NovelToon NovelToon
Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: khalisa_18

Kalea dan Byantara tumbuh bersama di sebuah asrama militer Aceh, bak kakak dan adik yang tidak terpisahkan. Namun di balik kedekatan itu, tersimpan rahasia yang mengubah segalanya. Mereka bukan saudara kandung.

Saat cinta mulai tumbuh, kenyataan pahit memisahkan mereka. Kalea berjuang menjadi perwira muda yang tangguh, sementara Byantara harus menahan luka dan tugas berat di ujung timur negeri.

Ketika Kalea terpilih jadi anggota pasukan Garuda dan di kirim ke Lebanon, perjuangan dan harapan bersatu dalam langkahnya. Tapi takdir berkata lain.

Sebuah kisah tentang cinta, pengorbanan, keberanian, dalam loreng militer.
Apakah cinta mereka akan bertahan di tengah medan perang dan perpisahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khalisa_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Barisan Aswangga dan laporan cuti di Bireuen

Letda Kalea Aswangga akhirnya memenangkan pertarungan melawan jadwal dinasnya, cuti selama dua minggu penuh di tangannya. Di ruang Staf Personel Grup 1, ia menyelesaikan administrasi terakhir. Sementara di sudut ruangan, ia melihat tampak Satria, yang wajahnya ditekuk kesal setelah permohonan cutinya kembali ditolak. Bagaimana tidak, dalam satu tahun ini ia kerap kali mengajukan cuti dengan alasan yang mendesak.

Kalea menghampiri seniornya itu, memberikan hormat yang sempurna sekaligus mengisengi seniornya itu. " Izin melapor bang, saya mulai cuti hari ini. Mohon izin pamit."

Satria menatap juniornya itu dengan pandangan iri yang tak disembunyikan. "Pergilah, Lea. Nikmati liburan mu. Tapi setelah kamu kembali, saya akan pastikan di meja kamu ada tumpukan laporan yang lebih tinggi dari Gunung Rinjani. Jangan lupa sampaikan salam saya untuk Ramdan. Bilang sama dia, jaga baik baik calon istrinya ini, soalnya pas kembali mau saya siksa."

Kalea tersenyum puas. "Siap, Bang. Terima kasih atas perhatiannya. Saya akan kirim foto sunset dari pantai Aceh, supaya bisa sedikit menenangkan hati yang sedang gundah gulana itu."

"Sialan," gumam Satria, tetapi Kalea sudah berbalik, sambil tertawa kecil, dan meninggalkan Taktakan dengan hati yang ringan dan gembira setelah mengerjai senior yang selalu membuatnya naik pitam itu.

Perjalanan Kalea membawanya dari Banten, terbang ke Banda Aceh, lalu melanjutkan perjalanan darat hingga ke Bireuen. Tujuan utamanya adalah rumah sederhana yang ditinggali orang tuanya, Letnan Kolonel (Purn.) Aswangga dan istrinya. Rumah itu terletak strategis, tak jauh dari Markas Yonif 113/Jaya Sakti, satuan tempat Ramdan bertugas.

Sebagai perwira yang menjalankan cuti, Kalea wajib melaporkan keberadaannya ke satuan militer terdekat. Siang itu, dengan seragam PDL yang rapi dan Baret Merah yang mencolok, ia melangkah masuk ke Yonif 113.

Saat Kalea melewati Pos Jaga, suasana di markas itu seketika berubah. Prajurit yang bertugas, mulai dari Tamtama hingga Bintara, langsung berdiri tegak. Mereka tidak mengenalnya, tetapi baret merah Komando dan balok emas di pundaknya sudah cukup memberikan identitas dan aura yang tak terbantahkan.

"Hormat, komandan! Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang Bintara jaga.

Kalea membalas hormat dengan tegas dan meminta diarahkan ke Staf Personel untuk melaporkan cuti.

Kehadiran seorang perwira Kopassus berpangkat Letnan Dua, dan seorang wanita pula, di markas Infanteri adalah kejadian langka. Kabar itu cepat merambat hingga ke ruangan Ramdan.

Di ruangannya, Ramdan, yang kini tengah menjabat sebagai Danton, segera mendapatkan laporan dari seorang Bintara Stafnya.

"Izin melaporkan, Komandan! Ada seorang perwira Kopassus di Staf Personel, beliau hendak melapor cuti," lapor Bintara itu.

Ramdan meletakkan pulpennya. Ia tahu betul siapa perwira Kopassus yang mungkin datang ke Bireuen. "Apa nama perwira itu Letda Kalea Aswangga?"

"Siap, benar Komandan. Beliau memang Letda Kalea Aswangga," jawab prajurit tersebut.

Ramdan langsung beranjak. Ia segera menuju ruang Staf Personel, penasaran mengapa calon istrinya itu tidak memberinya kabar sama sekali.

Sementara itu, di ruang staf personel, Kalea sedang menyerahkan surat cutinya. Ia penasaran saat melihat ada perwira lain yang sedang berbicara serius dengan Pasipers Yonif. Saat perwira itu membalikkan badan, Kalea langsung mengenalinya.

"Bang Byan!" panggil Kalea tertahan, terkejut melihat abangnya itu berada di markas ini.

Kapten Infanteri Byantara Aswangga, yang rupanya juga sedang cuti dan melapor di markas satuan terdekat di Bireuen, menatap adiknya dengan mata membelalak.

Meskipun terkejut, Kalea segera sadar akan etika. Ia meluruskan posturnya.

"Izin komandan, Letda Kalea Aswangga! Izin melapor kepada Komandan Satuan terdekat dalam rangka cuti. Hormat, Komandan!" ucap Kalea, memberikan hormat sempurna kepada Kapten Byantara.

