Tamara adalah seorang wanita muda yang independen dan mandiri. Ia bisa hidup bahagia dan kaya tanpa dukungan seorang laki-laki. Ia juga membenci anak-anak karena menurutnya mereka merepotkan dan rewel.
akan tetapi takdir membuatnya harus mencicipi kehidupan yang paling ia benci yaitu bertransmigrasi menjadi seorang ibu muda dari anak yang bernasib malang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Q Lembayun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi
Saat pagi menjelang, Tamara pun membuka matanya. Ia telah tidur untuk waktu yang lama sehingga tubuhnya terasa sedikit kaku dan butuh peregangan. Ia pun berusaha untuk menopang perutnya yang buncit dan mencoba untuk bangun. Walaupun ia kesulitan, Tamara tetap diam dan enggan untuk meminta tolong. Tamara juga enggan untuk bersuara keras karena takut membangunkan Dave yang sedang beristirahat. Akan tetapi betapa kagetnya ia saat melihat ternyata Dave justru bangun lebih dulu darinya.
"Selamat pagi Dave." ucap Tamara menyapa.
"Selamat pagi Bu. Apakah aku perlu membantumu?"
Tamara sebenarnya ingin menolak permintaan itu, akan tetapi Tamara dapat melihat Dave begitu ingin membantunya. Jadi ia pun menganggukkan kepala dan mengiyakan.
Dave pun segera turun dari tempat tidurnya dan menghampiri Tamara. Ia memegang tangan sang ibu sebagai penopang dan membiarkan Tamara untuk turun dari tempat tidur dengan pelan dan lembut.
Saat Tamara berjalan beberapa langkah, betapa kagetnya Tamara saat melihat pemandangan yang begitu langka.
Dave yang melihat ibunya berhenti berjalan pun melihat ke arah mata Tamara tertuju.
"Bu, Paman Dharma dan Paman Adam tidur berpelukan."
Ya, Adam dan Dharma saat ini sedang tidur bersama dalam keadaan berpelukan. Keduanya terlihat begitu akur jika sedang menutup mata dan itu membuat Tamara merasa heran untuk sejenak. Tamara tak menyangka bahwa dua orang laki-laki yang terus berkelahi akhirnya dapat tidur bersama.
"Ya, biarkan saja. Jangan ganggu pamanmu, mereka pasti sangat lelah sekarang."
Keduanya terlihat begitu polos dan baik saat menutup mata. Hanya saja sangat disayangkan bahwa momen damai itu hanya berlangsung beberapa saat saja. Saat Tamara akan berjalan beberapa langkah, kedua laki-laki itu bergerak yang menandakan bahwa mereka akan segera bangun.
Saat Dharma dan Adam membuka mata, mereka kaget dengan letak tangan masing-masing. Keduanya langsung memisahkan diri sambil menatap dengan ekspresi dingin dan penuh kebencian.
"Apa kamu lihat-lihat?"
"Apa?"
"Apa!"
"Dihh."
"Aku tau bahwa aku memang tampan." ucap Dharma PD.
"Cih, jijik."
Tak ada pertengkaran sengit yang terdengar di antara keduanya, hanya ungkapan benci dalam beberapa kata. Akan tetapi dengan tatapan tajam sudah dapat disimpulkan bahwa keduanya tak saling menyukai.
Adam yang enggan untuk dekat dengan Dharma pun segera bangun. Ia mengambil dan memakai jas putihnya lalu berpamitan pada Tamara untuk membersihkan diri serta memulai aktivitasnya sebagai seorang dokter.
"Tamara aku pamit dulu, nanti jam 10 aku akan datang lagi untuk memeriksa keadaanmu."
"Ya, terimakasih sudah merawat ku dan Dave."
"Apa-apaan, sudah kewajiban ku untuk menjagamu sebagai seorang dokter. Dave, paman pergi dulu ya."
"Ya, paman."
Setelah itu Adam pun langsung pergi, ia enggan untuk berbicara pada Dharma dan bersikap seolah Dharma adalah udara yang tidak terlihat. Hal tersebut membuat Dharma langsung mencibir.
"Dihh, sok ganteng." ucap Dharma mengejek.
Dharma pun segera merapikan diri, ia tidak mau terlihat begitu kucel di depan kakak iparnya. Setelah dirasa sudah rapi, Dharma pun mendekat ke arah Tamara dan tersenyum bahagia. "Kakak ipar, hari ini kakak ipar mau sarapan apa?"
