Penyihir yang menjadi Buku Sihir di kehidupan keduanya.
Di sebuah dunia sihir. Dimana Sihir sudah meraja rela, namun bukan berarti tidak ada Pendekar dan Swordman di Dunia Sihir ini.
Kisah yang menceritakan pemuda yang memiliki saudara, yang bernama Len ji dan Leon ji. Yang akan di ceritakan adalah si Leon ji nya, adek nya. Dan perpisahan mereka di awali ketika Leon di Reinkarnasi menjadi Buku Sihir! Yang dimana buku itu menyimpan sesuatu kekuatan yang besar dan jika sampulnya di buka, maka seketika Kontrak pun terjadi!.
"Baca aku!!" Kata Leon yang sangat marah karena dirinya yang di Reinkarnasi menjadi Buku. Dan ia berjanji, siapa pun yang membaca nya, akan menjadi 'Penyihir Agung'!. Inilah kisah yang menceritakan perjalanan hidup Leon sebagai Buku Sihir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karya Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Hari ini kita disuruh membersihkan R-1" Kata Nel. Mereka sedang dalam perjalanan menuju gedung 3.
"Ku harap tidak banyak debu yang bersembunyi disana.." Kata Nel. Ia tidak mau berlama-lama dan menghabiskan waktu dengan hanya bersih-bersih.
"Omong-omong... Mengapa Nel juga bersih-bersih? Kesalahan apa yang membuatnya dihukum seperti-mu?"
Leon bertanya. Ia sudah curiga sejak awal. Menurutnya mungkin Riley ber-omong kosong mengatakan bahwa Rafael dihukum, padahal nyatanya itu tugas bagi siapa yang menjadi murid nya.
'Eh.. Benar... Mengapa Nel juga dihukum...?' Rafael juga menyetujui nya. Mereka se-pemikiran.
"Apa kau dihukum?" Rafael memutuskan untuk bertanya. Ia juga penasaran. Dengan memelankan suaranya.
"Hah? Apa maksudmu? Aku salah apa?" Nel menoleh ke Rafael. Ia menaikkan satu alisnya. Tentu ia tidak mengerti apa maksud Rafael.
"Ah.. Lupakan.." Kata Rafael. Ia menoleh kearah yang lain. Ia sudah mendapatkan jawabannya.
'Aneh..' Batin Nel. Ia merasa heran dengan Rafael.
Mereka melanjutkan perjalanan.
'Riley berbohong' Batin Rafael.
Dengan begini sudah dapat dipastikan bahwa sebenarnya Rafael tidak dihukum sama sekali. Bukannya tidak terima, tetapi Rafael sedikit merasa kesal.
"Kau harus berterima kasih padanya" Kata Leon. Ia tersenyum. Ternyata Riley benar-benar sayang pada Rafael.
••<~>••
Sampailah mereka di ruangan-nya. Lagi-lagi sepi, bukan sepi karena semua anak-anak sudah selesai, tetapi karena belum dimulai.
"Kita harus cepat" Kata Nel. Ia bergegas mengambil peralatan kebersihan di gudang. Diikuti dengan Rafael yang tertinggal.
Mereka melewati R-3. Membuat Leon bergidik. Ia melihat sesuatu lagi.
"Sosok itu lagi... Tapi, mengapa selalu di kelas Damian?" Leon dan Rafael berhenti. Mereka melihat sosok itu, tidak ada rasa takut.
Ia melihat Rafael, atau lebih tepatnya ke arah Leon. Itu akan menjadi sebuah kesempatan bagi Leon. Kali ini ia harus mengingat dengan benar. Muka anak itu sangat familiar.
'Jujur pada-ku.. Sebenarnya kau kenal dia?' Tanya batin Rafael kepada Leon. Ia merasa dihantui, seolah-olah roh itu menandai Leon.
'Aku merasa bahwa ia adalah roh yang ingin balas dendam pada mu' Kata Rafael. Perkataannya barusan membuat Leon mengingat sesuatu kejadian.
