Amanda Zwetta harus terjebak ke dalam rencana jahat sahabatnya sendiri-Luna. Amanda dituduh sudah membunuh mantan kekasihnya sendiri hingga tewas. Amanda yang saat itu merasa panik dan takut terpaksa harus melarikan diri karena bagaimana pun semua itu bukanlah kesalahannya, ia tidak ingin semua orang menganggapnya sebagai seorang pembunuh. Apalagi seseorang yang dibunuh itu adalah pria yang pernah mengisi hari-hari nya selama lima tahun. Alvaro Dewayne Wilson seorang CEO yang terkenal sangat angkuh di negaranya harus mengalami nasib yang kurang baik saat melakukan perjalanan bisnisnya karena ia harus berhadapan dengan seorang gadis yang baru ia temui yaitu Amanda. Amanda meminta Alvaro untuk membantunya bersembunyi dari orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadanya. Akankah Alvaro membantu Amanda? Atau justru Alvaro akan membiarkan Amanda begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifafkryh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEMANDANGAN YANG MENYAKITKAN
Alvaro langsung menatap sang Ayah. "Kami belum memikirkan kearah sana, Dad. Lagipula aku masih ingin fokus mengurus perusahaan." Ucap Alvaro.
"Umurmu sudah dua puluh delapan tahun, Varo. Sudah sepantasnya kau menikah. Mengenai perusahaan, saat sudah menikah pun kau masih bisa mengurusinya." Balas Dominic.
"Tapi, Dad—"
"Sudahlah, yang jelas Daddy ingin kau segera menikah dengan Amanda." Ucap Dominic.
"Ini kehidupanku, Dad. Jadi biarkan aku yang memutuskan kehidupanku sendiri. Dan aku mohon, jangan ikut campur lagi." Ucap Alvaro.
Hanya Alvaro yang berani menentang Ayahnya. Dominic pun hanya diam saja tak menanggapi ucapan Alvaro barusan. Sementara Amanda, wanita itu hanya diam saja mendengarkan perbincangan antara Ayah dan Anak itu.
Tak lama, Salah satu pelayan menghampiri mereka dan mengatakan bahwa makanan sudah dihidangkan. Saat akan beranjak pergi, suara Veronica membuat mereka menghentikan langkahnya.
"Tunggu dulu." Ucap Veronica.
"Ada apa, Vero?" Tanya Dominic.
"Aku mengundang seseorang untuk ikut makan malam bersama kita, Dom." Jawab Veronica.
"Siapa?" Tanya Brianna.
"Kau akan tahu nanti, sayang." Jawab Veronica kepada keponakan tersayangnya.
"Selamat Malam."
Tiba-tiba saja seseorang yang Veronica tunggu akhirnya tiba. Mereka semua langsung menoleh ke arah belakang saat mendengar suara tersebut.
Alvaro dan Brianna sama-sama terkejut saat melihat siapa yang Tante nya maksud. Sementara Dominic dan Amanda, mereka bersikap biasa saja.
"Malam, sayang. Kami semua sudah menunggu kedatanganmu." Ucap Veronica sambil berjalan menuju seseorang itu.
"Maaf karena membuat kalian menunggu."
"Untuk apa Aunty mengundangnya?" Tanya Alvaro datar.
"Aunty sengaja mengundang Clara karena Aunty sudah menganggapnya seperti keponakan Aunty sendiri. Dan bukankah kau sedang bekerja sama dengan perusahaan SP Group? Bukankah bagus jika Aunty mengundang Clara? Acara makan malam ini bisa membuatmu menjalin komunikasi yang lebih baik dengan Clara." Ucap Veronica.
Veronica sengaja mengundang Clara untuk ikut makan malam bersama keluarganya karena ia ingin mendekatkan Clara dengan Alvaro. Ia tidak suka jika Alvaro dekat dengan wanita lain selain Clara.
Tanpa menanggapi ucapan Tante nya, Alvaro langsung berjalan menuju meja makan. Brianna pun langsung mengikuti kakaknya sambil mengajak Ayahnya dan juga Amanda.
"Jadi dia kekasih Alvaro?" Tanya Clara tidak suka.
"Ya, benar. Tapi kau tenang saja, Aunty lebih setuju kau yang menjadi kekasih Alvaro. Bukan wanita tidak jelas itu."Jawab Veronica.
