Semua orang mengira Zayan adalah anak tunggal. Namun nyatanya dia punya saudara kembar bernama Zidan. Saudara yang sengaja disembunyikan dari dunia karena dirinya berbeda.
Sampai suatu hari Zidan mendadak disuruh menjadi pewaris dan menggantikan posisi Zayan!
Perang antar saudara lantas dimulai. Hingga kesepakatan antar Zidan dan Zayan muncul ketika sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka. Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 - Siapa?
Sore itu, langit mulai berwarna jingga keemasan ketika Jefri mengetuk pintu apartemen Zidan. Dari dalam terdengar suara langkah cepat sebelum pintu dibuka.
“Ayah?” ucap Zidan sedikit terkejut. “Kok nggak bilang mau datang?”
Jefri tersenyum hangat. “Ayah cuma ingin lihat anak Ayah yang sekarang sudah sibuk kerja.”
Zidan menyingkir memberi jalan. “Masuk, Yah. Aku baru bikin teh, mau?”
“Tentu mau.”
Mereka duduk di ruang tamu yang sederhana tapi rapi. Zidan menuangkan teh untuk ayahnya, lalu ikut duduk di seberang. Ada keheningan hangat sesaat sebelum Jefri membuka percakapan.
“Jadi gimana kerjaan barumu, Dan?” tanyanya lembut.
Zidan tersenyum, memutar cangkir teh di tangannya. “Seru, Yah. Berat sih, tapi aku suka. Dunia karyawan itu ternyata nggak mudah. Semua orang kerja keras tanpa mengeluh.”
“Bagus,” kata Jefri sambil mengangguk. “Itu pelajaran penting. Kadang kita baru benar-benar tahu arti kerja keras setelah melihatnya dari bawah.”
Zidan menatap ayahnya dengan senyum kecil. “Aku bisa belajar menghargai setiap orang di perusahaan, bukan cuma duduk di atas dan nyuruh-nyuruh.”
Jefri tertawa kecil. “Tepat sekali. Tapi jangan lupa istirahat juga, Dan. Kau terlalu serius.”
Zidan ikut tertawa. “Kata siapa? Aku justru menikmati. Mereka di kantor juga baik, Yah. Ada Mbak Sinta yang sabar ngajarin aku, terus Nova…” Ia terdiam sejenak. "Kadang dia cerewet," lanjutnya.
Jefri mengangguk pelan, senyum kecil muncul di sudut bibirnya. “Ah, jadi sudah ada yang cerewet mengatur hidupmu, ya?”
“Bukan gitu, Yah!” Zidan terkekeh malu. “Dia cuma bantu kerjaan.”
Tawa Jefri pelan tapi penuh kehangatan. Setelahnya, suasana menjadi lebih tenang. Ia memandangi putranya dengan tatapan bangga.
“Zidan, Ayah mau bicara sesuatu yang agak penting.”
Nada itu membuat Zidan menegakkan badan. “Tentang apa, Yah?”
“Leony.”
Zidan menatap kosong sejenak. Nama itu masih menusuk di telinganya. “Aku tahu Ayah ingin aku bicara dengannya, tapi…”
“Tidak ada tapi, Dan.” Jefri menatap lembut tapi tegas. “Dia ibumu. Mungkin dulu dia salah, tapi bukan berarti dia tidak menyesal. Ayah yakin, jauh di dalam hatinya, Leony masih mencintaimu.”
Zidan menunduk. Jemarinya mengetuk pelan cangkir teh yang sudah mulai dingin. “Aku cuma nggak tahu harus mulai dari mana. Aku bahkan nggak tahu apakah dia mau melihat aku.”
“Kalau kau nggak mulai, kau nggak akan pernah tahu jawabannya,” kata Jefri bijak. “Datanglah suatu hari nanti, tanpa rencana besar. Cukup temui dia, bicara. Itu saja.”
Zidan menatap ayahnya. Ada kehangatan, juga ketakutan. Tapi akhirnya ia mengangguk pelan. “Baik, Yah. Aku akan coba.”
Jefri tersenyum lega, lalu menepuk bahunya. “Itu baru anak Ayah. Oh ya, ada satu hal lagi. Zayan akan menikah.”
Zidan membeku sejenak. “Menikah?”
“Ya. Dengan gadis bernama Zoya.”
Zidan tidak langsung menjawab. Matanya menerawang ke luar jendela. “Cepat juga,” gumamnya akhirnya.
“Dunia memang suka berputar lebih cepat dari yang kita kira,” ujar Jefri, bangkit sambil menepuk pundaknya lagi. “Ingat, apa pun yang terjadi, kau tetap bagian dari keluarga ini. Ayah bangga padamu, Dan.”
