Alistair, seorang pemuda desa yang sederhana, mendapati dirinya dihantui oleh mimpi-mimpi aneh tentang pertempuran dan pengkhianatan. Tanpa disadarinya, ia adalah reinkarnasi dari seorang ksatria terhebat yang pernah ada, namun dikutuk karena dosa-dosa masa lalunya. Ketika kekuatan jahat bangkit kembali, Alistair harus menerima takdirnya dan menghadapi masa lalunya yang kelam. Dengan pedang di tangan dan jiwa yang terkoyak, ia akan berjuang untuk menebus dosa-dosa masa lalu dan menyelamatkan dunia dari kegelapan abadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhimas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Gerbang Menuju Kegelapan Abadi bagian 2
Tapi mereka …tidak punya pilihan lain. Mereka harus mendapatkan Air Mata Dewa untuk mendapatkan buku itu, dan mereka harus mendapatkan buku itu untuk menemukan Lightbringer.
Sebelum mereka meninggalkan kuil, Merlin merasakan sesuatu yang aneh. Dia melihat ke sekeliling ruangan dengan seksama, mencoba untuk mencari tahu apa yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Tunggu sebentar," kata Merlin. "Saya merasakan sesuatu yang aneh di sini. Seolah-olah kita sedang diawasi."
Alistair, Lyra, dan Baruk berhenti dan melihat ke sekeliling ruangan. Mereka tidak melihat apa pun yang mencurigakan.
"Apa yang kamu lihat, Merlin?" tanya Alistair.
"Saya tidak tahu pasti," jawab Merlin. "Tapi, saya merasakan kehadiran yang jahat di sini. Seolah-olah ada seseorang yang bersembunyi di antara bayangan."
Tiba-tiba, dari bayangan di sudut ruangan, muncul sesosok makhluk yang mengerikan. Makhluk itu adalah iblis dengan kulit merah menyala, tanduk yang melengkung, dan mata yang membara.
"Kalian tidak akan pergi ke mana-mana," kata iblis itu dengan suara yang serak. "Aku akan memastikan kalian mati di sini."
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk terkejut melihat iblis itu. Mereka tidak menyangka bahwa mereka akan menghadapi iblis di kuil kuno ini.
"Siapa kamu?" tanya Alistair, mengangkat Lightbringer.
"Aku adalah penjaga kuil ini," jawab iblis itu. "Aku bertugas untuk melindungi rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Kalian tidak akan pernah mendapatkan Lightbringer."
Iblis itu menyerang mereka dengan kecepatan yang luar biasa. Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk bersiap untuk bertempur.
Pertempuran pun dimulai. Iblis itu sangat kuat dan gesit. Ia dengan mudah menangkis serangan mereka dan membalas dengan serangan yang mematikan.
Alistair menggunakan Lightbringer untuk menyerang iblis itu, tetapi iblis itu berhasil menghindar. Lyra menembakkan anak panah ke arah iblis itu, tetapi anak panah itu hanya mengenai kulitnya yang keras. Merlin menggunakan sihirnya untuk menyerang iblis itu, tetapi iblis itu kebal terhadap sihir. Baruk menyerang iblis itu dengan pedangnya, tetapi iblis itu dengan mudah mengalahkannya.
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk mulai kelelahan. Iblis itu terlalu kuat untuk mereka.
Tiba-tiba, Alistair teringat akan sesuatu. Ia teringat bahwa Lightbringer adalah pedang suci yang memiliki kekuatan untuk mengalahkan kejahatan.
Alistair memfokuskan seluruh perhatiannya pada Lightbringer. Ia membiarkan cahaya suci pedang itu mengalir melalui tubuhnya.
Lightbringer mulai bersinar lebih terang dari sebelumnya. Cahaya suci pedang itu menyelimuti Alistair.
Alistair merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir melalui tubuhnya. Ia tahu bahwa ia bisa mengalahkan iblis itu.
Alistair menyerang iblis itu dengan Lightbringer. Iblis itu tidak bisa menangkis serangan Alistair. Lightbringer menebas tubuh iblis itu, membelahnya menjadi dua.
Iblis itu menjerit kesakitan dan menghilang menjadi abu.
