NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Kandungan

Rahasia Di Balik Kandungan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Pengantin Pengganti / Romansa
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Leel K

Semua orang melihat Claire Hayes sebagai wanita yang mengandung anak mendiang Benjamin Silvan. Namun, di balik mata hijaunya yang menyimpan kesedihan, tersembunyi obsesi bertahun-tahun pada sang adik, Aaron. Pernikahan terpaksa ini adalah bagian dari rencana rumitnya. Tapi, rahasia terbesar Claire bukanlah cintanya yang terlarang, melainkan kebenaran tentang ayah dari bayi yang dikandungnya—sebuah bom waktu yang siap menghancurkan segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leel K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18. Hanya Dirinya

Hari-hari berikutnya di penthouse perlahan berubah, meski hanya dengan nuansa tipis yang mungkin tak disadari orang lain.

Aaron masih bekerja dari ruang keluarga, disibukkan dengan panggilan telepon dan dokumen-dokumennya. Namun, ada perubahan yang tak bisa lagi diabaikan oleh Claire. Perhatian Aaron, yang sebelumnya tersembunyi di balik nada perintah, kini mulai menunjukkan diri dalam tindakan-tindakan kecil yang tak terduga.

Pagi itu, Claire terbangun dengan perasaan lebih segar. Ia turun ke ruang makan dan mendapati Aaron sudah di sana, seperti hari-hari sebelumnya. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara.

"Selamat pagi," sapa Claire, kini tidak lagi secanggung sebelumnya.

"Pagi," jawab Aaron, tanpa mengangkat korannya. Namun, kali ini, dia menambahkan, "Kau tidur nyenyak?"

Claire sedikit terkejut. Itu pertanyaan yang lebih personal daripada sekadar "bagaimana tidurmu".

"Ya, lebih nyenyak dari kemarin," jawab Claire, tersenyum tipis. Susan meletakkan sarapan Claire, menu yang lagi-lagi Aaron pesan khusus: bubur lembut dengan potongan buah dan madu.

"David menyarankan ini untuk pencernaanmu," ucap Aaron, akhirnya menurunkan korannya. Ia menatap Claire, matanya memancarkan sesuatu yang membuat Claire sedikit gugup. "Makan yang banyak."

Claire mengangguk, mulai menyantap sarapannya. Selama sarapan, Aaron tidak langsung kembali pada korannya. Ia sesekali melirik Claire, seolah memastikan wanita itu benar-benar makan. Bahkan, saat Claire mengusap perutnya karena sedikit kram, Aaron langsung bereaksi.

"Masih kram?" tanyanya, suaranya terdengar cemas. "Susan, tolong ambilkan teh herbal yang kemarin lagi."

Claire merasa malu sekaligus tersentuh. "Tidak perlu, Aaron. Ini hanya sedikit."

"Tetap saja," Aaron bersikeras, "lebih baik mencegah."

Tindakan itu, perhatian yang begitu detail terhadap kondisinya, membuat hati Claire terasa aneh. Ini bukan lagi Aaron yang acuh tak acuh. Ini adalah Aaron yang... peduli. Dan itu membuatnya takut sekaligus bahagia.

Mungkinkah... mungkinkah Aaron mulai melihatku sebagai Claire, bukan hanya sebagai ibu dari anaknya Benjamin? Pikiran itu melintas, menciptakan gelombang kegelisahan. Bagaimana jika semua ini hanya sementara? Bagaimana jika ini hanya bagian dari "tanggung jawab" yang ia paksakan pada dirinya sendiri?

Kegelisahan itu terus membayangi Claire sepanjang pagi. Ia mencoba membaca, mencoba menonton televisi, tapi pikirannya terus berputar pada Aaron. Apakah ia berhak merasa sebahagia ini? Apakah ia boleh berharap? Rasa takut akan kehilangan perhatian ini begitu besar hingga perutnya kembali terasa melilit.

Claire melirik Aaron yang sedang berbicara serius di telepon. Dia tidak tahu bagaimana perasaanku, kan? Dia tidak tahu betapa aku menginginkannya.

Ia menatap pria itu, mempelajari setiap lekuk wajahnya, garis rahangnya yang tegas, alisnya yang selalu berkerut saat berpikir. Claire tahu Aaron selalu menopang dagunya dengan tangan kiri saat sedang mempertimbangkan keputusan penting. Ia tahu Aaron selalu meminum kopinya tanpa gula, dan dia akan minum setidaknya dua gelas air setelah setiap panggilan telepon yang panjang. Detail-detail kecil itu, ia kumpulkan dan simpan dalam hati, bukti bahwa ia telah mengamati Aaron jauh lebih lama dari yang pria itu sadari. Hanya dirinya yang tahu semua itu. Hanya dirinya.

