Rania Zakiyah, gadis berumur 21 tahun yang terpaksa nikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Akankah pernikahan mereka berlanjut atau harus berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Akibat kejadian yang memalukan semalam, baik Rafa maupun Rania tidak ada bertemu dan mengobrol lagi. Rafa hanya mengantar makanan ke kamar Rania setelah itu langsung pergi lagi. Entah jam berapa Rafa baru bisa tertidur, bayangan tentang Rania memenuhi isi kepalanya. Rania yang terluka dan Rania yang Sexy.
Pagi ini, mereka sudah duduk di dalam mobil. Rania akan diantar ke rumah orang tuanya karena biar diurus. Rafa juga sudah memberi tahu keadaan Rania semalam. Tidak ada percakapan yang terjadi di dalam mobil, Rafa fokus pada jalanan yang sedikit ramai karena para pengguna jaln sudah mulai bergerak sedangkan Rania menatap pemandangan dari kaca mobil sampingnya.
Lima belas menit berlalu, mobil yang dikendarai Rafa sudah terparkir rapi di halaman rumah Pak Rudi. Pak Rudi yang mendengar suara mobil langsung menegajak istrinya untuk keluar.
"Mobil siapa itu yang ada di rumah Pak Rudi?" ujar ibu-ibu yang sedang menyapu halamannya. Hal yang biasa dilakukan di area perumahan sederhana, ibu-ibu setelah suami dan anaknya pergi langsung berkumpul saja entah untuk menunggu tukang sayur atau mencari bahan perghibahan.
"Ga tau, tamunya kali. Kan ga mungkin Pak Rudi punya keluarga kaya" celetuk ibu gemoy tapi julidnya setengah mati. Mereka tertawa bersama.
Rafa membuka pintu mobilnya dan langsung memutari mobil untuk membukakan Rania pintu.
"Loh.. Loh itu bukannya suaminya Rania yang tukang mabuk itu? Kok punya mobil bagus"
"Lah iya ya" Para ibu-ibu menatap kedatangan Rafa dan Rania dengan perasaan tidak suka. Mereka shock. Gadis yang sejak dulu selalu membuat iri sekarang malah tambah membuat mereka iri. Kecantikan, kepintaran serta kebaikan Rania lah yang menjadi alasan keirian mereka.
Pak Rudi dan Ibu Tania sudah tahu tentang kehidupan yang dimiliki Rafa. Setelah pindahan, Rania langsung menelpon orang tuanya dan memberi tahu jika Rafa bukanlah pengangguran seperti yang dituduh Rania.
"Mau digendong?" tanya Rafa setelah membukakan pintu dan safety belt yang digunakan Rania. Aroma shampoo di rambut Rafa sangat wangi.
"Ga usah, Bang. Rania bisa jalan sendiri" tolak Rania. Bisa tambah meradang tetangga kalau lihat Rania digendong Rafa. Padahal cuma keluar dari mobil.
"Ya Allah, Ran. Kenapa bisa begini?" Ibu Tania memeriksa luka di tubuh ketika Rafa sudah membawa Rania masuk, saat ini Rania sedang menggunakan rok. Tanpa aba-aba, Ibu Tania langsung menyikap Rok yang digunakan Rania. Hanya ada mereka bertiga di ruang tamu, Pak Rudi izin keluar sebentar.
"Ih, kenapa ibu malah buka sembarangan sih" gumam Rania kesal. Mau ngelarang ntar malah ketahuan kalau mereka belum pernah satu ranjang. Rafa memalingkan wajahnya, telinganya merah dan wajahnya panas.
"Sial!" gerutu Rafa mengusap wajahnya kasar. Pagi-pagi sudah nantang aja.
"Mau sarapan, Bang?" tegur Rania membuyarkan lamunan Rafa. Rania tahu jika Rafa pasti sedang mengingat kejadian semalam, sama sepertinya. Tapi Rania mencoba menganggap kejadian itu tidak ada. Rania tenang.
