PERINGATAN!!!! SELURUH ISI CERITA NOVEL INI HANYA FIKTIF DAN TIDAK RAMAH ANAK ANAK. PERINGATAN KERAS, SEMUA ADEGAN TAK BOLEH DITIRU APAPUN ALASANNYA.
Setelah membantu suaminya dalam perang saudara, dan mengotori tangannya dengan darah dari saudara-saudara suaminya, Fiona di bunuh oleh suaminya sendiri, dengan alasan sudah tak dibutuhkan. Fiona bangkit kembali, ke lima tahun sebelum kejadian itu, dengan tekad kuat untuk membalas Dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
"Eleanor, kau bodoh sekali," ujar Fiona dengan tatapan penuh kemenangan sambil tersenyum sinis, berdiri tegak di samping Vergil yang sedari tadi hanya memerhatikan. "Bukannya aku tidak menduga kau akan tertangkap semudah ini, tapi aku terkejut dengan kebodohanmu yang meninggalkan pengawal-pengawalmu, terutama saat kau tahu aku ada di sini."
Mendengar perkataan Fiona, mata Ratu Eleanor membelalak tak percaya. "Kau! Fiona sialan! Aku tahu kau yang dalang di balik semua ini!" dia memekik, mencoba memberontak dari ikatan di pergelangan tangannya. "Dasar jalang! Kau pikir kau bisa lolos setelah ini? Aku akan membunuhmu!"
"Membunuhku?" sahut Fiona, tertawa kecil. "Kau bahkan tidak bisa menyakitiku saat aku tidak berdaya, bagaimana kau bisa melakukannya sekarang? Kau pikir aku akan membiarkanmu menang? Sejak awal kau sudah kalah, Eleanor."
Ratu Eleanor meronta semakin keras, urat-urat di lehernya menonjol. "Aku akan pastikan kau mati! Kau akan membusuk di neraka!"
Fiona mendekat, menundukkan kepalanya agar sejajar dengan wajah Ratu Eleanor. "Aku sudah berada di neraka, Eleanor, dan aku akan membawamu bersamaku."
Mendengar perkataan Fiona, Vergil melangkah maju, memegang leher Ratu Eleanor, dan mendekatkannya ke Fiona. "Kau mau dia lebih dekat?" Vergil bertanya dengan nada yang sangat dingin, memandangi Fiona dengan tatapan yang sangat licik.
Fiona tersenyum puas. "Tentu saja," jawabnya, memiringkan kepalanya. "Aku ingin melihat tatapan matanya saat aku memberi tahu siapa yang sebenarnya jalang."
"Kau tahu, Vergil?" Fiona berkata, matanya menatap tajam ke arah Ratu Eleanor. "Yang jalang itu sebenarnya dirimu, Eleanor."
Vergil membalas dengan senyum jahat, dan Ratu Eleanor terkejut, matanya membelalak ketakutan, ia berteriak dengan suara keras. "Apa maksudmu?! Vergil! Tidak! Apa yang kalian rencanakan?!"
Namun, Vergil tidak menjawab. Dia hanya tertawa, mengabaikan teriakan ketakutan Ratu Eleanor.
"Kenapa kau tidak menjawab?" Fiona bertanya kepada Vergil, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Kau ingin membuat dia semakin bingung, atau kau punya rencana lain? Beri tahu aku."
Vergil menghela napas panjang, mengendurkan cengkeramannya di leher Ratu Eleanor. "Tentu saja aku tidak akan menjawab, Fiona. Tidak saat dia sudah terikat di sini, menjadi tawanan kita. Biarkan dia bingung, biarkan dia ketakutan, biarkan dia berpikir dia akan mati. Bukankah itu yang kau inginkan?"
"Bukan itu," jawab Fiona, menggelengkan kepalanya perlahan. "Aku punya rencana lain untuknya, tapi ini harus melibatkan Tristan dan Felix. Mereka berdua harus saling bunuh karena salah paham."
Vergil mengernyitkan dahi, matanya menunjukkan ketidaksenangan. "Rencana itu sudah kau jalankan sejak awal, Fiona. Apa bedanya sekarang? Kau ingin aku membantumu?"
"Tentu saja," jawab Fiona, "Vergil, panggil Tristan kemari dan berikan informasi pada Felix bahwa Tristan telah menculik ibunya. Biarkan mereka saling membunuh karena salah paham."
"Aku tidak yakin itu akan berhasil, Fiona," Vergil membalas, matanya menatap tajam ke arah Fiona. "Felix tahu bahwa Tristan adalah bonekaku, dan dia tidak akan percaya bahwa Tristan akan melakukan hal bodoh seperti itu."
"Kalau begitu, buat dia percaya," Fiona mendesak. "Lakukan apa pun yang diperlukan, Vergil. Gunakan semua yang kau punya untuk membuat mereka saling bunuh. Kau sudah tahu seberapa liciknya aku."