Kegelisahan itu berubah menjadi dorongan aneh, sebuah keberanian mendadak yang entah datang dari mana. Claire merasa perlu untuk menghilangkan keraguan di hatinya, untuk merasakan lebih jauh kehangatan yang Aaron tawarkan. Ia ingin memastikan ini nyata.

Dengan napas tertahan, Claire meletakkan bukunya di meja. Ia bangkit dari sofa, bergerak perlahan, langkah demi langkah, menuju sofa tempat Aaron duduk. Jantungnya berdebar kencang, takut Aaron akan bereaksi negatif, takut ia akan diusir, atau lebih buruk lagi, kembali diabaikan.

Aaron masih berbicara di telepon, punggungnya sedikit membungkuk saat ia mendengarkan lawan bicaranya dengan saksama. Claire berhenti tepat di sampingnya. Ia menarik napas dalam, mengumpulkan seluruh keberaniannya. Lalu, dengan gerakan lambat, ia duduk di samping Aaron, menyandarkan kepalanya perlahan di lengan pria itu. Lengan Aaron menegang, tapi pria itu tidak bergerak. Claire merasakan kehangatan otot di bawah lengannya, aroma maskulin yang khas, campuran kopi dan aftershave Aaron.

Aaron terdiam sejenak dalam pembicaraan teleponnya, matanya melirik ke arah Claire yang menyandarkan kepala. Sebuah ekspresi kebingungan melintas di wajahnya, namun ia tidak menjauhkan diri. Claire membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan itu, memejamkan mata. Detak jantungnya sendiri berpacu gila-gilaan, hampir menyaingi detak jantung Aaron yang ia rasakan samar-samar melalui lengan pria itu.

Percakapan Aaron kembali berlanjut, meskipun kini terdengar sedikit lebih terganggu, seolah ia mencoba mempertahankan konsentrasinya. Claire mendengarkan suaranya, merasa anehnya nyaman. Ini adalah pertama kalinya ia berani sedekat ini sejak mereka menikah, sejak malam tak terduga itu.

Waktu seolah melambat. Claire merasa seperti sedang berada dalam gelembung kecilnya sendiri, terpisah dari hiruk pikuk dunia luar. Hanya ada dirinya dan Aaron, dan detak jantungnya yang berdebar di samping pria itu.

Sore menjelang. Udara di Boston mulai terasa lebih dingin, sedikit lembap. Aaron akhirnya mengakhiri panggilan teleponnya yang panjang. Ia bergerak sedikit, dan Claire mengangkat kepalanya dari lengannya, merasa sedikit malu.

"Kau... baik-baik saja?" tanya Aaron, suaranya sedikit kaku. Ia menatap Claire, ekspresi kebingungannya masih terlihat jelas.

Claire mengangguk, pipinya memerah. "Ya. Aku... hanya merasa nyaman di sini."

Aaron tidak berkomentar. Ia hanya menghela napas, lalu memanggil Susan. "Susan, bisakah kau ambilkan selimut di ruang baca? Yang tebal dan hangat."

Claire melihat Susan membawa selimut wol tebal berwarna krem. Aaron mengambilnya dari Susan, lalu, dengan gerakan yang masih sedikit canggung, ia menyampirkannya di tubuh Claire. Claire merasakan kehangatan selimut itu, namun yang lebih menghangatkan adalah tindakan Aaron sendiri. Perhatian kecil ini, yang datang tanpa diminta.

Jantung Claire kembali berdebar, semakin kuat. Rasa malunya memuncak. Ia tidak bisa menahan diri. Dengan keberanian yang baru saja ia temukan, ia kembali mendekat, menyandarkan kepalanya di lengan Aaron lagi. Kali ini, ia mengusap pelan wajahnya di sana, menghirup aroma Aaron yang memabukkan, dan mempererat pelukannya di lengan pria itu.

Aaron kembali menegang, namun ia tidak menjauh. Ia hanya diam, membiarkan Claire bersandar padanya.

Waktu... tolong berhenti di sini saja, Claire memohon dalam hati, memejamkan mata, membiarkan kebahagiaan dan perhatian Aaron membanjiri dirinya. Ini adalah Aaron yang ia impikan. Aaron yang peduli. Aaron yang hangat. Ia sangat menginginkan ini. Ia menginginkan pria ini. Dan bayi ini... bayi ini adalah jembatan mereka.

1
Ezy Aje
lanjur
Aura Cantika
Kepalang suka deh!
Leel K: Aaah... makasih 🤗
total 1 replies
Coke Bunny🎀
Cerita yang bikin baper, deh!
ナディン(nadin)
Nggak bisa move on.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!