Setelah Di Khianati Sahabat Dan Kekasih

Dixon memacu kendaraan roda empat miliknya dengan kecepatan tinggi menuju kediaman nya yang mewah.

Sesampainya di rumah, kedatangan nya di sambut baik oleh beberapa para pelayan serta Bi Rahmi, Bi Rahmi adalah pelayan tertua di kediaman itu dan beliau sudah melayani Dixon sedari Dixon masih anak anak hingga sekarang Dixon sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang gagah lagi tampan rupawan.

"Den gimana kabarnya? Bibi rindu sekali sama Aden," ucap Bi Rahmi seraya mengikuti langkah kaki sang majikan.

"Aku oke, Bi." Balas Dixon bersiap memasuki lift. Ia akan naik ke lantai empat, di lantai empat kamarnya berada.

"Mau Bibi masakin apa buat makan malam?"

"Tidak usah. Aku mau istirahat saja di kamar. Bibi juga, istirahatlah, malam sudah kian larut," balas Dixon tersenyum ramah. Karena sudah sedari kecil dirinya dilayani dengan baik oleh Bi Rahmi sehingga ia menganggap Bi Rahmi sudah seperti keluarga nya sendiri. Bi Rahmi sudah bekerja di rumah itu semasa Mama kandung Dixon masih hidup.

Rumah yang ditempati Dixon adalah rumah peninggalan mama nya, karena sang mama merupakan anak tunggal dari pengusaha kaya raya jadi seluruh harta kekayaan keluarga mama nya jatuh ke tangan Dixon. Kakek neneknya sudah lama tiada.

Sementara Sang Papa dan Mama tirinya, mereka tinggal di rumah yang berbeda, Dixon tidak sudi tinggal serumah sama Alexa.

Dixon tau niat licik seorang Alexa, maka dengan cerdasnya Dixon meminta bantuan seorang pengacara kepercayaan untuk mengamankan harta sang mama agar tidak dikuasai oleh wanita ular seperti Alexa.

***

Sesampainya di kamar, Dixon langsung melepaskan pakaian nya, lalu ia membersihkan dirinya di kamar mandi.

Selesai mandi, dia memakai kaos putih polos longgar serta celana boxer, lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk.

"Lanjut lagi ah." Dixon meraih diary bersampul biru muda yang diletakkan nya tadi di atas meja nakas samping tempat tidur.

Ia menyandarkan punggung nya pada kepala ranjang, mulai membaca tulis tangan Jemima dengan fokus. Tulis tangan yang rapi dan jelas.

Di mulai dari kisah masa SMA, semua di tulis Jemima di diary itu, dan Dixon sangat betah membaca nya, dia serasa sedang membaca novel, hingga pada bab bab terakhir tanpa disadari berhasil membuat seorang Dixon meneteskan air mata.

Hal yang membuat Dixon terharu adalah saat dia membaca bagian Jemima menceritakan sakitnya saat dikhianati sahabat dan kekasih, hingga sampai pada waktu dia ditinggal nikah dan keluarga nya tidak diundang.

"Jadi benar saat di danau waktu itu Jemima menangis. Pantas saja mata nya merah dan jejak air mata nampak jelas di mata dan pipi nya. Ternyata dia gadis yang baik dan tulus, dia tidak menjual kesedihan nya pada orang orang, tapi dia malah mencurahkan isi hatinya ke dalam diary ini," lirih Dixon.

"Ternyata Rakha dan istrinya itu orang orang yang tidak tahu diri dan pengkhianat. Syukurlah Jemima bisa lepas dari pria seperti itu saat mereka belum menikah. Kan kasihan kalau Jemima dikhianati saat sudah menikah. Untung nasib Jemima sedikit lebih baik dari Mama, tapi aku tahu rasanya pasti sakit sekali karena dikhianati oleh orang yang disayangi dan di percaya. Aku akui Jemima adalah wanita yang kuat," sambung Dixon semakin kagum pada sosok Jemima. Sekarang dia sudah tidak menyebut Jemima dengan sebutan gadis aneh lagi, karena dia sudah tahu seperti apa isi hati Jemima.

Termasuk waktu Jemima di berhentikan dengan cara tidak terhormat dari sekolah juga sudah Dixon baca. Dia amat geram membaca bagian itu.

"Tunggu aku, secepatnya aku akan menemui mu," lirih Dixon, lalu ia terlelap sambil memeluk diary bersampul biru.

Sampai sampai saat tidur dia bermimpi bertemu Jemima.

***

"Pagi ini ada meeting penting, Tuan. Semua keperluan untuk meeting sudah saya siapkan. Ini ada beberapa berkas yang perlu ditandatangani." ucap Sang Sekretaris sembari meletakkan berkas di depan sang atasan.

