Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu Mertua
"Tunggu!" Suara ibu mertua menggema di tengah rumah, menghentikan dua pelayan yang sedang menyeret tubuh Lusiana.
Namun, tatapan mata Helena, memberi mereka isyarat untuk tetap melanjutkan pekerjaan mereka. Yaitu, membawa Lusiana ke ruang bawah tanah yang dingin.
"Hei, kalian tidak mendengarkan aku! Hentikan!" jerit ibu mertua dengan langkah cepat ingin menghentikan mereka berdua.
Helena melirik dengan tajam, dari sudut matanya ia bisa melihat reaksi Ferdinan yang juga ingin menghentikan para pelayan itu. Akan tetapi, dia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.
"Hei, berhenti! Aku bilang berhenti!" jerit ibu mertua semakin mempercepat langkahnya.
Helena dengan sigap mencekal pergelangan tangan wanita setengah baya itu saat ia melintas di sampingnya.
"Lepaskan tanganku! Apa yang kau lakukan?" bentaknya tak terima sembari menghempaskan tangan Helena, tapi tak bisa.
"Kau kejam, Helena! Sekarang salju masih turun dengan lebat, dan kau menghukum Lusiana di ruang bawah tanah. Dia akan mati membeku!" ucap sang ibu mertua membela wanita itu.
Dia tidak akan mati. Dulu, kalian begitu kejam padaku. Di saat badai salju kalian mengurungku di ruang bawah tanah. Sekarang, kau terlihat sangat panik melihat wanita itu.
Helena tersenyum, melepaskan tangannya pelan-pelan dan memerintahkan beberapa pelayan yang berkumpul untuk memblokir jalan.
"Ibu terlihat begitu panik. Ada apa ini? Apa dia kerabat Ibu, atau ...." Helena melirik Ferdinan.
Hal tersebut membuat laki-laki itu melengos dan ibu mertua menjadi gelisah. Dia sudah salah langkah, bertindak terburu-buru karena mengkhawatirkan Julian yang terus mengoceh soal ibunya.
"Kau jangan mengalihkan pembicaraan! Kau tahu di luar salju sedang turun dengan lebat, mengurung Lusiana di ruang bawah tanah itu akan membuatnya mati kedinginan. Kau tidak takut akan hal itu?" ucap ibu mertua, mata tuanya melotot tepat pada kedua manik Helena. Ada ketakutan, rasa cemas, dan kegelisahan di dalamnya.
Helene tersenyum, mematri tatapan pada kedua manik tersebut. Tak kalah tajam, dia ingin mengintimidasi ibu mertuanya.
"Dia tidak akan mati! Dia sudah melanggar aturan rumah belakang dan menyusup ke rumah utama dengan penampilannya yang terlihat seperti seorang p*l*cur. Untuk apa dia melakukan itu? Apa Ibu tahu sesuatu?" sahut Helena dengan tatapan tajam menghujam.
Jantung tua wanita itu berdegup tak beraturan, napasnya memberat, rongga dada seolah-olah menyempit menghalau udara yang datang. Helena tersenyum di saat ibu mertua seketika bungkam.
"Oh, aku tahu ... ini pasti rencana Ibu yang memasukkan Lusiana ke rumah utama untuk menggoda suamiku. Mungkin saja Ibu juga yang menyuruh Ferdinan membawanya ke rumah ini dengan tujuan jahat. Kalian ingin aku pergi dari rumah ini. Kau sungguh tega, Ibu. Kau tinggal di rumahku, makan dari uangku, dan semua kebutuhanmu aku yang mencukupi, tapi apa yang kau lakukan untukku?" cerocos Helena semakin menutup rapat bibir keriput itu.
Ibu mertua gelisah, kebingungan tak tahu harus menjawab apa.
Sial! Ternyata benar dia sudah lebih pintar dari sebelumnya. Apa yang terjadi padanya?
Ibu mertua mengumpat di dalam hati, berpikir keras untuk menjawab kata-kata Helena.
"Tidak! Bukan begitu, Helena! Kau salah paham," ucap Ferdinan mencoba menenangkan istrinya.
"Diam! Bukan saatnya untukmu berbicara di sini. Aku belum menentukan hukuman yang layak untukmu!" sengit Helena membungkam Ferdinan seketika.
Ibu mertua semakin panik, berpikir keras untuk mencari alasan. Begitu juga laki-laki itu, seketika dibuat bingung oleh kata-kata Helena.
"Menghukumku? Apa salahku?" tanya Ferdinan berpura-pura tak mengerti.
Apakah dia tahu yang sebenarnya? Apa yang akan dia lakukan? Oh, tidak! Lusiana sialan! Lebih baik kau mati di ruang bawah sana!
Ferdinan mengumpat, merasa menyesal karena telah membawa Lusiana masuk ke rumah. Dia pikir wanita itu pintar dan akan membuat Helena merasa iba kepadanya.
"Tentu saja kau salah. Kau pikir aku tidak tahu apa yang terjadi semalam?" ujar Helena sambil tersenyum.
Deg!
Jadi, dia benar-benar tahu kejadian semalam? Lina, pasti pelayan rendahan itu yang memberitahunya. Awas kau, sialan! Ferdinan mengancam di dalam hati, dia akan melakukan sesuatu untuk membalas Lina.
"Jangan pernah berpikir untuk menyakiti para pekerja di rumah ini. Sedikit saja kau mengusik mereka, kau akan tahu akibatnya!" ancam Helena tidak main-main.
Ferdinan meneguk saliva, peluh bercucuran di wajahnya. Tak menyangka Helena akan tahu apa yang sedang dia pikirkan.
"Helena, ini masih pagi buta. Tidak baik untuk kalian berdua bertengkar seperti ini. Sudahlah, Ibu tidak akan mempersalahkan soal Lusiana, tapi suamimu ... apa kesalahannya sehingga dia harus ikut dihukum?" tanya ibu mertua menurunkan egonya.
Ia membuang amarah dan menggunakan kelembutan untuk merayu sang menantu. Helena mendengus, melirik tajam pada suaminya.
"Kau bisa tanya pada anakmu sendiri, Ibu. Tanyakan padanya apa yang dia lakukan semalam? Atau jangan-jangan kau juga sudah mengetahuinya, Ibu. Hanya saja berpura-pura agar terbebas dari hukuman," ujar Helena kembali mengundang amarah di dalam diri dua manusia itu.
"Cukup, Helena! Kau sungguh keterlaluan memfitnah ibuku. Ingat, Helena, dia adalah ibu mertuamu!" hardik Ferdinan tak terima dengan ucapan istrinya itu.
Helena tertawa kecil, dia merasa sangat puas melihat wajah panik kedua manusia itu.
"Kenapa kau panik sekali, suamiku? Siapapun dia, jika bersalah maka harus menerima hukuman. Jika tidak terima, silahkan bayar uang denda dan keluar dari rumah ini!" ujar Helena tanpa berperasaan.
Ferdinan membeku, kedua matanya melotot nyaris keluar dari tempatnya. Tangannya mengepal, menekan emosi yang terus membuncah.
"Kau!" Ferdinan menggeram, matanya menatap sang ibu yang sudah berwajah pucat pasi.
Plak!
dan kekuatan sekali jika itu adalah ayah kandungnya si Keano 👍😁
Tapi kamu juga harus lrbih berhati” ya takutnya mereka akan melakukan sesuatu sama kamu dan Keano 🫢🫢🫢