"Balas dendam.. Mungkinkah... Lauren?" Leon mengatakannya dengan pelan, seolah nama itu benar-benar roh yang ada disana.
"Benar! Itu Lauren! Mukanya sama... Mengapa aku tidak ingat sih!!" Leon akhirnya mengingatnya. Roh itu adalah jiwa Lauren yang malang.
'Tapi... Mengapa ia tidak mati? Mengapa masih berkeliaran?...' Rafael bertanya.
"Sihir. Ada yang membuatnya abadi... Seolah dendam nya harus ia lunasi" Kata Leon. Dingin. Seketika penuh dengan keseriusan.
Kali ini Leon ingat. Saat ia memerintah nya untuk mati, dirinya sedang dilanda amarah, seolah saat itu ia dipenuhi dendam. Jadi, kematian Lauren disebabkan oleh dendam. Kematian yang tidak bersalah.
Dan dendam harus dibalas dengan dendam, kematian dibalas dengan kematian juga.
'Kau harus menyelesaikan urusan mu dengannya' Kata batin Rafael. Ia mengerutkan dahinya. Ia tahu, hanya ada satu cara untuk menyelesaikan semuanya.
Hanya kematian Leon lah satu-satu nya yang ingin Lauren inginkan. Itulah dendam.
Namun saat Leon hendak akan menuju Lauren, Nel memanggil mereka. Membuat Leon mengurungkan niatnya.
Rafael menoleh kepada Nel saat Nel memanggilnya. Tampak Nel sedang kesusahan membawa dua buah ember.
"Sini bantu aku!" Teriak Nel. Tampaknya ia benar-benar kesusahan.
Rafael bergegas kesana. Diikuti dengan Leon. Walau Leon sedikit ragu. Ia takut Nel melihat Lauren.
"Mengapa kau diam saja?! Kan sudah aku ajak..." Tampak nya Nel sedikit kesal. Rafael yang bertingkah seperti orang bodoh membuat nya kesal.
"Maaf.. Ku pikir kau kuat, bisa mengangkat semua ini.." Ejek Rafael. Ia ingin mencairkan suasana yang hampir mengeras.
"Diamlah.." Kata Nel. Ia jalan lebih dulu. Sepertinya perkataan Rafael tadi diterima oleh nya.
Rafael tertawa pelan sembari mengikuti nya dari belakang.
Begitu juga dengan Leon. Walau ia sedikit ragu meninggalkan sosok itu. Sampai-sampai ia melayang sembari melihat mukanya terus.
"Maaf..." Gumam Leon. Ia sedikit merasa bersalah melihat anak yang tidak salah apapun dibuatnya terkurung didunia ini.
Lain kali, ia akan menyelesaikan urusan ini. Leon berjanji.
••<~>••
Mereka tengah dalam membersihkan ruangan itu sekarang. Mungkin sudah 20 menit dari Leon berpisah dengan Lauren.
"Hah... Akhirnya selesai.." Nel menghela nafas. Pekerjaan membersihkan ruangan yang agak luas begini cukup menguras keringat.
"Kau mau kembali ke asrama?" Rafael bertanya kepada Nel. Mereka kembali mengembalikan peralatan.
Leon tidak mendapati roh Lauren lagi. Sepertinya ia tidak muncul.
"Ya... " Nel menjawabnya. Ia tampak sangat lelah.
Setelah mereka meletakkan peralatan nya. Mereka pulang.
"Ada apa?" Nel bertanya. Ia dapati Rafael berhenti ketika ditengah perjalanan.
Rafael teringat. Ia harus menemui Damian terlebih dahulu. Jadi ia harus membuat alasan.
"Aha.. Aku lupa, ada barang ku yang tertinggal... Kau luan saja!..." Rafael langsung bergegas pergi. Ia tidak mau ada pertanyaan yang muncul dari mulut Nel.
Nel bengong. Memandang Rafael yang pergi menjauh. "Ia tidak pandai berbohong..." Gumam Nel.
Ia menyeringai setelahnya.
...