Vergil membalas dengan seringai sinis. "Baiklah, gadis bodoh. Aku akan lakukan apa yang kau minta. Tapi, ingat, jangan sampai kau mati sebelum rencanaku berhasil."
"Tentu, Pangeran," ujar Fiona dengan suara lembut yang terdengar kontras dengan seringai sinisnya. "Lagipula, bagaimana wanita licik yang terikat ini bisa membunuhku?" Fiona bertanya, menoleh ke arah Ratu Eleanor yang terdiam, matanya penuh dengan kengerian.
Vergil tidak menjawab, hanya melemparkan pandangan meremehkan ke arah Ratu Eleanor, lalu kembali menatap Fiona. "Jangan meremehkan seorang ratu yang sudah putus asa. Apa pun bisa terjadi."
"Tidak," sahut Fiona, menggelengkan kepalanya. "Kau yang tidak tahu seberapa besar dendam yang kumiliki. Dan wanita licik ini tidak seberapa dibandingkan dengan dirimu, Pangeran Vergil. Kau yang mengajarkanku untuk tidak percaya pada siapa pun."
"Aku akan membawakan Tristan dan Felix kemari," kata Vergil dengan suara dingin, sebelum berjalan mendekat ke arah Ratu Eleanor. Tanpa basa-basi, dia menyumpal mulut wanita itu dengan kain kotor yang diambilnya dari saku jubahnya. Ratu Eleanor hanya bisa meronta, matanya membelalak ketakutan, namun suaranya teredam oleh kain itu. Vergil lalu berjalan pergi, meninggalkan Fiona dan Ratu Eleanor berdua di dalam ruangan.
Fiona melihat Vergil pergi, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ratu Eleanor, senyum puas terukir di wajahnya. Dia mendekat, berjongkok di samping ranjang, dan membelai pipi Ratu Eleanor yang gemetar.
"Apakah kau kedinginan, Yang Mulia?" bisik Fiona, suaranya terdengar manis, namun ada nada keji di dalamnya. "Aku yakin kau tidak tahu bahwa orang yang kau benci akan menyiksamu hingga sekarat."
Fiona kemudian mengambil sebilah pisau dari balik gaunnya, mengusapnya dengan ibu jarinya, dan menempelkannya ke leher Ratu Eleanor. Dia menekan perlahan, membuat darah segar menetes dari luka kecil di leher Ratu Eleanor.
Fiona terus menyiksa Ratu Eleanor, tawa kegilaan terdengar memenuhi seluruh ruangan. Dia mulai menyayat kulit Ratu Eleanor, setiap sayatan kecilnya menghasilkan jeritan yang teredam dari wanita itu. Fiona menikmati rasa sakit yang dia timbulkan, dia membuat setiap goresan di tubuh Ratu Eleanor sebagai balas dendam atas kehancurannya di kehidupan sebelumnya.
"Apakah ini terasa sakit, Yang Mulia?" bisik Fiona, menekan pisaunya lebih dalam. "Aku yakin kau bahkan tidak merasakan sepersejuta rasa sakit yang kurasakan. Kau pikir kau bisa lolos begitu saja? Tidak, tidak akan ada yang bisa lolos dari cengkeramanku."
Sementara itu, Vergil dengan langkah tenang kembali ke istana. Dia melihat beberapa pengawal Felix sedang berjaga di dekat aula. Dengan senyum licik, ia mendekati salah satu pengawal yang tampak paling muda dan paling mudah dihasut. "Tidakkah kau merasa aneh?" bisik Vergil dengan suara yang pelan, memastikan hanya pengawal itu yang mendengarnya. "Aku baru saja melihat Pangeran Tristan bergegas pergi dari koridor Ratu Eleanor. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu."
"Apa maksudmu pangeran?," jawab pengawal itu, dengan suara yang bergetar. "Aku melihatnya menculik ratu, tapi jangan beritahu siapapun bahwa aku yang melihatnya." Vergil tersenyum, menyuruh pengawal itu untuk menyampaikan informasi kepada Felix bahwa ibunya telah diculik Tristan dan sedang disiksa.
Vergil berjalan pergi, menyisakan pengawal yang kebingungan. Kemudian, dia menyelinap ke gerbang belakang istana, tempat dia menyuruh Tristan untuk datang. Tidak lama kemudian, Tristan datang, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Kenapa kau menyuruhku kemari?" tanyanya.
Vergil tersenyum, menepuk bahu Tristan. "Temui aku di rumah kecil dalam hutan biasa kita bertemu, ada urusan yang harus kau selesaikan." Vergil memerintahkan, matanya menunjukkan sebuah peringatan. "Ini akan menjadi kesempatanmu untuk melunasi hutangmu. Jadi datanglah dengan segera, Tristan."