"Aku pegang kata-katamu, Aunty. Kau sudah berjanji akan membantuku untuk dekat dengan Alvaro." Ucap Clara.
"Ya, Aunty berjanji, sayang. Ayo kita ke meja makan." Ajak Veronica.
Akhirnya, makan malam pun dimulai. Selama makan malam berlangsung, hanya ada keheningan yang menghiasi mereka. Baik Alvaro maupun Ayahnya, mereka tidak suka jika ada yang berbicara pada saat makan. Amanda yang sudah tinggal bersama Alvaro pun jadi terbiasa akan hal itu.
Setelah semuanya selesai, Dominic langsung menatap Alvaro dan Amanda secara bergantian.
"Sejak kapan kalian berpacaran?" Tanya Dominic.
Amanda langsung terbatuk-batuk saat mendengar pertanyaan Ayah Alvaro. Dan dengan cepat Alvaro mengambil air minum untuk ia berikan kepada Amanda.
"Terima kasih." Ucap Amanda tanpa menatap Alvaro.
Amanda sedikit terkejut saat mendengar pertanyaan itu. Ia tidak sempat berpikir bahwa nantinya Ayah Alvaro akan menanyakan hal itu. Ia langsung menatap Alvaro seakan meminta jawaban.
"Hubungan kami baru saja terjalin, Dad. Itu sebabnya aku tidak ingin buru-buru menikah. Kita harus saling mengenal lebih dulu. Benar kan, sayang?" Ucap Alvaro sambil merangkul pundak Amanda dengan mesra.
Jantung Amanda langsung berdegup kencang saat mendengar Alvaro memanggilnya 'sayang.'
Akhir-akhir ini jantungku sering berdegup kencang setiap bersama Alvaro. Sepertinya ada yang salah dengan diriku. Batin Amanda.
"Benar begitu, Amanda?" Tanya Dominic memastikan.
Amanda langsung tersadar dari keterdiamannya. "Emm ... Ya." Jawab Amanda.
Perbincangan mereka sangat tidak di sukai oleh Clara dan juga Veronica. Clara terus menatap Amanda tajam karena kebetulan Amanda duduk tepat di hadapannya.
Melihat Clara yang sudah mulai emosi, Veronica langsung mengusap punggung Clara agar wanita itu bersikap tenang.
"Dari mana kau berasal?" Tanya Clara tiba-tiba.
"Apakah itu ada urusannya denganmu?" Bukan Amanda yang menjawab, melainkan Alvaro-lah yang menjawab.
"Tentu saja itu penting. Bahkan bukan hanya untuk-ku melainkan untuk keluargamu juga, Varo. Aku hanya ingin kau mendapatkan wanita yang sepadan dengan dirimu." Ucap Clara lembut.
"Aku tidak butuh perhatianmu itu, Clara. Ayahku saja tidak mempermasalahkan dari mana Amanda berasal." Balas Alvaro tajam.
"Aku berasal dari Indonesia, Clara." Ucap Amanda lembut.
Amanda sudah bisa memastikan bahwa wanita yang berada di hadapannya saat ini menyukai Alvaro.
Wanita ini sepertinya menyukai Alvaro. Tapi kenapa ada perasaan tidak suka jika dia benar-benar menyukai Alvaro? Ayolah, Amanda ... Kau hanya pacar pura-pura. Jangan menganggap ini serius. Batin Amanda.
"Varo ... Jangan bersikap seperti itu kepada Clara." Ucap Veronica membela Clara.
"Sebaiknya Aunty tidak perlu ikut campur ke dalam urusanku. Aku tahu apa maksudmu mengundang Clara kemari." Ucap Alvaro.
"Aunty hanya ingin yang terbaik untukmu, Varo. Dan menurutku, Clara-lah yang terbaik. Benarkan, Dom?" Ucap Veronica.
"Sudahlah, Vero. Mengenai kehidupan Alvaro, kau tidak perlu ikut campur. Biarkan dia memilih pasangannya sendiri." Balas Dominic.
"Terbaik untuk Aunty, tapi tidak untukku." Ucap Alvaro.
Veronica hanya mendengus kesal mendengar ucapan Ayah dan Anak itu.