"Bisa-bisanya kau lupa..." Kata Leon. Ia jugalah yang mengingatkan Rafael.
'Maaf maaf...' Rafael membatin. Ia segera ke ruangan R-3.
Klotak!
Klotok!
Rafael berlari di koridor. Membuat suasana sepi seolah terpadu dengan keributan orang banyak. Dengan suara sepatunya yang seolah menyatu dengan langkah orang lain.
Sampailah mereka. Sepertinya terlambat. Damian sudah berada di sana lebih dulu.
"Cepat lah... Kita tidak punya banyak waktu" Damian tampak sudah bersiap. Ia harus memulai kelas setelah ini, jadi mereka harus cepat.
"Tidak ada orang yang mengikuti-mu, kan?" Damian bertanya. Seketika suasana menjadi dingin. Tanya nya seolah menyingkirkan kehangatan.
"Tentu saja.." Dengan penuh percaya diri.
"Kalau begitu, langsung saja kita mulai. Akan ku jelaskan kontrak macam apa yang akan kita jalin" Damian berjalan menuju jendela ruangan itu.
Rafael dan Leon membuka telinganya lebar-lebar, tatapan mereka sangat lekat, memandang punggung Damian.
"Kita akan sepakat untuk menjaga privasi satu sama lain. Aku menjaga tentang kebenaran Master-mu, kau menjaga tentang privasi ku, sembari kau membantu ku juga"
Damian mulai menjelaskan. Ia memandangi luar jendela.
"Apa yang harus aku lakukan untuk mu?" Rafael menanyakan apa maksud bantuan yang dikatakan Damian barusan.
Sebelum menjawab, Damian memandang keatas langit. Sepertinya ia agak sulit untuk mengatakannya.
"Mata Dewa ini" Kata Damian sembari berbalik dan menunjukkan mata kirinya yang berwarna kuning.
"Ada yang mengincar ini" Damian melanjutkan perkataannya. Jelas ia membawa omongan ini semakin serius.
Rafael menaikkan satu alisnya. Ia tidak menyangka akan hal itu. Lalu bertanya.
"Siapa?" Rafael menanyakannya. Mukanya dipenuhi dengan kebingungan.
Dengan nada pelan dan dingin, Damian menjawab, "Uskup Penyihir Kegelapan" Katanya sembari mendekatkan dirinya lebih dekat pada Rafael.
Perkataan itu membuat Leon bergidik. Ia tahu kelompok mereka. Mereka adalah Penyihir yang sangat kejam dan sesat. Rupanya mereka masih belum lenyap, padahal sudah beribu-ribu tahun lalu.
"U-uskup Penyihir Kegelapan?.." Rafael bertanya, ia baru pertama kali mendengar perkataan itu.
Damian mengangguk. "Mereka bukanlah Penyihir tingkat rendah, saingan mereka hanyalah Penyihir Agung. Sialnya mereka mengincar Mata Dewa ku ini, entah mengapa mereka ingin merebutnya dariku, padahal mereka tidak akan bisa"
Damian berbalik badan ke jendela lagi. Kali ini tatapannya sedikit berubah.
"Lalu, kau ingin kami untuk melindungi mu?.." Kali ini Leon yang bertanya. Ia melipat tangan depan dada. Leon sudah bisa menebaknya.
"Tidak ada orang lain yang bisa aku andalkan, hanya kalianlah orang nya, mengingat Mata Dewa ku tidak boleh diketahui oleh siapapun. Dan kini kalian sudah tahu, maka dari itu aku meminta bantuan kalian, walau akan lebih baik kalau aku meminta bantuan Penyihir Agung, tetapi..."
Damian menghentikan omongannya. Ia berbalik lagi. Mendekat ke Rafael. Langkahnya sangat smooth.
Sepertinya ia akan membisikkan sebuah kata yang selama ini ia sembunyikan dari siapapun -- Rahasia besar.
