cover diganti NT yah.
Kecelakaan membuat pasangan kekasih bernama Amanda Rabila dan Raka Adhitama berpisah dalam sekejap. Kehadiran ibunda Raka pada saat itu, membuat hubungan mereka pun menjadi bertambah rumit.
"Lima milyar!"
"Ini cek berisi uang lima milyar. Semua ini milikmu, asalkan kau mau pergi dari kehidupan putraku selamanya."
-Hilda-
Amanda pun terpaksa memilih pergi jauh meninggalkan Raka yang sedang terbaring tak sadarkan diri.
Hingga suatu hari, takdir mempertemukan mereka kembali dalam kondisi yang berbeda. Amanda datang bukan lagi sebagai Amanda Rabila, melainkan sebagai Mandasari Celestine, bersama seorang anak lelaki tampan berusia 5 tahun.
Apakah Raka mengenali kekasihnya yang telah lama hilang?
Mampukah Raka mengungkap anak yang selama ini dirahasiakan darinya?
Temukan jawabannya di cerita ini yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Anak Kecil itu?
Apa sebenarnya dia ingin menggodaku?
Jangan-jangan mereka di hotel ini memang sedang mencari pelanggan?
Raka memperhatikan Manda dengan lekat.
"Apa kau pikir kau akan menginap di sini bersamaku?" tanya Raka.
"Ap—apa?" Manda terkejut mendengarnya.
"Tidak Tuan. Saya tidak berani. Saya hanya kasihan kepada teman saya jika menunggu saya terlalu lama, itu saja."
"Ku rasa hanya mengganti pakaianku tidak kan lama Manda, mempelajari kamar ini juga tidak butuh waktu lama."
Manda hanya diam dan tersenyum kikuk mendengar ucapan Raka. Ia tak ingin menghiraukannya karena malas berdebat. Ia hanya ingin melakukan pekerjaannya dengan cepat, lalu keluar dari tempat itu.
Jadi, apapun yang dikatakan Raka tidaklah penting untuknya.
Raka menempelkan kartu pada knop pintu, lalu pintu pun terbuka. Manda dapat melihat dari luar, meskipun sedikit, tapi kamar itu begitu terlihat mewah dan sangat rapi.
"Masuk!" titah Raka.
Manda pun menganggukkan kepalanya, lalu melangkah masuk mendahului Raka. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, mencari keberadaan lemari yang berisi pakaian Raka.
'Nah itu dia' batin Manda ketika menemukan ruangan lain yang seperti walk in closet mini.
Tanpa banyak bicara, Manda pun bergegas ke lemari dan mencari pakaian baru untuk Raka. Sedangkan Raka yang baru masuk itu memperhatikan Manda sambil membuka satu persatu jas nya.
Dia benar-benar hanya melakukan perintah ku dan sepertinya tidak ingin menggodaku.
Setelah menemukan yang tepat, Manda pun memutar tubuhnya untuk menunjukkan pakaian itu kepada Raka, namun ia terkejut ketika mendapati pria itu bertelanjang dada.
Raka berdiri dengan tubuh tegak, dadanya yang bidang terekspos jelas di bawah cahaya lampu ruangan. Otot-ototnya terukir rapi, tidak berlebihan namun cukup untuk menegaskan kedewasaan dan kekuatan yang ia miliki. Kulitnya tampak hangat, kontras dengan wajah dingin yang hampir selalu ia tunjukkan.
Manda terpaku sejenak, bukan hanya karena kejutan melihatnya tanpa busana bagian atas, tetapi juga karena aura pria itu terasa semakin kuat, seolah jarak di antara mereka mendadak menyempit.
Tangan Manda mulai gemetar, antara kagum dan takut. Ia bukan takut Raka akan melecehkannya, karena ia tahu, pria itu tidak akan berselera kepada wanita jelek seperti dirinya.
Tapi ia takut tak mampu mengendalikan diri melihat Raka seperti itu. Ia takut jika nanti penyamarannya akan terbongkar karena kecerobohan dirinya. Manda pun memalingkan wajahnya agar tidak melihat tubuh sexy di hadapannya.
"Tuan maaf, ini pakaianmu, saya letakkan di atas ranjang ya," ucap Manda lalu dengan cepat ia melangkah menjauh, namun terlambat, karena Raka telah mencekal satu pergelangan tangannya.
