Kegaduhan dunia sihir membawa malapetaka di dunia manusia, petualangan seorang gadis yang bernama Erika Hesly dan teman temannya untuk menghentikan kekacauan keseimbangan dunia nyata dan sihir.
apakah yang akan dilakukan Erika untuk menyelamatkan keduannya? mampukah seorang gadis berusia 16 tahun menghentikan kekacauan keseimbangan alam semesta?
Novel ini terinspirasi dari novel dan film Harry Potter, jadi jika kalian menyukai dunia fantasi seperti Harry Potter maka kalian wajib baca yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elicia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Erika berlari menyusuri lorong kelasnya, hari ini gadis itu hampir telat mengikuti kelas gabungan karena lupa tidak memasang alaram.
Gadis itu sampai di depan pintu loket stadion untuk menyerahkan namanya, sebelum sebuah tangan menarik tangannya menjauh dari tempat itu.
"Eh...apa yang kau lakukan!?" Kesalnya Erika saat melihat Alzer menariknya menjauh.
"Ikut saja" ucap laki-laki itu yang menggenggam erat tangan Erika.
"Kau gila ya? Kelas Gabungannya masih berlangsung tau!" Erika menghempaskan tangan Alzer dengan kasar, gadis itu masih kesal dengan apa yang di lakukan laki-laki itu kemarin.
"Tsk, ikut saja itu juga tidak akan merugikan mu" tanggan Alzer bergerak menggapai tangan Erika kembali.
Sebelum itu terjadi Erika langsung menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya, ia tidak mau pergi dengan Alzer, dia masih kesal dengan perbuatan laki-laki itu.
"Kau pergi saja sendiri" ucap Erika yang membuat Alzer semakin kehabisan kesabarannya.
Tanpa ragu Alzer menggapai tangan Erika yang ada di belakang gadis itu, dia menarik paksa Erika dan mengabaikan teriakan nyaringnya.
"Apasih Al!? Lepasin!!!" Teriakan itu terus bergema di sepanjang lorong yang mereka lewati
Laki-laki itu terus menarik Erika sampai ke sebuah tempat dengan pepohonan rindang dan rumput yang hijau, dia melepaskan tangan gadis yang wajahnya tampak kesal dari awal dia melihat laki-laki itu.
"Kenapa!?" Ucap Erika penuh dengan Emosi, jarinya mengusap pergelangan tangan yang sakit akibat genggaman Alzer yang terlalu kuat.
Gerakan itu tidak luput dari pengamatan Alzer, laki-laki yang kini menyilangkan tangannya di depan dada itu sedikit merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan pada Erika.
"...itu tidak terlalu sakit...jangan drama.." ucap Alzer yang masih menolak keras untuk meminta maaf.
"Itu sakit!" Kesal Erika sambil menatap tajam Alzer.
Ekor mata Alzer melihat ruam merah di sekitar pergelangan tangan Erika yang seputih susu, sebuah perasaan bersalah muncul di dalam hatinya.
"Sudahlah, lagipula kau juga tidak akan perduli dengan apa yang terjadi dengan orang lain, karena yang kau pentingkan itu selalu dirimu sendiri dan pure blood mu itu!" Ocehan Erika semakin menjadi membuat Alzer geram dan menghela nafas kasar.
"Cukup" ucap Alzer saat Erika ingin membuka mulutnya lagi.
"Tidak kusangka kau benar-benar sangat cerewet ya? kau lebih terlihat seperti tikus yang mencicit daripada seekor tupai, jadi hentikan sekarang" ucap Alzer yang semakin membuat Erika memerah padam karena marah
"Kau!!-" sebelum Erika sempat melanjutkan Alzer memotongnya dengan cepat.
"Sudah cukup ku bilang, Aku kemari untuk membantu berlatih bukan untuk berdebat denganmu!" Kini Alzer lah yang kesal.
"Apa maksudmu berlatih?" Tanya Erika pada perubahan topik yang tiba-tiba.
Alzer tersenyum miring kemudian mengeluarkan bola api dari tangan kirinya.
"Apa lagi selain sihir?" Ucapnya membuat wajah Erika yang semulanya penuh amarah kini menjadi sedikit mereda.
"Hari ini hari terakhir kelas gabungan kita loh, dan di hari ini namaku bisa saja di panggil untuk masuk ke dalam hutan gelap, tapi kau malah menyeretku kemari!" balas Erika dengan kekesalannya yang tersisa.
"Huhh tenang saja, Profesor Seti sudah mengijinkan dirimu untuk tidak mengikuti kelas itu kok" ucap Alzer mengibas-ngibaskan tangannya di udara, seolah-olah tengah mengusir keraguan dari gadis itu.
Tatapan Erika memicing saat mendengar perkataan Azler, matanya seolah-olah mencari kebenaran dari perkataan laki-laki itu.
"Hey percayalah aku tidak berbohong" ucap laki-laki dengan sungguh-sungguh.
Erika menghela nafasnya sebelum memutuskan untuk mempercayai laki-laki itu, setidaknya dengan begitu dia bisa terbebas dari incaran monster yang berasal dari hutan gelap.
