NovelToon NovelToon
Rahim Untuk Balas Budi

Rahim Untuk Balas Budi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Romansa
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Sea

Satu janji, satu rahim, dan sebuah pengorbanan yang tak pernah ia bayangkan.
Nayara menjadi ibu pengganti demi menyelamatkan nyawa adiknya—tapi hati dan perasaan tak bisa diatur.
Semakin bayi itu tumbuh, semakin rumit rahasia, cinta terlarang, dan utang budi yang harus dibayar.
Siapa yang benar-benar menang, ketika janji itu menuntut segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Sea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21 — Sepuluh Tahun Tanpa Jejak

Sepuluh tahun.

Bagi sebagian orang, sepuluh tahun cukup untuk mengubah seluruh arah hidup.

Bagi Nayara, sepuluh tahun adalah jarak paling aman yang bisa ia ciptakan dari masa lalu yang tidak ingin ditatap lagi.

Sudah lama ia berhenti menghitung hari sejak meninggalkan Singapura. Berhenti menghitung siapa yang ia tinggalkan, siapa yang mungkin mencarinya, dan mimpi apa yang berserakan di belakangnya. Yang ia ingat hanya satu: ia membawa Aru dalam pelukan, Nadim di sisi kanan, dan sebuah janji untuk hidup lebih tenang.

Perjalanan rumah ke rumah, kontrakan ke kontrakan, pekerjaan ke pekerjaan… akhirnya berhenti di satu tempat yang tidak pernah ia rencanakan: panti asuhan kecil di pinggir kota.

Panti itu dulu hampir tutup. Kekurangan pengasuh, tak mampu menggaji pegawai tetap, dindingnya mulai kusam. Tapi ada sesuatu dalam tempat itu yang membuat Nayara merasa… selamat.

Di hari pertama ia datang membawa lamaran, pengurus panti—seorang perempuan tua bernama Bu Ratmi—menatapnya lama dan berkata pelan, “Mata Ibu ini… seperti orang yang sudah lelah mencari tempat pulang.”

Nayara tersenyum tanpa tahu menjawab apa.

Ia diterima bekerja di hari itu juga.

Pekerjaannya sederhana: mengurus kegiatan anak-anak, menyiapkan makanan, mencatat kebutuhan mereka, menemani belajar. Tidak mewah, tapi hatinya tenang. Di tempat lain, ia pasti selalu waspada. Di sini, untuk pertama kalinya, ia tidak merasa harus bersembunyi setiap detik.

Aru tumbuh bersama anak-anak panti, dan sejak kecil ia lebih cepat mengerti dunia dibanding teman seusianya. Sementara Nayara bekerja, Aru bermain, belajar, tidur siang di kamar kecil dekat dapur, dan ikut kegiatan seperti anak-anak lainnya.

Tahun pertama terasa seperti menghirup udara baru setelah lama tenggelam.

Tahun kedua mulai terasa seperti rumah.

Tahun ketiga… barulah Nayara berani menanam tanaman cabai di halaman belakang. Tanda kecil bahwa ia berani menetap.

Nadim menyelesaikan SMP lalu SMA sambil membantu pekerjaan panti di sore hari. Ia tumbuh menjadi laki-laki muda yang penyayang, tangguh, dan lebih dewasa dari umurnya. Rasa syukur Nayara untuk adiknya itu tak pernah habis.

Kini, di usia 20 tahun, Nadim kuliah di jurusan ekonomi sambil bekerja paruh waktu di minimarket dekat panti. Ia tinggal bersama Nayara dan Aru di rumah kecil yang disediakan pihak panti untuk pegawai tetap.

Hidup mereka tidak kaya, tapi tidak pernah kekurangan kasih sayang.

Tidak pernah pula kekurangan tawa.

Suatu pagi, ketika matahari naik malu-malu, Nadim muncul dari dapur sambil membawa roti panggang.

“Kak, ini buat sarapan. Aku udah mau berangkat,” katanya sambil menyodorkan roti pertama ke Nayara.

“Aru mana?” tanya Nayara sambil menyuap roti tanpa melihat.

“Tadi udah lari duluan. Katanya mau ikut anak-anak panti latihan paduan suara.”

Nayara tersenyum kecil. “Anak itu kalau urusan sekolah, semangatnya nggak pernah setengah.”

“Dia dapat penghargaan lagi kan, Kak?” tanya Nadim sambil memakai sepatu.

Nayara mengangguk. “Iya, ranking satu lagi. Gurunya bilang Aru punya daya tangkap cepat. Bahkan terlalu cepat.”

“Darah siapa tuh?” Nadim cekikikan.

Nayara menatapnya tajam. “Jangan mulai.”

Nadim hanya tertawa lalu menunduk, mencium punggung tangan kakaknya.

“Kak, hidup kita jauh lebih baik sekarang. Beneran.”

Nayara memandang wajah adiknya lama-lama.

“Makasih ya, Dim. Kamu tumbuh jadi laki-laki yang baik.”

“Aku punya Kakak terbaik soalnya,” jawab Nadim sebelum keluar dan pergi dengan sepedanya.

Rutinitas di panti selalu hangat.