"Baiklah. Kamu boleh keluar," balas Dixon tanpa melirik ke arah sang sekretaris.

Ponsel yang ada di atas meja berdering berulangkali, dengan segera ia menjawab.

"Tuan Dixon, nanti siang kita ada jadwal sebuah pertemuan untuk membahas proyek yang sedang kita bangun. Saya harap Tuan tidak lupa itu,"

"Iya. Saya tidak lupa. Saya akan datang tepat waktu."

Panggilan di tutup.

Beberapa hari ini Dixon sangat sibuk, sebagai seorang CEO jadwalnya padat sekali, hal itulah yang membuat nya kadang lupa akan wanita.

Tapi kali ini ia tidak pernah lupa dengan niatnya. Dia sengaja menyelesaikan banyak pekerjaan dengan cepat karena ia akan pergi ke desa Bujung Sakti selama beberapa.

***

"Besok aku akan pergi ke sebuah desa,"

"Ke mana? Memang ada kepentingan apa?''

"Adalah. Kepentingan soal masa depan. Papa doakan saja semuanya berjalan lancar."

"Wah ... Pasti ada proyek besar yang lagi kamu bangun di desa," ucap Everardo.

"Yaaa ... Begitulah, Pa." jawab Dixon mengiyakan saja.

"Dixon buat apa sih kamu bangun banyak proyek tapi nyatanya hingga sekarang kamu masih betah melajang. Buat siapa coba harta kekayaan mu yang banyak itu kalau kamu belum kepikiran buat berumah tangga. Saran mama sih mending kamu gak usah ke desa, mending kamu ke rumah Diandra saja, segera lamar dia," ujar Alexa.

Dixon berkunjung ke rumah papa nya, selain untuk mengatakan tentang kepergian nya ia juga ingin memastikan keadaan sang papa. Kondisi Tuan Everardo sudah semakin membaik, hal itu membuat Dixon merasa lega.

"Aku tekankan sama kamu ya, pegang omongan ku, cepat atau lambat aku pasti akan bawa calon istri ku ke hadapan kamu dan papa."

"Oh ya? kenapa gak nanti malam saja? Mama jadi gak sabar pengen lihat wanita pilihan mu. Secantik apa sih dia," tantang Alexa.

"Yang jelas dia lebih cantik dari kamu ataupun Diandra,"

"Jangan hanya omong kosong Dixon. Mama tunggu nanti malam, ya 'kan pa?" Alexa menatap suaminya.

"Iya. Lebih cepat lebih baik," sahut Tuan Everardo.

"Aku harus berusaha dulu. Soalnya wanita incaran ku ini bukan wanita sembarangan. Dia wanita mahal dan sulit di dekati. Tidak seperti kamu dan Diandra, kok malah kalian yang kegatelan ngejar-ngejar lelaki," Dixon tersenyum miring menatap Alexa.

Mendengar itu membuat Alexa marah, wajahnya memerah.

"Kau!'' Alexa menunjuk wajah Dixon.

"Sudah. Diam lah kalian!" Tuan Everardo memegang dadanya, lalu ia berjalan memasuki kamar.

Setiba di kamar, Everardo menangis di dalam diam, tangis penuh penyesalan atas perbuatannya dahulu atas pengkhianatan yang dilakukan nya pada Almarhumah mama Dixon.

Akhir akhir ini Everardo sering bermimpi dan teringat akan sosok istri nya telah tiada. Ia sangat rindu.

Kini baru ia sadari rasanya pada Alexa hanyalah nafsu sesaat, bukan karena cinta. Sekarang ia hanya menjalani hidup nya saja dengan menjalani pernikahan yang terasa hambar.

Alexa tidak bisa diandalkan sebagai seorang istri, ia masih suka keluyuran dan asyik dengan dunianya sendiri.

Bahkan dia sama sekali tidak bisa mengambil hati Dixon. Dia sama sekali tidak bisa merangkul Dixon agar hubungan mereka terjalin hangat.

***

pagi pagi sekali.

"Ayo kita berangkat," ajak Dixon pada dua orang bodyguard kepercayaan nya.

"Kita akan ke desa Bujung Sakti lagi, Bos?"

"Iya."

"Ke rumah Pak Kades lagi?'' tanya Bodyguard.

"Tidak. Kali ini kita cari penginapan. Kali ini saya ada misi penting," jawab Dixon sembari tersenyum tipis.

Saat Bodyguard bertanya ada misi apa, Dixon malah menjawab misi HATI.

Cieeee.

Bersambung.