Jadi Ibu Susu Bayi Mafia
"Aggh!" Nabila jatuh ke lantai. Namun, penderitaannya belum selesai.
Aryo, suaminya malah menendangnya bertubi-tubi. "Kamu benar-benar istri yang tidak punya otak, ya! Sekarang, bagaimana caranya aku membayarnya, hah!? Pake daun!? Kalau Haris sudah sekarat begitu, ya sudah ... biarkan saja! Toh, tak ada yang bisa membantunya selain menunggu ajal. Apalagi!?" Setelah puas menendang, ia lalu bertelak pinggang.
Nabila yang terisak, menengadah ke arah suaminya. "Tapi kita orang tuanya, Mas. Setidaknya kita berusaha agar dia merasa nyaman, bahkan di saat-saat terakhirnya ...." Kerudungnya sedikit miring karena tadi Aryo sempat menjambak kerudung segitiganya, sebelum mendorongnya ke lantai.
"Alah, sok kaya, kamu! Lalu sisanya, kamu bebankan padaku, hah!?" Aryo mendengus marah. Kedua matanya melebar karena kesal. "Kamu itu ...." Ia baru saja akan menendang lagi ketika sebuah tangan menahan bahunya.
"Hei, hentikan!"
Aryo menoleh. Seorang pria berkulit putih dengan tubuh tinggi tegap dan berwajah tampan, tampak seperti eksekutif muda dengan jas biru tuanya, menatapnya dengan tatapan menghujam.
Aryo menepis tangan pria itu dengan kasar. "Apa urusanmu, hah!?" Ia sebenarnya sedikit tidak percaya diri di samping pria berpakaian mahal itu, tapi berusaha menutupinya dengan tetap memasang wajah galak. "I-ini urusan rumah tanggaku, kenapa kamu ikut campur!?"
"Ini rumah sakit. Apa kamu tidak tahu ada larangan untuk berisik!?" Pria itu mulai kesal dan menatap tajam Aryo seakan ingin menguliti pria berkulit sawo matang itu hidup-hidup!
"Lho, apa urusanmu?" sindir Aryo hampir tertawa. "Ini urusan rumah tanggaku, jadi ja—."
Sebuah tangan lain menyambar Aryo dengan cepat hingga tubuhnya tahu-tahu sudah menempel ke dinding. Aryo melebarkan matanya karena terkejut. Ternyata ada pria lain yang menolong pria berwajah tampan ini. "Kamu mau cari mati, hah!? Beraninya menghina Tuan Hextor!" Pria itu mengunci leher Aryo dengan lengannya.
"Hei, lepaskan aku!" Aryo kesulitan bergerak.
Nabila ketakutan. Ia berhenti menangis dan cepat berdiri sambil merapikan kerudungnya. Biar bagaimanapun, Aryo adalah suaminya. Ia harus menyelamatkannya.
"Tolong, Pak, lepaskan suami Saya." Nabila memohon pada Hextor dengan menyatukan kedua tangan.
Kebetulan lorong rumah sakit itu tampak sepi hingga keributan ini tak bisa mengundang siapa pun untuk datang.
Hextor malah menatap aneh pada Nabila. "Dia sudah menyiksamu, kenapa kamu masih membelanya!?"
"Itu karena kesalahan Saya, Pak," aku Nabila.
Hextor mengerut dahi. "Kesalahanmu?"
"Iya."
"Ibu Haris Pangestu." Seorang suster datang menyambangi.
"Iya, Saya." Nabila menoleh.
"Ibu, tolong selesaikan administrasinya ya, baru bisa membawa bayinya pulang."
"Iya, Sus. Terima kasih."
"Bayi?" Bola mata Hextor melirik Nabila.
Suster itu pun tak sengaja melihat Aryo yang tengah ditekan ke dinding. Ia terkejut. "Itu, kenapa lagi!? Ada apa ini!?"
Pria yang menempelkan Aryo ke dinding, segera melepaskan. "Oh, tidak. Hanya bercanda ... ha ha ha. Teman lama. Iya, 'kan?" Pria itu melirik Aryo sambil menepuk-nepuk bahunya.
"Dia ...." Baru saja Aryo ingin melapor, ia mendapat tatapan tajam Hextor. Tentu saja nyalinya seketika ciut. "Eh, iya. Teman," ujarnya sambil menelan ludah.
"Oh, ya sudah." Suster itu kembali menatap Nabila. "Cepat diurus ya, Bu. Kita tidak bisa menyimpan lama-lama jenazah anak ibu di sini."
Sambil menghapus air matanya, Nabila hanya bisa mengangguk.
"Bayi? Bayinya meninggal? Kenapa kebetulan sekali ...." Hextor kembali melirik Nabila. Mata elang pria itu seketika menangkap bentuk dadda wanita muda itu yang sepertinya cukup besar walau tertutup kerudung.
"Mas ...," ucap Nabila melirik suaminya setelah suster itu menjauh.
"Tunggu dulu. Bayi kalian meninggal dunia?" Mata Hextor bergantian menatap Nabila dan Aryo.
"Emang kenapa!? Lu mau bayarin biaya rumah sakit anak gua!?" Ketus Aryo semakin kasar.