Tiba-tiba saja ponsel Alvaro berdering, saat melihat siapa yang menghubunginya, Alvaro langsung beranjak berdiri dan pergi menuju halaman belakang mansion.
Melihat Alvaro meninggalkannya, membuat Amanda kebingungan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia masih melihat kilat amarah dalam diri Clara dan juga Tante Alvaro. Mereka terus menatapnya tajam. Seakan-akan ingin menghabisinya.
Sampai akhirnya Veronica membisikkan sesuatu kepada Clara. Setelah itu Clara beranjak berdiri dan pergi begitu saja.
"Wanita seperti itu yang ingin kau dekatkan dengan Varo?" Ucap Dominic.
"Ya, memangnya ada yang salah? Clara wanita yang cantik, kaya, dan juga cerdas." Balas Veronica.
"Satu hal yang dia tidak punya. Yaitu sopan santun." Ucap Dominic.
"Amanda ... Daddy tinggal dulu ya. Brianna akan menemanimu sampai Alvaro selesai menjawab telfonnya." Ucap Dominic kepada Amanda.
"Ba-Baik, Paman." Amanda masih merasa canggung jika harus memanggil Ayahnya Alvaro dengan sebutan 'Daddy.'
Melihat sikap baik Dominic, malah membuat Amanda merasa bersalah. Ia sudah membohongi Ayahnya Alvaro mengenai hubungannya dengan Alvaro.
Maafkan aku, Paman. Maafkan aku karena sudah membohongimu. Batin Amanda.
Veronica yang tidak ingin berlama-lama bersama Amanda pun akhirnya memutuskan untuk pergi menuju kamarnya. Kini tinggal-lah Brianna dan Amanda.
"Maafkan sikap Tante Vero, Amanda. Dia memang seperti itu." Ucap Brianna.
Amanda langsung tersenyum saat mendengar ucapan Brianna. "Tak apa, Anna." Balas Amanda.
"Oh ya ... Kakak-mu dimana ya? Kenapa lama sekali?" Tanya Amanda karena Alvaro tak kunjung datang.
"Coba kau hampiri saja dia. Varo pasti berada di halaman belakang." Ucap Brianna.
Brianna pun langsung memberitahu jalan menuju halaman belakang kepada Amanda. Setelah mengetahuinya, Amanda memutuskan untuk menghampiri Alvaro karena ia sudah merasa sangat lelah. Ia ingin segera istirahat.
Saat hampir tiba, Amanda mendengar suara Clara dan Alvaro. Ia pun akhirnya memilih untuk diam di tempat dan mendengarkan perbincangan mereka.
"Aku mencintaimu, Varo. Kenapa kau tidak bisa melihat ketulusanku?" Ucap Clara.
"Perasaan yang kau rasakan bukanlah cinta, Clara. Tetapi hanya obsesi. Kau hanya terobsesi untuk mendapatkanku dan juga hartaku saja." Balas Alvaro datar.
"Tidak, Varo. Aku benar-benar tulus mencintaimu. Beri aku kesempatan untuk membuktikan semuanya." Ucap Clara.
"Sudahlah, aku buru-buru. Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk berbincang denganmu." Ucap Alvaro.
Alvaro memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Baru saja beberapa langkah, Clara langsung berlari menyusulnya dan berdiri tepat di hadapannya. Dan tanpa ia duga, Clara menciumnya.
Alvaro benar-benar tidak bisa menghindari ciuman itu karena pergerakan Clara begitu tiba-tiba. Jika Alvaro tahu, mungkin ia akan menghindar.
Amanda jelas melihat apa yang terjadi. Semua sangat jelas untuk Amanda. Entah kenapa hatinya seperti ditusuk ribuan pisau. Sakit sekali melihat Alvaro berciuman dengan Clara.
Tanpa sadar, air mata Amanda lolos begitu saja membasahi wajah Amanda.
Kenapa hatiku sesakit ini melihat Clara mencium Alvaro seperti itu? Apakah aku sudah mencintai Alvaro? Tapi kenapa harus secepat ini? Bahkan perasaanku terhadap Malvin pun belum sepenuhnya hilang. Batin Amanda.
Tak mau berlama-lama menyaksikan pemandangan yang menyakitkan hatinya, Amanda pun memutuskan untuk kembali menemui Brianna.
*****
To be continue ...