Aru berlari-lari sambil membawa buku, mengarahkan anak-anak kecil untuk antri cuci tangan. Suaranya nyaring, penuh semangat.

“Baris! Yang kecil di depan! Yang gede jangan nyalip!”

Anak-anak tertawa, beberapa mengikuti arahannya, beberapa malah menggoda Aru dengan menjitak pelan kepalanya.

Walaupun bukan anak panti, Aru tumbuh sebagai bagian keluarga itu.

Ada satu hal yang paling membuat Nayara sering tersenyum: Aru suka mengajari anak-anak lain membaca.

Mungkin karena ia sendiri belajar lebih cepat, ia punya kesabaran yang tak pernah putus.

Sore hari, ketika langit memerah, Aru sering duduk di aula kecil panti sambil membuka buku di pangkuannya. Dua atau tiga anak kecil duduk di sekeliling, mendengarkan serius.

“Kalau hurufnya dua, suaranya jadi lebih panjang. Kayak gini, lihat… ‘maaaaa’...” jelas Aru sambil membulatkan mulutnya.

Anak kecil menirukan dan tertawa.

Nayara, yang sedang lipat-lipat pakaian, hanya menggeleng pelan.

“Anak itu memang lahir dengan hati yang besar,” gumam Bu Ratmi suatu sore.

Nayara menoleh. “Iya, Bu.”

“Kadang saya melihat Aru seperti punya cahaya sendiri, Naya. Bukan karena dia pintar, tapi karena dia… tulus.”

Ucapan itu membuat dada Nayara hangat.

Kalimat sederhana tapi bisa membuatnya ingin menangis.

Suatu hari, di sekolah, Aru mendapat penghargaan kecil: juara kelas dan ketua kelompok karya ilmiah untuk lomba antar-SD. Ia menulis penelitian sederhana tentang air hujan dan tanaman, tapi cara ia menjelaskan memukau para guru.

Saat guru memanggil namanya ke panggung kecil sekolah, Nayara berdiri di belakang aula, menggenggam tas kecilnya erat-erat.

“Untuk Aru Pradipta. Juara umum semester ini.”

Aru maju dengan langkah percaya diri. Anak itu tidak tahu siapa ayahnya, tidak tahu darah siapa yang ia bawa. Tapi ia tumbuh begitu baik, begitu benar… lebih dari cukup bagi Nayara.

Setelah acara selesai, Aru berlari ke arah ibunya sambil mengangkat sertifikat.

“Bu! Lihat! Aku dapat nilai paling tinggi lagi!”

Nayara tersenyum, menunduk untuk menyamakan tinggi badan anaknya.

“Ibu bangga sekali sama kamu.”

Aru memeluk leher Nayara erat-erat, lalu berkata polos, “Aku cuma mau bikin Ibu senang.”

Dan di momen itu, Nayara tahu: sepuluh tahun pelarian tidak sia-sia.

Hidup mereka tidak megah.

Tidak ada mobil mewah, tidak ada rumah besar, tidak ada liburan mahal. Tapi setiap hari mereka punya hal-hal kecil yang membuat hidup terasa cukup:

• sarapan sederhana tapi dimakan bersama

• suara tawa anak-anak panti

• Aru yang membawa piala kecil ke mana-mana

• Nadim yang selalu menyisihkan uang jajan untuk beli buku Aru

• dan Nayara yang bisa tidur tanpa rasa takut seperti dulu

Di malam hari, setelah pekerjaan selesai, Nayara sering duduk di depan rumah kecil mereka sambil menatap bulan.

Aru biasanya duduk di pangkuannya, membaca buku atau hanya menyandarkan kepala di lengan Nayara.

“Ibu…”

“Ya?”

“Aku bahagia di sini.”

Nayara mengusap rambutnya. “Ibu juga.”

Hanya itu.

Tidak ada konflik.

Tidak ada ketegangan.

Tidak ada masa lalu yang mengintip.

Hanya kehidupan baru yang…

Tenang.

Damai.

Sederhana.

Sepuluh tahun yang memberi mereka ruang untuk bernafas.

Tanpa sadar, Nayara tersenyum.

Untuk pertama kalinya, ia percaya bahwa hidup tidak hanya tentang berlari dari masa lalu—tapi juga tentang berani membangun rumah dari serpihan yang masih tersisa.

Dan di panti asuhan kecil itu, ia berhasil.

1
strawberry
Karina takut Rendra berpaling darinya karena Aru mirip Rendra, Nayara takut Aru diambil Rendra dan takut akan perasaannya. Rendra takut perasaannya jatuh hati pada Nayara dan pada Aru yg mirip dengannya.
Mommy Sea: pada takut semua mereka
total 1 replies
strawberry
Dalam rahim ibu kita...
Titiez Larasaty
ikatan batin anak kembar dan ayah
strawberry
mulai ada rasa cemburu...
Titiez Larasaty
semoga rendra gak tega ambil aru dia cm mengobati rasa penasaran selama ini kasihan nayara harus semenyakitkan seperti itukah balas budi😓😓😓
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Muhammad Fatih
Bikin nangis dan senyum sekaligus.
blue lock
Kagum banget! 😍
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Romantisnya bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!