"Kalau iya, bagaimana?" ucap Hextor dengan wajah angkuh. Ia merapikan kerah kemejanya.
Aryo melongo sedang Nabila terkejut.
Aryo nampak tak yakin. "Bercanda, kan?"
"Tapi ada syaratnya." Hextor melirik dengan mata elangnya ke arah Nabila. "Aku butuh istrimu untuk bekerja di rumahku."
Aryo dan Nabila saling pandang.
"Eh kenapa bukan aku saja. Aku butuh pekerjaan." Aryo tiba-tiba mengganti nada bicara menjadi lebih ramah. Sebagai pekerjaan serabutan, pastilah ia senang bekerja di sebuah rumah mewah dengan segala fasilitasnya.
Hextor menyipitkan mata dan berdehem sebentar. "Ini bukan pekerjaan untuk laki-laki. Aku butuh istrimu untuk menyussui bayiku di rumah!"
Kembali Aryo dan Nabila saling pandang.
"Mau atau tidak!? Aku sedang buru-buru, ini!" ucap Hextor dengan wajah sebal. Ia tanpa sengaja lewat di tempat itu dan melihat pertengkaran keduanya hingga akhirnya ikut terlibat.
"Eh, boleh saja, tapi harus lebihkan dua juta lagi untukku, bagaimana?" ucap Aryo mengangkat dua jarinya dengan wajah senang. Belum apa-apa, ia sudah membayangkan akan mendapat uang besar bila membiarkan istrinya bekerja pada orang ini.
Hextor mengerut dahi. "Buat apa?"
"Buat penguburan bayiku lah, Pak. Dan pengeluaran seperti acara pengajian, dan lain-lain. Itu saja masih kurang." Dengan beraninya Aryo bernegosiasi.
Nabila melongo. "Mas, kenapa minta uang sebanyak itu?"
Aryo melirik istrinya dan berbisik."Ck, jangan bodoh! Menyussui bayi bapak ini pasti gajinya tidak kecil. Lagi pula, pasti tidak hanya sebulan. Hitung-hitung, itu untuk depe kamu kerja di sana, bodoh!"
"Tapi ..."
"Ok, Saya akan bayar. Jadi, setelah itu istrimu akan ikut Saya karena Saya butuh segera," sela Hextor tak sabar.
"Tapi, Saya ingin mengurus penguburan anak Saya dulu, Pak," pinta Nabila menatap pria berwajah indo itu.
"Tidak bisa! Saya butuh kamu hari ini juga!" Hextor berkeras.
Nabila ingin menolak tapi sang suami meraih bahunya.
"Nabila, sudah ... nanti biar aku yang mengurusnya, oke?" ucap Aryo menepuk dadda sendiri.
Hextor mendengarnya. "Oh ... namanya Nabila ...."
"Tapi ...." Nabila terlihat bingung.
Aryo tersenyum lebar. Ia kemudian menegakkan punggung. "Ok, jadi kapan dibayarnya?"
***
Hextor menyerahkan tumpukan uang kertas berwarna merah ke tangan Aryo. "Sudah ya. Aku buru-buru."
"Iya, terima kasih."
Hextor melirik Nabila. "Ayo, ikut!"
"Tapi, Pak. Saya mau melihat bayiku dulu, sebentaar ... saja. Bagaimana?" Nabila memohon. Ia ingin melihat bayi Haris untuk terakhir kalinya.
Hextor memutar kepalanya ke belakang. Ia memberi kode hingga dua orang pria berbadan tegap mendatanginya. Ternyata, sedari tadi ia punya dua orang bodyguard yang mengamatinya dari jauh. "Bawa perempuan ini bersamaku."
"Baik, Pak!" Kedua orang itu menarik lengan Nabila di kiri kanannya sambil mengikuti Hextor.
"Eh-eh, tunggu dulu!" Namun, tentu saja Nabila tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikutinya. "Mas ..." Ia menoleh pada suaminya.
Aryo hanya melambaikan tangan pelan dengan senyum di kulum. Ia tentu saja senang. Selain biaya berobat bayinya dibayar Hextor, ia juga dapat uang lebih. Dipandanginya uang itu dengan mata berbinar dan kemudian mengeccupnya. "Ah, begitu gampangnya dapat uang ini. Apalagi ya, yang akan kulakukan dengan ini ...." Ia terbayang lagi pacarnya yang tidak pernah diketahui Nabila. Padahal tinggal tidak jauh dari rumah mereka. "Ah, Marni ... aku datang ...," ucapnya setengah menari-nari melangkah ke tempat anaknya berada. "Tunggu aku ya, Sayang ... aku selesaikan cecunguk kecil ini."
Nabila mengikuti Hextor sampai ke sebuah pintu. Hextor yang berada di depan menoleh ke belakang. "Kalian tunggu di sini. Aku mau masuk dulu."
Nabila melihat nama ruangan itu di atas pintu. Pemulasaraan Jenazah. "Eh, ini 'kan tempat jenazah bayiku?"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
kalea rizuky
nemu pas baca novel. author. lain dia promosi ne novel mampir deh. moga g end tengah jalan ya thor
2025-09-04
1
Nar Sih
mampir kak
2025-08-29
1