Zidan berdiri, tersenyum tipis. “Terima kasih, Yah.”
Setelah Jefri pergi, Zidan berdiri di dekat jendela, memandangi langit yang perlahan gelap. Ada rasa hangat karena dukungan sang ayah, tapi juga bayangan samar masa lalu yang menekan dadanya.
Di sisi lain kota, Zayan menunggu di sebuah kafe kecil dekat taman. Matanya tak lepas dari pintu masuk. Begitu Niken muncul, hatinya seperti berhenti berdetak sesaat. Gadis itu datang dengan pakaian sederhana dan senyum lembut yang sempat ia rindukan.
“Maaf, aku telat,” kata Niken.
“Nggak apa-apa. Aku juga baru sampai,” balas Zayan cepat.
Mereka duduk berhadapan. Niken tampak gugup tapi lembut. “Aku cuma ingin berterima kasih. Kamu udah bantu aku waktu mobilku mogok kemarin. Kalau bukan karena kamu, mungkin aku masih terjebak di jalan.”
Zayan memiringkan kepala, bingung. “Aku?”
“Iya. Kamu sendiri yang perbaiki mesin mobilku. Sejak kapan kau bisa?"
Zayan membeku. Otaknya bekerja cepat. Perasaan kemarin aku nggak ngejar dia… siapa itu? Tapi melihat tatapan tulus Niken, ia memilih tersenyum samar. “Ba-baru-baru ini sih. Yang penting kamu nggak kenapa-kenapa deh.”
Niken tersenyum lega. “Makasih, Yan. Aku sadar mungkin aku terlalu keras kemarin. Aku cuma… ingin kita mulai lagi, pelan-pelan.”
Zayan hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Kau yakin?” tanyanya dengan suara bergetar.
Niken mengangguk. “Aku masih butuh waktu, tapi aku ingin mencoba.”
Hati Zayan serasa melompat. “Aku akan menunggu. Kali ini aku nggak akan bikin kesalahan lagi.”
Mereka berbicara beberapa menit dengan suasana yang lebih hangat. Tapi setelah Niken pergi, senyum di wajah Zayan perlahan memudar.
Ia menatap kosong ke luar jendela, alisnya berkerut.
Kalau bukan aku yang bantu dia… siapa?
Ia bersandar di kursi, menggenggam gelas kopi yang mulai dingin. Sebuah firasat aneh muncul di dadanya, campuran antara rasa penasaran dan kegelisahan.
Nama yang selama ini berusaha ia abaikan, mulai muncul lagi di benaknya.
Jangan-jangan… Zidan?
Orang yang menggunakan atau melakukan sesuatu yg direncanakan untuk berbuat keburukan/mencelakai namun mengena kepada dirinya sendiri.
Tidak perlu malu untuk mengakui sebuah kebenaran yg selama ini disembunyikan.
Menyampaikan kebenaran tidak hanya mencakup teguh pada kebenaran anda, tetapi juga membantu orang lain mendengar inti dari apa yang anda katakan.
Menyampaikan kebenaran adalah cara ampuh untuk mengomunikasikan kebutuhan dan nilai-nilai anda kepada orang lain, sekaligus menjaga keterbukaan dan keanggunan.
Mempublikasikan kebenaran penting untuk membendung berkembangnya informasi palsu yang menyesatkan lalu dianggap benar.
Amarah ibarat api, jika terkendali ia bisa menghangatkan dan menerangi. Tapi jika dibiarkan, ia bisa membakar habis segalanya termasuk hubungan, kepercayaan, bahkan masa depan kita sendiri...😡🤬🔥
Kita semua pernah marah. Itu wajar, karena marah adalah bagian dari sifat manusia.
Tapi yang membedakan manusia biasa dengan manusia hebat bukanlah apakah ia pernah marah, melainkan bagaimana ia mengendalikan amarah itu.
Alam semesta memiliki caranya sendiri untuk menyeimbangkan segala hal.
Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Prinsip ini mengajarkan kita bahwa tindakan buruk atau ketidakadilan akan mendapatkan balasannya sendiri, tanpa perlu kita campur tangan dengan rasa dendam..☺️
Meluluhkan hati seseorang yang keras atau sulit diajak berdamai adalah tantangan yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, maupun pekerjaan.
Meluluhkan hati seseorang adalah usaha yang harus diiringi dengan kesabaran, doa, dan perbuatan baik. Serahkan segala urusan kepada Allah SWT karena hanya Dia yang mampu membolak-balikkan hati manusia.
Jangan lupa untuk selalu bersikap ikhlas dan terus berbuat baik kepada orang yang bersangkutan.
Karena kebaikan adalah kunci untuk meluluhkan hati manusia.