Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Ganjaran
Terdengar deheman dari suara berat seorang pria. Ternyata Hextor ada di situ. Semua orang langsung menundukkan kepala.
"Ayo, ke dapur semua. Biarkan Arman bekerja di sini. Aku punya sebuah pengumuman," ujar Hextor pelan.
Mendengar majikannya bicara, para pelayan bergegas ke arah dapur. Hextor mengikuti dari belakang.
Di dapur, para pembantu berkumpul. Ada Chef Okto juga ikut mendengarkan sambil memasak.
"Hari ini, apa yang terjadi pada Lani ini sebuah pelanggaran. Seseorang yang dengan sengaja mencelakai anggota keluarga majikannya itu tidak bisa ditolerir. Karena itu, aku memecatnya secara tidak hormat. Semoga ini jadi pelajaran untuk semua. Bahkan bercandaan yang bisa mencelakai majikan, sanggup aku polisikan. Karena itu, bekerjalah dengan sungguh-sungguh, atau kalian bisa kehilangan pekerjaan, atau bahkan mungkin lebih dari itu!" Hextor berusaha bersikap profesional, tapi tetap saja ia tak bisa mengendalikan perasaan emosionalnya dan itu terlihat oleh para pegawainya.
Semua orang terdiam. Ada yang saling pandang dan ada yang kusu' merenung. Namun, tetap saja, mereka penasaran dengan apa yang terjadi.
"Sebenarnya, apa yang terjadi?" Mei memberanikan diri bertanya. Ia sebagai kepala pembantu merasa ikut bertanggung jawab.
"Lani sengaja mengoleskan getah pohon di pakaian Enzo hingga badan Enzo merah-merah. Aku kebetulan memergokinya."
"Apa?" Kedua bola mata Mei membulat sempurna.
Seketika para pembantu di dapur juga saling pandang dengan wajah kaget. Beberapa tampak berbisik.
"Jadi untuk ke depannya aku minta ibu Mei mengawasi pembantu yang ada di bawahmu, karena ini bisa membawa pengaruh buruk bagi namamu."
"Eh, iya, Pak." Mei menunduk dan merasa bersalah. Ia tentu saja kaget mendengar apa yang terjadi. Tak bisa dipercaya Lani berani melakukan hal itu.
"Ok, sekarang, carikan pengganti orang yang akan mengambil baju kotor dari kamar Enzo. Pastikan dia bisa dipercaya."
"Baik, Pak."
***
Lani hanya memandang ke luar jendela kaca mobil di sampingnya. Tak pernah terlintas di pikiran, kekesalannya pada Nabila malah membuat dirinya kini dikirim ke kantor polisi. Kenapa ini harus terjadi pada dirinya? Berulang kali ia memohon pada Arman tapi pria itu bergeming, dan kini ia tinggal menunggu nasib masuk penjara.
Tiba-tiba mobil masuk ke sebuah gang sempit dan berhenti. Lani tak menyadari karena sedang melamun. Ia mulai sadar saat tiba-tiba, entah dari mana, dua orang pria berpakaian hitam-hitam masuk di kiri kanan pintu mobil belakang sehingga kini ia harus bergeser dan duduk di tengah. Tentu saja, Lani tampak bingung. Kedua pria itu bertubuh kekar hingga Lani merasa terjepit di tengah.
Mobil kemudian bergerak kembali ke jalan. Lani tidak mengerti apa yang terjadi. Ia melihat ke depan ke arah Arman. "Pak, ini kenapa jadi banyak orang di sini?"
Arman hanya meliriknya dari cermin kecil di atas kepala. "Kamu diam saja di sana, kalau tak mau banyak masalah," ujarnya ketus.
Lani terpaksa diam, tapi perlahan ia menyadari mobil itu tidak pergi ke arah kantor polisi tapi keluar kota. "Pak, kita pergi ke mana?"
Mata Arman kini menyipit. Terlihat dari pantulan cermin kecil itu, tapi Lani butuh kepastian.
"Pak ...."
"Kamu yang bikin masalah, apa berhak protes!?" Kembali Arman bicara sarkas.
"Tapi ...."
"Kamu diam saja di sana. Jangan mengganggu konsentrasiku di sini," jawab Arman dingin.
Lani tak bisa bicara, tapi ia tampak khawatir sambil melirik kanan kiri. Rasanya tak mungkin bisa kabur dari mobil itu. Kenapa tadi saat sendiri, ia tak berusaha lari?
***
Terdengar ketukan pintu dan kepala Mei muncul.
Ternyata Nabila tengah meninabobokan si kecil Enzo di dalam gendongan. "Oh, ada apa?" Tidak biasanya Mei hanya mengintip dan tidak masuk ke dalam kamar. Enzo yang mulai ngantuk pun ikut menoleh.
"Oh, kamu sedang tidak menyussui Enzo, 'kan?" Mei lega dan masuk.
"Sudah."
Ternyata Mei datang bersama Andin, bawahannya. "Mulai besok, Andin yang akan mengambil baju kotor Enzo."
"Oh, Lani ke mana?"