"Aku adalah Agen Dewa Cahaya.." Damian mendekatkan bibirnya ke kuping Rafael. Dengan suara berbisik, hanya Rafael sajalah yang mendengarnya. Bahkan Leon tidak mendengarnya.
Sebenarnya Damian dari lahir sudah memiliki Mata Dewa itu -- matanya belang dari kecil. Sedangkan biasanya kalau sudah dewasa dulu, baru diwariskan. Namun tidak ada orang yang tahu bahwa itu Mata Dewa, dari God of Light.
Rafael bergidik. Ia sedikit melangkah mundur. Ia kaget, Agen Dewa katanya?! Damian Agen Dewa?! Itu membuat Rafael semakin yakin bahwa Damian benar-benar anak yang terpilih.
Leon yang melihat Rafael sampai bereaksi begitu hanya bisa menaikkan satu alisnya. Ia tidak mendengarnya sama sekali.
Damian sedikit menjauh dari Rafael, namun mulut Rafael masih ternga-nga.
"Aku tidak boleh memberi tahu siapapun, sampai aku menemukan yang Ia -- Dewa Cahaya -- cari. Tenang saja, untuk mencari itu kalian tidak akan terlibat kok.."
Kata Damian lagi. Ia mengatakannya dengan tenang, seolah ia mempercayakan rahasia terbesarnya kepada Rafael.
Dengan pernyataan Damian barusan, sudah cukup membuat kesimpulan Rafael sempurna tentang mengapa Damian memiliki Mata Dewa.
Singkatnya, Kontrak Damian begini -- ada yang ingin merebut Mata Dewa itu. Dan Damian ingin melindungi Mata nya, sedangkan orang lain tidak boleh tahu tentang Mata Dewa ini. Jadi, Damian hanya bisa meminta bantuan dari Leon dan Rafael. Jadi mereka saling menyembunyikan privasi satu sama lain.
"Jadi... Kalian sudah tahu macam apa kontrak yang akan kita jalin, kan?.. Kita saling menitipkan rahasia kita. Dan kalian juga harus membantu ku untuk melindungi nyawaku dari Uskup Penyihir Kegelapan"
Damian tersenyum. Akhirnya sisi dinginnya berubah menjadi hangat. Senyumannya manis.
"Baiklah... Aku mengerti.. Kami akan sebaik mungkin menjaga rahasiamu, dan sebisa mungkin membantu mu" Kata Leon. Ia menyetujui kontrak nya. Dengan begitu kontrak terjalin.
Damian menyayat kulitnya dengan giginya, membuat darahnya keluar. "Tidak cukup bila hanya segitu, kita akan membuat Kontrak Ikatan Darah, menggunakan Sihir" Ia menatap Rafael dan Leon.
Leon tersentak. Ia tahu, bila salah satu melanggar, maka nyawa taruhannya. Kontrak Ikatan Darah tidak bisa dibatalkan ataupun diputus, sampai mati barulah itu terputus.
"K-kau serius?" Leon sedikit ragu. Ia hanya takut Rafael akan mati kalau ia melakukan tindakan yang ceroboh.
"Kenapa? Takut? Buktikan dong, bahwa ucapan kalian itu dapat dipercaya~" Damian menyayat tangan Rafael dengan kukunya, sangat tajam.
Rafael menahan sakitnya. Ini semua demi Master nya. Dan setelahnya Damian menempelkan darah mereka satu sama lain. Jempol dengan jempol.
Lalu mengambil nafas untuk memulai awal dari kontrak ini.
"Sanguis Pactum " Damian mengucapkan Mantra, membuat darah mereka mengering. Seolah darah mereka telah diterima oleh ikatan takdir.
Rafael memejamkan mata, itu karena sedikit sakit. Mungkin bagi Damian biasa saja, tapi bagi Rafael ada sedikit tegangan di jempol nya. Itu artinya Mantranya berfungsi.
"Dengan begini bagi siapa yang melanggar kontrak ini, maka nyawanya akan direnggut" Damian menarik nya.
Begitulah kontrak mereka terjalin. Membuat tekanan yang besar bagi Rafael dan Leon.