkan kepada Reo, yang sedang berbicara.
"Alasan kami datang kemari hanya untuk melihat perkembangan kalian. Besok, memang kami akan melatih kalian selama satu minggu penuh, dan tenang saja... Latihan yang kami berikan akan sangat mudah. Jadi, diharapkan kalian sudah siap untuk besok nanti, yah." Reo mengucapkannya dengan wajah yang terlihat tidak mencurigakan.
"Siap, Guru!" seru mereka serempak.
A, yang mendengarnya, kembali berbisik kepada Zira. "Dilihat dari wajahnya, sepertinya ia sangat ramah, ya."
"Hmm. Dan wajah pria itu terlihat baik," Zira menimpali, membicarakan Kael.
"Ahh! Itu berarti besok pelatihan kita tidak akan sesulit yang kita bayangkan. Kau dengar sendiri, 'kan, tadi? Pelatihan yang di berikan... Akan sangat mudah! Ahh... Kalau begitu, kita akan aman besok!" A berseru lega, wajahnya memancarkan kebahagiaan.
"Hmm," Zira hanya bergumam.
"Baiklah kalau begitu, kalian boleh beristirahat lagi," ucap Bram.
"Baik! Terima kasih, Guru!" seru mereka.
Bram, Reo, dan Kael pun keluar dari tempat peristirahatan.
Wajah A terlihat sangat senang karena ternyata apa yang ia pikirkan tadi tidak benar. Ia pun merasa lega dan bersandar di tembok. "Hah... Tenang saja. Pelatihan besok pasti akan sangat mudah," ucap A, terdengar santai.
"Apa benar pelatihannya akan sangat mudah?" tanya Zira, ragu.
"Aku merasa curiga," C menimpali.
"Ahh... Kalian ini, tenang saja! Pelatihan besok tidak akan semenyeramkan yang kalian bayangkan..."
Besoknya...
"A-APA...!?" A terkejut, matanya terbelalak.
"Kalian akan ditugaskan untuk bertahan hidup di bukit besar itu. Apa kalian mengerti?" Reo berkata, tiba-tiba wajahnya menjadi tegas.
"Sudah kuduga. Mereka berpura-pura baik kepada kita," gumam, Zira.
"B-BAGAIMANA INI?! BUKIT ITU SANGAT TINGGI DAN CURAM! AHH... AKU TIDAK TAHU KALAU AKAN MENJADI SEPERTI INI!!!" A menarik-narik rambutnya, ekspresinya dipenuhi ketakutan.
"Ya, mau bagaimana lagi. Terpaksa kita harus bertahan hidup di bukit menyeramkan itu," ucap Leon, sepertinya ia sudah pasrah.
"Ingat semuanya, bukit itu sudah kami beri beberapa jebakan. Sebaiknya kalian berhati-hati saat melangkah di bukit itu," ucap Kael dengan wajah tersenyum tipis.
"Ahh... Bukit itu sudah diberi jebakan, ternyata," gumam Zira.
"APA PRIA ITU SUDAH GILA?! IA MALAH TERSENYUM SAAT BERKATA SEPERTI ITU!! BENAR-BENAR PRIA GILA!" A mengumpat, wajahnya terlihat kesal, tapi ketakutan juga.
"Dan oh iya, selama seminggu penuh, kalian tidak akan diperbolehkan menggunakan baju kalian," tambah Kael, lagi-lagi berkata dengan santai.
.....................
"UGH!! AKU BENAR-BENAR JENGKEL DENGAN PRIA ITU!!!" A menggeram, dalam keadaan tidak mengenakan baju sama sekali.
"Ahh... Ini akan terasa menyiksa," kata Zira, yang juga tidak mengenakan baju.
"Hah... Kau benar," C menghela napas, lagi-lagi pasrah.
"Baiklah semuanya. Bertahan hidup dimulai, SEKARANG!" ucap Reo, menyuruh mereka untuk mulai pergi ke gunung tertinggi di desa Black Sword. Mereka pergi dengan keadaan tidak membawa apa-apa dan tanpa mengenakan baju.
"AHH... TIDAK!!!" A, berteriak sekencang-kencangnya.
bukan mencari kekuatan/bakat yang baru. sesuatu bakal bagus, kalau kita rajin👍