Mei dan Andin saling pandang tapi dengan cepat Mei tersenyum dan bicara. "Oh, dia pulang kampung. Sepertinya dia gak bakal nerusin kerjanya di sini lagi."
"Ooh, begitu ...." Nabila nampak menyayangkan.
Mei lega Nabila tak banyak bertanya hingga ia bisa meneruskan ucapannya. "Oh iya. Pak Hextor minta kami membersihkan kamar Enzo sekaligus mencuci semua pakaiannya."
"Apa? Semua pakaiannya? Tapi bagaimana kalau Enzo butuh pakaian ganti?"
"Eh nanti pakai mesin cuci yang cuci sampai kering, jadi jangan khawatir. Untuk sementara baby Enzonya dibawa saja dulu ke kamarmu karena petugas kebersihan sudah datang." Mei menoleh ke arah pintu. Dua orang pria dengan pakaian kerjanya menunggu di luar pintu.
Nabila sampai melongo. "Oh, begitu ya." Ia bisa mengerti. Mungkin Hextor panik hingga ingin membersihkan kamar Enzo sampai ke dalam lemarinya. Ia pun memeluk Enzo dan membawanya ke luar. "Baiklah, aku bawa Enzo tidur di kamarku."
Selagi Mei, Andin dan petugas kebersihan membongkar kamar Enzo, Nabila meletakkan Enzo di ranjang, sekaligus dirinya naik dan berbaring di sana. Ia membaringkan si kecil di ketiaknya dan tersenyum menatap wajah bayi yang pipinya mulai berisi ini.
Enzo juga tampak tenang karena walaupun berada di kamar asing, ia bersama dengan Nabila. Nabila mengusap lembut rambut jagung Enzo dan bayi itu menikmatinya. "Ayo Enzo, kita tidur, yuk! Mbak juga mulai ngantuk." Wanita itu menutup mulutnya saat mulai menguap.
Walaupun sudah ngantuk, Enzo belum ingin tidur. Matanya menerawang ke langit-langit kamar dan mulai mengoceh.
Nabila menarik tubuh bayi itu agar menghadap ke arahnya lalu ia mulai bersenandung kecil sambil mengusap-usap punggung si kecil. Akhirnya Enzo terbawa arus, kembali ngantuk sambil menatap kedua mata Nabila yang terpejam.
"Yuuk ... tidur, yuk ...." Nabila memeluk Enzo. Hangat tubuh wanita itu membuat Enzo merasa nyaman. Sebentar kemudian keduanya tertidur.
Pelan, pintu dibuka oleh seseorang. Ternyata Hextor tengah mengintip keadaan anaknya. Pria itu tersenyum ketika mengetahui keduanya tidur nyenyak sambil berpelukan. Ia merasa lega.
***
"Ahh!" Lani didorong masuk ke ruangan itu dengan kasar hingga ia jatuh tersungkur. Kemudian menyusul kopernya yang dimasukkan setengah dilempar hingga jatuh terguling.
Arman masuk dengan wajah bengis. Kemudian menyusul dua pria kekar itu. Lani berbalik dan melihatnya dengan wajah ketakutan.
"Kamu masih belum mengaku, hah!?" Arman menatapnya dengan pandangan geram.
"Kalian mau apa? A-aku sudah mengatakan semuanya. Apalagi?" Lani bergerak mundur dengan bantuan tangan. Ia sendiri bingung kenapa dibawa ke sebuah rumah kayu di tepi hutan. Daerah itu sepi dan sebentar lagi malam.
"Coba, ikat tangannya. Biar aku leluasa," ucap Arman pada kedua pria itu.
Kedua pria itu menurut dan mendatangi Lani. Lani semakin ketakutan. Ia ingin lari tapi tak bisa. Kedua orang itu langsung menangkap dan mengikat kedua tangannya.
"Paak ... tolong lepaskan aku, Paak ...! toloong ...," pinta Lani hampir menangis. Ia kemudian didudukkan di sebuah kursi.
Setelah itu kedua orang itu menepi.
Arman mendatangi. Ia meraih dagu Lani agar menatap ke arahnya. "Dengar ya. Tuan Hextor sangat tidak suka keluarganya diusik. Ayo katakan, siapa yang mengirimmu!?" Suaranya berat dengan wajah geram.
Lani mulai menangis. Air matanya mulai turun. "Demi Tuhan, Pak ... Saya tidak mengerti apa yang Bapak maksud. Saya sebenarnya hanya ingin menjadi pengasuh baby Enzo karena sayang pada Enzo ...."
Bersambung ....
❤❤❤😍😙😙
😀😀😀❤❤❤😘😍😙
😍😙😗😗❤❤❤
ngeriiiu...
😘😍😍😙😗❤❤❤❤❤
satang Enzo tapi salah strategi..
😀😀❤❤😘😍😙
😀😀😀❤❤😘😍😙😙
❤❤❤😘😙😗😗
❤❤❤😘😍😙😙
jangn2 lani naruh serbuk gatal do pakaian Enzo..
untung Hextor tau lani melakukan sesuatu di lwmari anknya ..
jadi gak bisa nuduh nabila..
😀😀❤❤❤😍😙😗
❤❤😍😙😗