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk menghela napas lega. Mereka telah berhasil mengalahkan iblis itu.
"Kita berhasil," kata Alistair, tersenyum. "Sekarang, kita bisa pergi ke Gunung Berapi."
Alistair, Lyra, Merlin, dan Baruk meninggalkan kuil kuno itu dan memulai perjalanan mereka ke Gunung Berapi. Mereka tahu bahwa perjalanan itu akan sangat berbahaya. Tapi, mereka tidak takut. Mereka memiliki harapan dan tekad untuk mendapatkan Air Mata Dewa, mendapatkan buku itu, dan menemukan Lightbringer.
Saat mereka berjalan keluar dari kuil, Alistair melihat sesuatu yang aneh di tanah. Ia melihat sebuah ukiran kecil di dekat pintu masuk. Ukiran itu menggambarkan sebuah naga yang sedang terbang di atas gunung berapi.
"Lihat ini," kata Alistair, menunjuk ke arah ukiran itu. "Saya pikir ini adalah petunjuk tentang bagaimana kita bisa mengalahkan naga api."
Lyra, Merlin, dan Baruk mendekati Alistair dan melihat ukiran itu. Mereka bertiga berpikir keras, mencoba untuk memahami arti ukiran itu.
"Saya pikir saya tahu," kata Merlin setelah beberapa saat. "Ukiran ini menunjukkan bahwa kita harus terbang di atas gunung berapi untuk mengalahkan naga api. Kita harus mencari cara untuk terbang."
"Bagaimana kita bisa terbang?" tanya Lyra. "Kita tidak punya sayap."
"Saya bisa menggunakan sihir saya untuk membuat sayap sementara," jawab Merlin. "Tapi, itu akan membutuhkan banyak energi. Saya tidak tahu apakah saya bisa melakukannya."
"Kita harus mencoba," kata Alistair. "Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus mengalahkan naga api untuk mendapatkan Air Mata Dewa."
Merlin mengangguk setuju. Ia mengangkat tongkatnya dan mengucapkan mantra. Udara di sekitar mereka mulai bergetar.
Perlahan-lahan, dari punggung Alistair, Lyra, dan Merlin, muncul sepasang sayap yang terbuat dari energi sihir. Sayap-sayap itu bersinar terang dan berkilauan.
"Ini dia," kata Merlin. "Sayap-sayap ini akan membawa kita ke puncak Gunung Berapi. Tapi, ingat, sayap-sayap ini hanya sementara. Kita harus cepat."
Alistair, Lyra, dan Merlin mencoba sayap-sayap mereka. Mereka berhasil terbang dengan mudah.
"Ini luar biasa!" seru Lyra, tertawa gembira. "Saya tidak pernah merasa sebebas ini sebelumnya."
"Ayo pergi," kata Alistair. "Kita tidak punya waktu untuk bermain-main. Kita harus mendapatkan Air Mata Dewa."
Alistair, Lyra, dan Merlin terbang menuju Gunung Berapi. Baruk tetap tinggal di tanah, menunggu mereka kembali.
Saat mereka terbang menuju gunung berapi, mereka melihat naga api itu terbang di sekitar puncak gunung. Naga itu sangat besar dan menakutkan. Tubuhnya ditutupi dengan sisik-sisik yang keras, dan dari mulutnya keluar api yang membara.
"Itu dia," kata Alistair. "Naga api yang menjaga Air Mata Dewa."
"Kita harus berhati-hati," kata Lyra. "Naga itu pasti sangat kuat."
"Saya punya rencana," kata Merlin. "Saya akan menggunakan sihir saya untuk mengalihkan perhatian naga itu. Sementara itu, kalian berdua harus menyelinap masuk ke dalam gunung berapi dan mencari Air Mata Dewa."
"Rencana yang bagus," kata Alistair. "Ayo kita lakukan."
Merlin terbang menuju naga api itu dan mulai menyerangnya dengan sihirnya. Naga itu marah dan berbalik untuk menyerang Merlin.
Sementara itu, Alistair dan Lyra menyelinap masuk ke dalam gunung berapi. Di dalam gunung berapi, mereka merasakan panas yang luar biasa. Mereka harus berhati-hati agar tidak terbakar.
