Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24.
Duarrrr…
Ledakan benar-benar terjadi puing-puing mobil melayang ke atas, kepulan asap membumbung tinggi. Virginia secara refleks menelungkupkan badannya melindungi tubuh Alessandro.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya panik.
“Aku yang seharusnya bertanya.” Alessandro menatap Virginia, rasa kagum menelusup kalbunya
“Jangan khawatir, aku tidak terluka.”
“Tapi aku hanya orang asing.”
“Namaku Virginia Fernandez. Sekarang kamu sudah tahu namaku. Jadi kita bukan orang asing lagi.”
“Namaku Alessandro Garcia.”
.
“Saat itu kukira bertemu malaikat. Virginia apa kamu tahu betapa inginnya aku memiliki dirimu? Sayangnya, saat itu aku tahu kamu sudah menikah dan punya suami yang sangat kau cintai. Aku tidak mau merusak kebahagiaanmu jadi memilih pergi. Kalau saja aku tahu ternyata kamu tidak bahagia ....”
Alessandro menghapus air matanya. “Virginia aku akan mengambil semua dari mereka. Semuanya!" ucapnya lalu tancap gas meninggalkan tempat itu.
*
“Armando…!” Sergio datang setelah menerima kabar dari pelayan. Suami Cecilia itu merasa iba melihat kondisi Armando yang begitu berantakan bahkan wajahnya hitam penuh dengan noda arang.
Armando menangis. Telapak tangannya mengarah pada api yang masih terlihat, dengan kepulan asap membumbung hitam. “Tuhan sedang menghukumku,” ucapnya seraya menatap pilu.
Sergio menepuk bahu sahabat sekaligus kakak iparnya. “Jangan berpikir macam-macam ini hanya kecelakaan.”
Armando mengangkat wajahnya. Air mata tampak membanjiri wajah cemong nya. “Sebelum pergi, Virginia membawa semua barangnya. Di rumah ini, semua yang berhubungan dengannya sudah tidak ada. Dia hanya menyisakan rumah ini untukku. Ini adalah kenangannya. Sekarang rumah ini pun sudah hilang. Sekarang satu-satunya yang menghubungkan kami hanya surat perceraian ini.”
Sergio mengambil kertas dari tangan Armando, surat perceraian dengan Virginia. Ada tanda tangan kakak iparnya di sana. “Armando Mendoza. Apa akhirnya kamu mengakui kamu mencintainya?”
Armando tertegun mendengar pertanyaan Sergio.
Sergio menatapnya lekat. “Maksudku, meski salah mengenali, tapi selama ini mendapat perhatian tulus darinya setiap hari, tanpa sadar kamu jatuh cinta padanya. Itu benar kan?”
Armando menyandarkan punggungnya pada bangku. Air matanya masih tak berhenti mengalir. Menatap Sergio, lalu mengangguk.
“Aku sudah lama mencintainya. Selama ini aku terikat dengan janji masa kecil yang aku kira adalah Veronica. Aku mencoba membangun tembok membentengi hati agar tak memberinya harapan. Ternyata aku buta. Aku tak mengenali siapa yang aku cari. Virginia, aku merindukannya. Aku rindu Virginia, tapi dia takkan kembali. Dia takkan kembali.”
Sergio menghela napas memeluk bahu sahabatnya, menepuk-nepuk memberikan kekuatan. “Lihatlah ke depan, semua akan berlalu.”
Armando menggelengkan kepala. “Aku sudah terlalu banyak menyakiti Virginia. Mungkin hanya dengan melihatku menderita dia bisa bahagia.”
“Armando Mendoza, kalau kakak ipar masih ada, dia pasti tak suka melihatmu seperti ini. Dia paling mencintaimu di dunia ini. Dia tak ingin melihatmu menderita.”
Armando meraup kasar wajahnya dengan dua tangan, menggelengkan kepala. “Dia tidak mencintaiku. Dia begitu membenciku sampai menyakiti diri sendiri. Apa hakku untuk dicintainya?”
Sergio tak tahu lagi harus bicara apa. Ia hanya bisa menatap sahabatnya penuh rasa iba.
…
Armando berjalan dalam gelapnya malam, tanpa sadar langkah kakinya membawa dirinya sampai di tepi pantai. Virginia tersenyum dan melambai, kemudian berbalik pergi meninggalkannya.
“Virginia… Jangan pergi!” teriak Armando. “Virginia… Awas ada ombak. Jangan ke sana
Ayo pulang bersamaku. Ayo pulang ke rumah!” Armando ingin mengejar tetapi kakinya seperti terpaku dan tak bisa digerakkan.
Virginia menoleh. “Rumah?” teriaknya. “Apa aku masih punya rumah?” tersenyum getir.
