Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Takdir
Terkadang dunia ini tidak selalu mengikuti apa yang kita inginkan. Ketakutan yang sedari tadi menghantui Jasper benar-benar menjadi kenyataan, Maureen meninggal dalam tragedi kecelakaan itu, sementara yang lainnya mengalami luka-luka.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Tuan, tapi takdir berkata lain, pendarahan Nyonya Maureen sulit dihentikan, dan tepat 15 menit tiba di rumah sakit ini, Nyonya Maureen meninggal dunia," jelas sang dokter yang menangani wanita tersebut.
Jasper berusaha memahami situasi yang sulit sekali untuk dia terima. Sampai akhirnya tubuh Jasper limbung dan langsung ditangkap oleh asistennya. Dia benar-benar tak menyangka kalau tepat hari ini terakhir kalinya dia bisa bicara dengan sang istri, memeluk serta menciumnya.
Jasper kembali menegakkan tubuhnya, berjalan cepat dan mencengkram jas dokter. "Kau bohong! Istriku tidak mungkin meninggalkan aku dan putrinya. Katakan kau bohong kan, Dokter!" pekik Jasper mengamuk, sebagai pelampiasan atas ketidakberdayaannya sebagai manusia biasa yang tidak bisa melawan takdir Tuhan.
Sang dokter mundur, tapi tak membuat cengkraman Jasper mengendur.
"Kami turut berduka cita, Tuan," ujar pria itu menegaskan bahwa apa yang dikatakannya bukanlah sebuah kebohongan.
"Argh!" Jasper berteriak dan tergugu. Dadanya sakit sekali menerima kenyataan ini, seakan ada ribuan anak panah menancap di sana.
"Kalian pasti mempermainkanku, Maureen masih hidup, dia bilang akan pulang setelah mengajar. Dia bilang akan menungguku lembur," celoteh Jasper, seluruh tubuhnya bergetar dan lemas hingga dia ambruk tepat di hadapan dokter.
Semua orang yang ada di sana tak bisa berbuat banyak. Begitu juga dengan Arsen—asistennya yang menatap iba. Ujung matanya bahkan terasa berair.
****
Jasper berdiri di samping tubuh Maureen yang sudah tak berdaya. Tatapannya begitu kosong, tapi menyiratkan kesedihan yang mendalam.
Di samping itu pintu ruangan terbuka, keluarga Jasper datang setelah mendapat kabar dari Arsen. Lidya—ibu tiri Jasper melangkah lebih dulu dan langsung menangis melihat menantunya sudah tak bernyawa.
"Maureen, kenapa secepat ini, Nak?" ucap Lidya sambil menatap wajah Maureen yang pucat. Selama hidup mereka berhubungan dengan baik, maka Lidya pun turut merasa kehilangan.
"Yang sabar ya, Nak, sepertinya Maureen ingin melihat keindahan surga lebih dulu," ucap Lidya lagi sambil mengelus-elus jas mahal yang Jasper kenakan. Namun, kesadaran pria itu belum penuh, sehingga dia hanya diam saja.
"Jasper, Papa tahu kamu sangat mencintai istrimu. Tapi sekarang kamu harus belajar mengikhlaskan dia," timpal Morgan Smith, yang tak lain dan tak bukan adalah ayah Jasper.
Sama seperti Jasper, dia juga ditinggal mati oleh istrinya saat Jasper berusia 10 tahun. Jadi, dia pun bisa merasakan bagaimana terpukulnya sang anak saat ini.
"Tapi bagaimana dengan aku dan Leticia? Kami butuh Maureen, kami menginginkan Maureen menemani hari-hari kami ...." Jasper meraba brankar, meraih tangan Maureen yang sudah mulai dingin dengan lembut. Tangisnya pecah lagi, tapi kini dia menggigit bibirnya kuat-kuat.
Lidya dan Morgan saling pandang. Saat ini mau memberikan nasehat seperti apapun, tidak akan mungkin didengar oleh Jasper, jadi mereka hanya berdiri di belakang pria itu.
Jasper ingin menemani istrinya, setidaknya sampai pemakaman, tapi pelayan di rumah mengatakan jika putri mereka menangis terus, sehingga mau tak mau Jasper harus pulang.
"Sayang, lihatkan Leticia juga ikut kehilanganmu. Dia pasti sudah merindukan kita di rumah. Aku harus pulang, besok—aku akan bawa Leticia menemuimu," ucap Jasper berpamitan. Dia kembali membuka kain yang menutup wajah istrinya, dia mencium kening Maureen lebih lama dan dalam.
Setelah itu menatap ke arah Arsen yang masih senantiasa menemaninya.
"Cari tahu tentang kecelakaan itu. Jika itu ulah orang, pastikan dia mendapat hukuman yang setimpal. Aku tidak akan damai!" tandas Jasper dengan serius. Kemudian melangkah berat meninggalkan ruangan.