Mereka berjalan menyusuri lorong-lorong yang gelap dan sempit. Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah gua yang besar.
Di tengah gua, mereka melihat sebuah kolam kecil yang berisi air yang berkilauan. Air itu tampak sangat suci dan murni.
"Itu dia," kata Alistair. "Air Mata Dewa."
Alistair dan Lyra mendekati kolam itu dan mengambil sedikit air itu. Mereka menyimpan air itu di dalam botol kecil yang mereka bawa.
"Kita berhasil," kata Lyra, tersenyum lega. "Kita mendapatkan Air Mata Dewa."
Tiba-tiba, mereka mendengar suara raungan yang keras. Mereka tahu bahwa naga api itu telah mengalahkan Merlin dan sedang menuju ke arah mereka.
"Kita harus pergi dari sini!" seru Alistair. "Naga itu akan membunuh kita."
Alistair dan Lyra berlari keluar dari gua itu dan terbang keluar dari gunung berapi. Mereka terbang secepat mungkin, mencoba untuk menghindari naga api itu.
Naga api itu mengejar mereka, menyemburkan api ke arah mereka. Alistair dan Lyra berhasil menghindari api itu, tetapi mereka tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan selamanya.
Tiba-tiba, Merlin muncul di hadapan mereka. Ia menggunakan sihirnya untuk menciptakan sebuah perisai energi yang besar dan kuat, melindungi mereka dari serangan naga. Dengan kekuatan sihirnya, Merlin mengalihkan perhatian naga itu, sementara Alistair dan Lyra bergegas menuju puncak gunung untuk menyelesaikan misi mereka.
"Cepat, kita harus sampai ke puncak sebelum naga menyerang lagi!" seru Alistair.
Dengan semangat yang membara, mereka melanjutkan perjalanan mereka ke puncak gunung berapi. Di sana, mereka menemukan sebuah altar batu yang besar dan berkarat, di mana Air Mata Dewa tersimpan dalam sebuah botol kristal yang bersinar lembut.
Lyra segera mengambil botol itu, dan mereka semua merasa kelegaan. Tapi, saat mereka hendak kembali, suara gemuruh besar mengguncang tanah. Naga api yang marah dan terluka dari serangan Merlin kembali menyerang dengan nafas api yang menyala-nyala.
"Ini saatnya kita bertarung!" kata Alistair, mengangkat Lightbringer.
Merlin menurunkan perisainya dan bersiap untuk membantu mereka. Dengan keberanian dan kekuatan yang tersisa, mereka bertiga bersatu melawan naga itu, menghindari serangan dan menebas dengan Lightbringer, sementara Merlin memanfaatkan sihirnya untuk memperkuat perlindungan mereka.
Setelah pertempuran sengit, naga itu akhirnya terkalahkan, terjatuh dan menghilang ke dalam lautan lava yang mengalir dari puncak gunung. Mereka bernafas lega, menyadari bahwa mereka telah berhasil mengatasi ancaman besar itu.
Dengan Air Mata Dewa di tangan, mereka kembali ke kuil kuno tempat Lightbringer disembunyikan. Di sana, mereka menemukan buku kuno yang berisi petunjuk tentang keberadaan Lightbringer dan kekuatan yang terkandung di dalamnya.
"Ini dia," kata Merlin sambil membuka buku itu. "Buku ini memberi tahu kita bahwa Lightbringer adalah pedang yang menyatu dengan kekuatan cahaya dan kebenaran. Hanya orang yang murni hati dan berani yang bisa menggunakannya."
Alistair memandang ke arah buku itu dengan penuh tekad. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, dan bahwa kekuatan besar menantinya di ujung jalan.
"Kita harus kembali ke Silverwood dan bersiap menghadapi ancaman Mordath," katanya tegas. "Kita akan gunakan kekuatan Lightbringer untuk mengalahkan dia dan menyelamatkan dunia."
Lyra dan Merlin mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai, dan bahwa mereka harus bersatu lebih kuat dari sebelumnya.
Dengan semangat yang membara, mereka meninggalkan kuil kuno itu dan memulai perjalanan pulang. Mereka tahu bahwa di balik bayang-bayang kegelapan, cahaya harapan tetap menyala, menuntun mereka menuju kemenangan.