Mendengar pertanyaan itu Tamara pun terdiam sejenak. Ia tidak memiliki pemikiran khusus terkait makanan. Akan tetapi ia sedang hamil sekarang jadi ia menginginkan sesuatu yang bergizi dan mudah dicerna.
"Bubur saja."
"Ok. Bagaimana dengan Dave?"
"Samakan saja."
Dharma pun menganggukkan kepalanya, akan tetapi saat Dharma akan pergi untuk mencari sarapan, ia menoleh ke arah pintu untuk melihat apakah Adam sudah benar-benar pergi dari ruangan ini. Setelah memastikan hal itu, Dharma pun mendekat ke arah Tamara sambil membujuknya dengan suara berbisik. Ia takut suaranya akan terdengar oleh Dave karena yang akan ia bicarakan adalah sesuatu yang 'sensitif'.
"Kakak ipar jangan terlalu dekat dengan Dokter itu, aku rasa dia memiliki kelainan seksual dan suka bermain dengan ibu-ibu hamil. Kakak ipar, kamu sangat cantik dia pasti sedang mengincar mu. Aku lihat diberita bahwa banyak sekali dokter-dokter yang stress dan memiliki hobi yang aneh. Dari matanya saja aku dapat menyimpulkan bahwa dia adalah dokter yang sering nonton video porno dan memiliki banyak pacar yang hamil diluar nikah."
Mendengar hal itu Tamara pun langsung tertawa, kedua orang ini baru pertama kali bertemu akan tetapi kemarahan dan rasa tidak suka mereka begitu kental seperti seseorang yang telah bermusuhan selama bertahun-tahun.
"Aku tahu kamu tidak menyukainya tapi kamu tidak boleh menuduh orang dengan tuduhan palsu seperti itu. Bagaimanapun Adam adalah darmawan ku, dia telah banyak menolong kami di masa-masa yang sangat kritis. Lain kali kalau bertemu dengannya, usahakan jangan berkelahi."
Perkataan Tamara terdengar seperti seorang ibu yang menasehati anaknya yang berumur belasan tahun. Hal tersebut membuat Tamara merasa terhibur dengan tingkahnya yang kekanakan dan Tamara entah kenapa merasa seperti sedang memiliki tiga anak laki-laki di dalam rumahnya.
Pernyataan itu juga telah berhasil menyadarkan Dharma kembali bahwa Adam adalah orang yang telah menolong Tamara dan anaknya. Disaat Tamara membutuhkan bantuan dan menghadapi masalah yang begitu besar, sebagai seorang keluarga ia tak berada di sampingnya. Jadi wajar saja jika Tamara begitu menghargai Adam melebihi orang-orang pada umumnya.
Dharma pun berhenti untuk membujuk Tamara dan segera mencari makanan untuk dikonsumsi bersama dengan Dave. Ia tak mau karena kelalaiannya akan berakibat pada keterlambatan Tamara untuk sarapan. Apalagi Tamara saat ini sedang hamil dan sedang melakukan persiapan untuk melahirkan, jadi dapat dipastikan bahwa Tamara saat ini sedang membutuhkan banyak energi serta makanan bergizi untuk memperkuat daya tahan tubuhnya.
Bubur yang dibeli Dharma adalah bubur yang berasal dari restoran khusus dan harganya cukup mahal. Walaupun jaraknya cukup jauh, Dharma tetap rela melakukannya agar bisa melihat kakak iparnya makan dengan lahap.
Dharma pun membeli bubur menggunakan taksi untuk menghemat waktu. Ia enggan menggunakan bus karena dianggap terlalu lambat.
Pada saat Dharma kembali dan berada di depan rumah sakit, ia segera keluar dari mobil taksi dengan wajah yang sumringah, ia tidak sabar untuk bertemu dengan Tamara dan memberi Tamara makanan yang enak.
Dharma menenteng bubur hangat dan beberapa cemilan untuk dinikmati kakak ipar serta keponakannya. Tak lupa buah-buahan yang segar serta beberapa botol air mineral.
Akan tetapi Dharma sempat berhenti dan menjadi kaku untuk beberapa saat. Dharma melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di lobi rumah sakit. Laki-laki itu memiliki perawakan yang tinggi dan tegak, tubuhnya dipenuhi dengan aura seorang prajurit. Ia memakai pakaian tentara dengan rambut yang sedikit klimis, jelas terlihat bahwa laki-laki ini berdandan sebelum ia sampai kesini.
"Vin?"