"Ehem...baiklah.., jadi apa yang akan kau ajarkan?" Ucap Erika tanpa menyingkirkan wajah kesalnya
Melihat amarah gadis itu sedikit mereda membuat Alzer menyunggingkan senyumnya, dia sudah memikirkan apa yang akan dia ajarkan pada gadis ini sepanjang malam.
"Jadi pertama...cobalah mengumpulkan Energimu di satu titik, yaitu telapak tanganmu" ucap Alzer mengeluarkan bolpoin dari sakunya.
"Tangan" Alzer menyodorkan tangannya untuk meminta tangan gadis itu.
Mendengar itu Erika menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan Alzer yang besar, senyum jahil terlihat di bibir Azler yang tiba-tiba memikirkan sesuatu.
"Anjing pintar" lirihnya yang membuat Erika hampir menarik tangannya kembali sebelum Alzer menahannya.
Terlihat Alzer kini membuat titik besar di telapak tangan Erika, gadis itu hanya memperhatikan apa yang di lakukan oleh Alzer.
"Sekarang cobalah mengumpulkan Energi di titik ini" Alzer melepaskan tangan Erika
Gadis itu mengaguk sebelum mencoba seperti apa yang Alzer jelaskan, tubuhnya berkonsentrasi pada sumber Energi di dalam tubuhnya, tangannya mulai gemetar saat Energi mulai mengalir ke telapak tangannya.
Tiba-tiba tangan Alzer mencengkeram telapak tangan Erika yang gemetar, cengkeramannya tidak terlalu kuat tapi cukup untuk membuat Erika menghentikan aliran Energi itu.
"Saat mengalirkan Energi dari titik Energi ke telapak tanganmu, kau harus mengontrol besar kecilnya Energi itu..." Dia meletakan telapak tangan Erika di atas telapak tangannya.
"...awasi dan rasakan...saat Energi itu mengalir di satu titik dan memenuhi titik itu" tangan Alzer membimbing Energi Erika pergi ke titik yang ia ciptakan.
Coretan tinta yang di buat Alzer kini mulai mengeluarkan sebuah api kecil yang membuat Erika menatapnya tak percaya.
"Oh...lihat...ini berhasil" ucap Erika girang menatap api di telapak tangannya.
"Bagus...sekarang coba kau perbesar api yang ada di telapak tanganmu" perintah Alzer yang kini sudah memindahkan tangannya.
Erika kembali berkonsentrasi pada titik Energi yang membentuk api, dengan sedikit usaha dia berhasil memperbesar api di telapak tangannya.
"Bagus...kau berhasil" ucap Alzer menyilangkan tangannya di depan dada.
"Ya... Lihat...aku bahkan bisa mengecilkan apinya lagi!" Erika terlihat girang dengan apa yang bisa dia lakukan, hal itu membuat senyum Alzer melebar.
"Yah kau harus bangga karena kau belajar hal-hal dasar seperti itu dengan seorang jenius sihir" sombong Alzer
Mendengar apa yang Alzer katakan membuat Erika memutar bola matanya malas, dia menatap Alzer yang kini berdiri di belakangnya.
"Yah..terserah dirimu mau bilang apa, tapi aku ucapkan terimakasih karena telah mengajariku" ucap Erika yang kini sepenuhnya berbalik badan.
"Tidak perlu berterimakasih" ucap Alzer mengibas-ngibaskan tangannya di udara.
"Oh tentu saja aku harus berterimakasih karena aku tau diri, tidak seperti seseorang" ucap Erika yang menyindir Alzer
Laki-laki yang ia sindir kini menghela nafas lelah, lagi-lagi gadis di depannya ini marah-marah tanpa alasan.
"Apakah kau masih kesal dengan kejadian kemarin?" Tanya Alzer setelah menghela nafas panjang.
"Menurutmu? Apa pantas kau bertanya setelah apa yang kau lakukan pada Etor?" Emosi Erika kembali tersulut.
"Hey dengar, aku...minta maaf, atas apa yang terjadi pada temanmu itu, jadi sekarang berhentilah bersikap seperti ini padaku" Alzer kini mendekat ke arah Erika dengan wajah bersalahnya, dia tidak ingin Erika bersikap seperti itu padanya.
"Minta maaflah pada Etor, lagi pula yang hampir mati itu dia bukan aku" ucap Erika yang membuat Alzer semakin menggeram frustasi.
"Ayolah, si rambut kuning itu juga tidak masalah dengan apa yang kulakukan" balas Alzer.
"Itu perasaanmu, kau selalu terbiasa meremehkan orang, jadi kau tidak tau apa yang mereka rasakan!" Kesal Erika pada laki-laki itu.
"Tsk, baiklah, aku akan melakukan nya, aku akan meminta maaf pada si rambut kuning, puas?" Putus Azler yang membuat Erika mengaguk kan kepalanya.
"Bagus" ucap Erika yang puas dengan keputusan Alzer
"Kau harus membiasakan dirimu berterimakasih dan meminta maaf kepada orang lain karena...." Erika terus berbicara tanpa henti, dia terus mengeluarkan kata-kata bijaknya dari bibir mungilnya.
Alzer menatap gadis yang kini menasehatinya dengan kata-kata bijak yang ada di otak gadis itu, tanpa sadar mata Alzer tertuju pada bibir mungil yang terus bergerak untuk menasehatinya, sampai...
Cup