Byantara membalas hormat Kalea, masih dihinggapi rasa kaget. Ia melirik Pasipers Yonif yang tersenyum geli.

Saat mereka keluar dari ruang Staf personel, Byantara segera berdiri tolak pinggang di depan Kalea. Wajahnya dibuat-buat serius, persis seperti saat mereka masih kecil dulu.

"Letda Kalea Aswangga! Tidak ada kabar, tidak ada telepon, tiba-tiba Anda sudah di Aceh? Jadi rencananya mau cuti diam-diam, ya?" tanya Byantara menyelidik.

"Siap, tidak, Bang," jawab Kalea kikuk. Ia mencoba mempertahankan postur, tetapi ekspresinya sudah dikuasai rasa bersalah karena tidak memberi tahu Byantara.

"Lalu ini apa? Tiba-tiba sudah ada di markas orang lain, siap melapor?" desak Byantara.

"Siap, kejutan, Bang," jawab Kalea, berusaha tersenyum.

Saat itu Ramdan tiba. Ia langsung terkejut melihat dua perwira bersaudara itu. Ia segera bergabung, memberikan hormat pada Byantara.

"Lettu Altav, kamu tahu kalau adikku ini cuti ke sini?" tanya Byantara.

Ramdan menjawab cepat. "Siap, tidak, Bang. Saya baru saja mendapat laporan dari anggota saya, bang."

Seketika, pandangan Kalea jatuh ke Ramdan, sebuah tatapan "awas kamu nanti ya." Ramdan hanya membalas dengan tatapan 'saya sebagai bawahan harus jujur.'

Byantara tertawa kecil. "Baik. Sudah cukup drama laporan. Altav, kamu urus urusan di sini dulu, nanti kalau gak sibuk silahkan susul calon istrimu ini. Letda Kalea Aswangga, ikut saya. Kita selesaikan drama ini di rumah." Byantara lantas memegang lengan adiknya, menariknya seolah melupakan etika di lingkungan markas. Ramdan dan ajudannya mengikuti di belakang.

Di rumah sederhana mereka, Letnan Kolonel (Purn.) Aswangga sedang duduk di teras, membaca koran pagi. Ia melihat dua sosok tegap berseragam datang, bersamaan dengan Ramdan.

Pak Aswangga mengangkat pandangannya. Ia melihat kedua anaknya. Wajahnya menunjukkan keterkejutan, lalu ia menggeleng, tersenyum pasrah.

"Ah, ini pasti mimpi lagi," gumam sang ayah, lalu kembali membaca korannya, berusaha meyakinkan diri bahwa ia sedang berilusi.

Kalea dan Byantara saling pandang, tawa tertahan di tenggorokan mereka. Kalea melangkah maju, mengambil sikap sempurna, siap memberikan kejutan pamungkas.

"Izin melapor, Komandan!" ucap Kalea dengan suara lantang. "Nama Letda Kalea Aswangga, izin menjalankan cuti. Laporan selesai!"

Mendengar sapaan 'Komandan' dan format laporan militer, pak Aswangga langsung meletakkan korannya. Ia berdiri tegak seketika, refleks disiplinnya muncul. Ia menatap Kalea.

"Izin melapor, Komandan! Nama Kapten Infanteri Byantara Aswangga. Izin menjalankan cuti. Laporan selesai!" sambung Byantara.

Saat itu, pak Aswangga baru benar-benar percaya. Ia terdiam, matanya berkaca-kaca. Perasaan haru yang mendalam membungkusnya.

Sang Ibu yang baru keluar dari dapur, menjerit tertahan saat melihat dua anaknya. Telah kembali, setelah lama tidak pernah pulang, apalagi secara bersamaan. Nampan teh di tangannya hampir jatuh. Ia segera memeluk kedua anaknya, mengabaikan teh yang tumpah di atas meja.

Dari balik pagar, para tetangga mulai mengintip. Gosip tentang anak-anak Aswangga yang tak pernah terlihat, kini terjawab. Mereka melihat dua perwira tinggi, Baret Merah dan Infanteri, putra-putri dari rumah yang sederhana itu.

Saat pandangan mereka jatuh pada Ramdan, yang selama ini menjadi idola, para gadis tetangga itu hanya bisa menunduk kesal. Ramdan, perwira favorit mereka, kini berdiri di sana, jelas-jelas menunggu Letda Kalea, calon istri yang tangguh.

"Kalian ini! Kenapa harus melapor seperti ini di rumah, hah?" protes pak Aswangga, ia tertawa sambil menghapus air mata haru. "Papa sudah pensiun!"

"Siap, papa. Etika militer tetap harus dijunjung. Papa kan tetap komandan kami, jadi kami harus melapor duluan agar cuti kami sah," jawab Byantara.

Ramdan melangkah maju, kini sudah lebih santai. "Selamat datang di Bireuen, Bang Byantara, Kalea. Maaf saya tidak tahu, saya tidak diberi kabar."

Kalea menyikut Ramdan pelan. "Tentu saja tidak. Abang kan enggak tahu ini bagian dari OMSP saya."

Byantara mengerutkan kening. "OMSP? Operasi apa lagi?"

Kalea tersenyum lebar. "Operasi Membahagiakan Orang Tua Permanen, Bang. Dan kami baru saja menyelesaikan tahap pelaporan dan penyergapan."

Semua orang tertawa. Suasana yang tadinya formal berubah menjadi hangat dan penuh cinta. Cuti dua minggu ini, yang diawali dengan etika pelaporan yang sempurna dan kejutan yang emosional, menjadi waktu berharga bagi keluarga Aswangga, sebuah barisan yang bangga melayani negara dari ujung ke ujung.

1
atik
lanjut thor... semangat 💪
Khalisa_18: Makasih KK, di tunggu update selanjutnya ya
total 1 replies
atik
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!