"Baik, Tuan, saya akan mengurus semuanya," balas Arsen ikut bertekad.
****
"Akhirnya kamu sadar, Sayang," ucap Bianca, merasa cukup lega melihat putrinya mengerjapkan mata, dia adalah ibu Belcia yang menemani sejak semalam.
"Biar aku panggilkan dokter dulu untuk memeriksanya," timpal Bizard, sang ayah.
Bianca menganggukkan kepala, sedangkan Belcia menatap sekeliling, untuk mengetahui di mana dia sekarang.
"Kita di rumah sakit?" tanyanya dengan lemah.
"Iya, Sayang. Kamu langsung dibawa ke sini setelah kecelakaan itu," jawab Bianca dengan tatapan sedih. Bagaimana tidak, kecelakaan itu sangat hebat, sampai merenggut dua nyawa sekaligus.
Belcia berusaha bangkit sambil mengingat kejadian kemarin. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Bagian perutnya pun terasa nyeri.
"Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Bel, seluruh tubuhmu pasti sangat sakit," ujar Bianca memperingati.
"Tunggu!" katanya, yang membuat Bianca menatapnya dengan lekat.
"Mama bilang apa ...."
"Bayiku tidak bergerak, apakah dia baik-baik saja?" tanya Belcia berusaha memastikan bahwa anak yang dikandungnya selamat. Akan tetapi bukannya menjawab, bibir Bianca justru bergetar, tak sanggup untuk menjelaskan semuanya kepada Belcia.
"Ma, katakan anakku tidak kenapa-kenapa kan? Dia masih di sini kan?" tanya Belcia sambil meraba pelan perutnya yang sedikir membuncit, tapi tak ada lagi janin di sana.
Dari respon yang ditunjukkan ibunya, Belcia bisa menyimpulkan, bahwa dia telah kehilangan setengah jiwanya. Tenggorokan Belcia terasa tercekat, dan akhirnya dia menjerit keras.
"Tidak mungkin! Anakku!"
"Kendalikan dirimu, Sayang, kamu baru saja sadar," ucap Bianca sambil memeluk Belcia yang menangis kencang.
"Aku mau anakku, Ma, anakku di mana? Dia di sini kan?" rengek Belcia begitu terpukul.
Bersamaan dengan itu ayahnya datang bersama seorang dokter. Meski tidak tahu apa yang terjadi, tapi mendengar Belcia memanggil-manggil anaknya, Bizard pun sudah tahu kalau sang anak telah sadar jika kehamilannya tidak bisa diselamatkan.
****
Pagi itu Belcia memasuki kamar jenazah karena kecelakaan itu membuat anaknya harus segera dilahirkan, tapi nasib baik belum berpihak padanya, sang anak tak sanggup bertahan hingga dalam hitungan jam bayi perempuan itu meninggal.
Sang ibu ingin menemani di dalam tapi Belcia menolak, dia hanya ingin berdua dengan anaknya.
"Nak, Mama datang," lirih Belcia, menahan semua rasa sakit demi bisa melihat putrinya untuk yang terakhir kali sebelum dimakamkan.
Dia berusaha bangkit dari kursi roda, menatap lekat bayi cantik yang tertidur dengan damai di kasurnya.
"Maafkan Mama, Sayang, Mama tidak bisa menjagamu dengan baik sampai kamu harus pulang lebih cepat seperti ini," lanjut Belcia, tangannya ingin membelai tapi rasanya tidak begitu kuat.
"Jangan benci Mama ya, Nak, bila saatnya nanti kita berkumpul, tolong sambut Mama di depan pintu. Mama akan jadi orang pertama yang menggendongmu."
Belcia tersedu-sedu lagi, dunianya benar-benar hancur berkeping-keping. Setelah mengetahui fakta bahwa suaminya selingkuh, kini dia malah kehilangan anaknya.
Namun, di tengah kesedihan itu tiba-tiba Belcia teringat kejadian kemarin, di mana mobil Ronan menghantam mobil lain. Lantas bagaimana dengan kabar orang di dalam mobil itu?
Karena perasaan bersalah, akhirnya Belcia pun bergegas keluar. Di depan pintu ternyata ada orang yang hendak masuk, seorang pria dengan bayi perempuan di dalam gendongannya.
Tak sengaja netra mereka bertabrakan.
"Mama!" celoteh bayi perempuan berusia sembilan bulan itu. Memecahkan keheningan.
lagian kamu tuh kok kagak punya malu? kamu tuh tinggal di rumah siapa? meskipun kamu kakak dari almarhum maureen, bukankah maureen sudah tiada. terus kenapa kamu masih bertahan di rumah jasjus, dengan alasan ingin mengawasi leticia 😒 jelas2 leticia ogahh sama kamu? kok yaa masih betah bertahan di rumah iparr...memuakkan 😒