Manda pun tercekat, jantungnya berdetak cepat karena tubuhnya berada begitu dekat dengan Raka. Hal yang tak pernah ia rasakan kembali setelah lima tahun lamanya. Bahkan aroma maskulin pria itu dapat tercium olehnya.
"Mau kemana?"
"Mau keluar Tuan, sepertinya tugas saya sudah selesai," sahut Manda.
"Aku sudah sangat baik padamu, tak meminta ganti rugi untuk jasku, bahkan aku telah membelamu di depan pecundang Leon tadi, sekarang kau mau pergi dengan begitu saja?"
"Saya sudah mencarikan baju gantinya Tuan," sahut Manda.
"Murah sekali harga diriku. Kenakan baju itu padaku!"
"Ap—apa?"
"Pakaikan."
Raka ini...isssshh!!
Ya sudahlah.
Manda pun mulai mengenakan kemeja pada tubuh Raka perlahan. Jemarinya sedikit bergetar saat menyentuhkan kain pada kulit hangat pria itu. Setiap gerakan terasa canggung, terlebih ketika jarak di antara mereka begitu dekat.
Raka hanya diam, membiarkan Manda sibuk dengan kancing-kancing kemeja itu. Tatapannya yang tajam membuat gadis itu semakin gugup.
Wajahnya jika diperhatikan dengan waktu yang lama, kadang terlihat seperti wajah Amanda. Apa karena dari dekat ya?
Manda pun mencoba menundukkan kepalanya, agar wajahnya tidak begitu dapat diperhatikan oleh Raka.
"Buang kacamata besar mu itu! Mataku sakit melihatnya!" ucap Raka tiba-tiba.
"Maaf Tuan, tapi kacamata ini sudah nyaman bagi saya."
"Aku bisa menggantinya dengan yang lebih bagus."
Manda hanya menghela nafas tanpa menanggapi ucapan Raka, karena pekerjaannya hampir selesai.
"Sudah Tuan," ucap Manda seraya melepaskan tangannya dari jas Raka.
'Cepat sekali' batin Raka.
"Ada lagi yang dapat saya bantu Tuan?"
"Pelajari hotel ini, lihat baik-baik kamar ini apakah masih ada yang perlu diperbaiki."
Manda mengangguk, ia mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar.
Kamar hotel itu tampak luas dengan nuansa elegan. Lantai marmer berkilau memantulkan cahaya lampu gantung kristal yang bergelayut anggun di langit-langit.
Di sisi kanan, jendela kaca besar menjulang hingga ke langit-langit, memperlihatkan panorama kota malam yang berkelap-kelip.
Meja kerja dari kayu mahoni dengan permukaan mengilap terletak di sudut ruangan. Sebuah minibar mungil tersusun rapi di sisi lain, memajang deretan botol wine dan gelas kristal.
"Sepertinya sudah bagus Tuan, hanya perlu ditambah disfusser agar ruangan semakin tenang," ucap Manda.
"Dan juga pada meja kerja itu lebih baik kursinya warna hitam, daripada warna cream seperti itu."
Raka memperhatikan ruangannya dan merasa setuju dengan usul Manda.
"Seleramu boleh juga."
"Terima kasih Tuan, saya akan mulai pelajari hotel ini seka—"
"Besok saja," sahut Raka memutus ucapan Manda.
"Maaf Tuan?"
"Besok saja, sekarang sudah malam. Kau boleh pulang."
"Baik, terima kasih banyak Tuan," ucap Manda lalu ia pun pamit dari sana.
Manda berjalan di koridor seorang diri, hingga tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia menekan tombol dan memasang ponsel di telinganya.
"Ya ampun, kamu belum pulang sar? Rayyan rewel?"
"Ya sudah, ini aku sedang berjalan ke lobi, tunggu aku."
Setelah telepon ditutup, Manda berjalan dengan cepat. Ia tidak sadar jika Raka sedang berada di belakang untuk mengikutinya. Pria itu penasaran bagaimana Manda pulang dari hotel ini? Apakah benar-benar seorang diri?
Melihat Manda yang berjalan cepat, Raka terhenyak. Ia pun segera mengikuti Manda dengan langkah yang menyesuaikan. Hingga kini mereka ada di depan lobi, Raka melihat Manda menghampiri seorang wanita dan anak laki-laki di sisinya.
Raka memperhatikan mereka, berusaha melihat wajah anak kecil itu, namun sayang nya tertutup rambut Manda.
"Siapa anak kecil itu? Apa Manda sudah menikah?"