Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.
Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.
Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Barra tiba di perkampungan padat penduduk, menurut saja ketika si gendut menjalankan mobil melalui gang yang hanya muat satu mobil. Jika berpapasan dengan mobil lain, otomatis mundur kembali ke jalan raya. Namun, Barra lega karena yang dia pikirkan tidak terjadi. Mobil si gendut segera belok kiri masuk ke halaman rumah sederhana.
"Ini rumah pemilik mobil ini Mas, tapi bayar ongkosnya di sini saja" si gendut menggaruk tengkuk nya sembari tertawa. Ia berharap, Barra memberi uang lebih supaya masuk kantong pribadi.
Barra tidak mau banyak bicara, ia ambil dompet menarik uang 100 ribu memberikan kepada si gendut, walaupun seharusnya tarif hanya 20 ribu.
"Terima kasih Mas, semoga tambah sukses, tambah kaya" doanya tulus. Setelah mengantongi uang, si gendut turun dari mobil, Barra mengekori.
Wanita muda yang sedang menyapu halaman segera merapikan rambut, membetulkan baju, menarik celananya ke atas. Nampak oper akting ketika menatap Barra sambil tersenyum.
Seorang ibu di samping rumah yang sedang menampi beras pun menghentikan kegiatannya ketika kedatangan pria yang hanya biasa dia temui di perumahan elite, sekarang datang ke rumah. "Waaahh... teman Eko ternyata orang kaya." Ibu bermonolog.
"Kamu sudah pulang Ko?" Tanya pria yang hanya mengenakan celana pendek, dan kaos singlet. Kaos tersebut awalnya warna putih, tapi berubah menjadi merah kecoklatan. Pemilik rumah sederhana itu menatap Barra hanya tersenyum.
"Bang, Mas ini ingin bertemu Abang" Eko menoleh Barra.
"Permisi Pak" ucap Barra.
Pemilik rumah menyilakan Barra dan juga Eko masuk. Di atas tikar mereka duduk bertiga. Pemilik rumah lantas menanyakan tujuan Barra ingin bertemu dengannya.
"Selama satu bulan ini, sudah berapa orang yang menyewa mobil bapak?" Tanya Barra pada intinya. Begitu menatap si bapak, dan kata-katanya yang jujur itu jelas bukan pemilik mobil itu pelakunya.
"Waduh, berapa orang ya?" Si bapak mengingat-ingat. "Eemm... kira-kira 4 atau 5 orang gitu, Dek" jawabnya setelah beberapa detik.
"Coba bapak ingat-ingat lagi, akhir bulan kemarin siapa yang menggunakan mobil bapak." Barra menunggu jawaban si bapak, tapi pria itu masih juga berpikir.
"Saya benar-benar lupa" si bapak lalu bertanya, untuk apa Barra menanyakan ini.
"Pak, tolong kerja samanya, akhir bulan kemarin mobil bapak sengaja menabrak orang hingga bayi dalam kandungan korban tidak bisa diselamatkan" Barra menuturkan.
"Astagfirullah..." ucap bapak dan Eko bareng, mata mereka membelalak.
"Saya akan bantu telusuri" si bapak minta nomor hp Barra, begitu juga dengan Eko. Jika menemukan akan segera memberi kabar.
Obrolan tertunda karena wanita yang menyapu halaman tadi membawa 3 gelas air teh. "Silakan diminum Mas" ujarnya tersenyum menatap Barra.
"Terima kasih" Eko yang menjawab.
"Oh, saya ingat Dek" si bapak ternyata masih mengingat-ingat setelah minum teh, otaknya menjadi cemerlang. Ia menceritakan jika akhir bulan kemarin ada wanita yang tidak dia kenal menyewa mobilnya lepas kunci.
"Seperti apa ciri-cirinya Pak" Barra yang hendak minum menurunkan galas kembali.
"Saya ada fotonya" si bapak mengirimkan foto ke handphone Barra. Setelah mendapatkan itu, Barra pamit pulang dengan jasa taksi.
.
Sementara itu, rombongan Faiz baru keluar dari yayasan. Setiap Faiz mau pulang ditahan anak-anak lantaran ingin bermain bersama si kembar.
"Tuan Barra memang kemana Pak?" Tanya Faiz kepada supir ketika dalam perjalanan pulang.
"Saya tidak tahu Mbak" Supir Barra menceritakan jika Barra pergi bersama supir mobil yang di parkir di sebelah.