Armando menangis. “Maafkan aku sudah menyakitimu. Jangan pergi. Ayo kita pulang, ya? Aku akan memperbaiki semua kesalahanku.”
“Di dunia ini sudah tidak ada lagi yang kusayangi.” Virginia membalikkan badan lalu melanjutkan langkah.
“Tidak, jangan pergi. Kembalilah Virginia! Virginia … Kembalilah.” Armando berteriak semakin frustasi saat dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Virginia melangkah semakin jauh ke dalam laut hingga akhirnya tak lagi dapat terlihat.
“Virginia… kenapa kamu pergi? Kenapa tak mendengarku?” Armando jatuh berlutut di atas pasir. Menangis meraung. “Virginia….!”
.
.
“Virginia…!”
“Tuan, cepat bangun!”
“Virginia…!”
Armando tersentak dan membuka matanya. Napasnya tersengal, kaget ada Matilda di hadapannya.
“Maaf, saya masuk dengan lancang. Anda terus berteriak dalam tidur.” Matilda menundukkan kepala.
Armando menelan ludahnya kasar, menoleh ke sana kemari. Mendapati dirinya bukan di atas pasir melainkan di atas ranjang. “Ternyata hanya mimpi,” gumamnya.
“Keluar lah!” titahnya tanpa melihat ke arah Matilda.
Pelayan itu pun mengangguk lalu melangkah keluar.
Armando meraup wajahnya kasar. “Virginia,,, bahkan dalam mimpi pun kamu tak memberiku kesempatan untuk mendekat. Kenapa …? Kenapa aku harus kehilangan dirimu dulu baru sadar?”
Denting notifikasi pada ponsel, menandakan ada pesan masuk. Armando membuka dan melihat ada pesan singkat dari Esmeralda.
“Tuan, jangan lupa ada pertemuan dengan klien di restoran Amigos!”
Armando melihat penunjuk waktu, pukul 20.30. Pria itu pun segera bangkit dari ranjang. Sedikit heran, tak biasanya tertidur di jam itu. Sayangnya sekalinya bisa tidur malah melihat mimpi yang mengerikan. Kepergian Virginia.
*
Mobil yang dikendarai Armando telah sampai di tempat parkir restoran Amigos.
Seorang pelayan wanita menyambutnya begitu ia melangkah masuk. “Tuan Armando Mendoza, saya akan mengantar ke tempat Anda. Mari Ikuti saya.” Pelayan menunduk hormat.
Armando mengangguk mengikuti langkah pelayan hingga sampai di sebuah ruangan.
“Silakan dinikmati!” Pelayan menghidangkan secangkir kopi.
Armando mengangguk, mungkin dia memang butuh kopi. Ia meraih cangkir dan mendekatkan ke depan hidung. Menghirup aromanya, tak seharum kopi buatan Virginia, tapi mungkin akan membantu matanya tetapi terjaga. Ia tak ingin melihat mimpi itu lagi.
Baru saja hendak menyeruput kopi di tangannya, matanya menangkap siluet laki-laki dan perempuan yang ia kenal. Itu adalah Veronica dan pria yang kemarin ditemuinya.
Siapa pria itu? Kenapa Veronica bisa berada di tempat ini bersamanya? Berbagai kecurigaan berkecamuk dalam hati. Armando mengurungkan minum kopi lalu meletakkan kembali cangkirnya.
Sementara itu di ruangan sebelah, Veronica menuangkan minuman untuk Alessandro.
“Tuan Garcia. Aku benar-benar tidak menyangka kita benar-benar akan bertunangan hari ini. Bukankah ini terlalu cepat?”
Suara Veronica yang mendayu-dayu terdengar jelas di telinga Armando. Pria itu mengerutkan keningnya. Tuan Garcia? Veronica memanggil pria itu dengan sebutan Tuan Garcia? Apakah benar itu Alessandro Garcia, konglomerat muda paling terkenal di kota ini. Tapi bagaimana Veronica bisa bertunangan dengan nya? Sejak kapan mereka saling mengenal?
“Kalau tidak tiba-tiba namanya bukan kejutan,” ucap Alessandro.
Veronica tersenyum malu-malu. Tersipu dengan wajah merah. Sikap Alessandro sangat manis.
Ekor mata Alessandro melirik ruangan sebelahnya. Dia tahu Armando sudah berada di sana. Sebenarnya ia memang sengaja mengajak Veronica untuk datang ke tempat ini. Dan Ia juga yang sudah memerintahkan Bernardo mengatur agar Armando berada di tempat itu dalam waktu bersamaan.
kl ga mh dia mti jg bkln sia2,mna yg jhat msh hdp enk pula.....bls mreka dong buat bkti cnta sm istrimu,biar sma2 mraskn gmna skitnya...