"Kok aneh sih..." Faiz mulai tidak tenang, kenapa Barra justru pergi sendiri. Faiz khawatir jika terjadi sesuatu dengan tuanya itu.
"Memang ada apa sih Kak?" Dilla ingin tahu apa yang terjadi, sejak tadi bingung menatap wajah-wajah tegang, sedangkan dia tidak tahu sama sekali.
Faiz lantas menceritakan tentang mobil yang dia curigai berniat membunuhnya satu bulan yang lalu.
"Tenang saja Kak, Tuan Barra pasti bisa melindungi diri sendiri, terus bisa menemukan siapa orang yang tega akan membunuh Kakak."
"Aamiin..." Faiz berharap demikian.
"Siapa yang mau dibunuh?" Supir di depan hanya mendengar kata bunuh.
"Saya Pak, tapi alhamdulillah, Allah masih melindungi walaupun bayi yang saya kandung 9 bulan idak bisa diselamatkan." Faiz menceritakan dengan wajah sedih.
"Yang sabar Mbak Faiz." ucap supir kasihan menatap Faiz dari kaca spion.
"Iya Pak"
"Kak, Tuan Barra sepertinya cinta loh sama Kak Faiz" Dilla mengaihkan agar Faiz tidak sedih lagi. Dilla sering memergoki tuan Barra ketika melirik Faiz yang penuh cinta, tatapan Barra yang mendamba, dan tidak jarang ketika tuan Barra menunjukkan rasa cemburunya.
"Jangan ngarang La" Faiz rupanya tidak pernah menyadari karena dia fokus dengan si kembar. Baginya hanya ingin bekerja secara profesional.
Pak supir turun dari mobil mendorong pagar sendiri ketika tiba di kediaman Barra, tidak mau merepotkan bibi yang sedang sibuk di dalam sana.
Faiz bersama Dilla pun masuk lebih dulu, tiba di ruang tamu tatapan mata tajam menjurus kepada nya. Faiz pura-pura tidak tahu jika ibu tiri tuanya sedang marah. Dia terus berjalan melewati Chana tapi tetap sopan mengucap kata permisi.
"Tunggu!" Chana menghentikan Faiz, hingga Rohman dalam gendongan Faiz kaget.
"Ada apa Nyonya, saya mohon tidak usah berteriak, saya masih mendengar" Faiz harus siap terkena boom yang akan meletus, matanya melirik Dilla agar menyelamatkan si kembar supaya tidak mendengar kemarahan Chana yang akan mengganggu mentalnya.
Dilla tanggap lalu berjalan cepat masuk ke kamar menidurkan Arrohim. Kemudian kembali lagi, ambil alih Rohman dari gendongan Faiz.
"Kenapa kalian ke yayasan tidak mengajak saya?!" Chana melipat tangan di dada. Dia marah karena merasa dilangkahi.
"Saya tidak tahu Nyonya, karena saya hanya menurut perintah Tuan Barra." Faiz mencoba menjelaskan walaupun tidak berlaku bagi Chana.
"Alasan saja, seharusnya kamu bisa mengingatkan Barra, bukan malah mencari kesempatan supaya bisa berdekatan dengannya. Sadar Faiz! Kamu dengan Barra itu tidak selevel. Barra itu seorang ningrat, sedangkan kamu ini siapa? Hanya gembel jalanan tapi bermimpi terlalu tinggi!" Chana mencak-mencak seperti kesetanan, ternyata suaranya lebih dari boom.
Dada Faiz sesak mendengar Chana mengatainya gembel, tetes air mata pun akhirnya jatuh. Namun, cepat-cepat Faiz mengusap.
"Yang Nyonya katakan jika saya mencari kesempatan untuk berdekatan dengan Tuan Barra itu tidak benar. Saya di sini bekerja dan harus tunduk dengan perintah atasan, tetapi seandainya saya suatu saat nanti berjodoh dengan Tuan Barra, walaupun gembel menikah dengan konglomerat, yang penting tidak merebut suami orang." Jawab Faiz lalu pergi, kali ini tidak lagi mengucap kata permisi.
"Kurang ajar kamu, FAIIIZZZZ...
...~Bersambung~...
ayooo trima faiz, jngan lama lama kalau mikir....
lanjut...
semangat...
terima ajaaa
mau dkasih hadiah kah.?? atau perpnjang kontrak... 🤭
lanjut kak