"Ga usah, Ran. Abang pergi ke kantor sekarang aja ya?"
"Kalian belum sarapan?" Rania menggeleng.
"Ga bisa masak, Bu"
"Sebentar ibu telpon bapak biar dibelikan nasi uduk di depan" Ibu Tania berdiri mau menelpon suaminya.
"Buat Rania aja, bu. Rafa ntar sarapan dikantor saja" ujar Rafa.
"Benaran, Fa?" Rafa mengangguk.
"Abang pergi dulu ya"
"Maaf ya, Bang. Hari ini ga bisa buatin sarapan dulu" ucap Rania merasa bersalah.
"Ga papa, sembuhkan lukamu dulu" Rania mencium punggung tangan Rafa sebelum Rafa pergi kerja. Setelah berpamitan, Rafa langsung pergi menuju kantornya.
***
Dikantor.
Setelah makan sarapan yang Rafa beli dijalan. Rafa langsung mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Rafa mengisapnya dalam dan menghembuskan. Asap putih mengepul.
Tok.. Tok.. Pintu ruangan Rafa terbuka, Dustin berjalan masuk.
"Tumben, pagi-pagi sudah ngerokok" tanya Dustin. Dustin sudah hapal dengan Rafa, Meskipun Rafa seorang perokok tapi Rafa tidak seaktif Dustin yang bisa menghabiskan satu bungkus rokok dalam dua hari.
"Ada apa?" Rafa mematikan rokoknya. Ruangan Rafa sudah diatur sedemikian canggih. Meskipun Rafa merokok, asapnya tidak akan bertahan lama di dalam ruangan.
"Biasa, tanda tangan" Dustin duduk di kursi sebrang Rafa. Mereka hanya terhalang meja yang diatasnya ada laptop dan beberapa berkas yang belum di cek Rafa.
"Lu lagi ada masalah ya?" tanya Dustin setelah Rafa mengembalikan berkas yang sudah dibubuhin tanda tangannya.
"Gak" ucap Rafa bohong. Sebenarnya bukan masalah, tapi sejak semalam otak mesumnya ga bisa diajak kompromi. Rafa selalu teringat dengan tubuh Rania yang menggoda dan itu malah membangkitkan gairah Rafa.
"Oh.." Dustin sebenarnya tahu jika temannya saat ini sedangg bohong. Tetapi Dustin tidak mau memaksa Rafa untuk menceritakannya.
"Rania gimana? Yakin, Lu mau ngelepasnya?" cerewetnya Dustin menambah beban di hati Rafa.
"Kenapa Lu tiba-tiba bahas Rania?"
"Ya, daripada Gue bahas Bella. Ntar Lu malah makin stress. Lu ada rasa ya sama Rania?"
"Entah, Gue bingung. Gue.. Harus mastikan dulu" Rafa tidak mau menceritakan kejadian Rania kecelakaan. Bisa tambah cerewet asisten sekaligus temannya ini.
"Jangan kelamaan"
Ting. Sebuah pesan masuk di grup mereka.
Grey : Rafa, kata Keyla Rania kecelakaan ya? Ini Keyla ngajak Gue buat jenguk Rania di rumahnya. Ini rumah yang mana? Rumah Lu atau orang tuanya?
"Brengsek.., mau gue ga bilang tapi malah tersebar" Rafa membaca pesan yang di kirim Grey. Dustin tertawa melihat raut wajah Rafa yang berubah jadi masam.
"Oh, Rania kecelakaan makanya ada seseorang yang stres. Btw, Gue ikut ah kalau mau jenguk Rania" ucap Dustin sambil mengejek Rafa dan berjalan keluar.
"Ga usah" teriak Rafa. Bukannya mendengarkan perintah bosnya, Dustin malah memberi tanda love dijari tangannya sambil tertawa. Sebelum ada barang yang melayang, Dustin langsung menutup pintu dengan cepat.
Jam 17.00, seharusnya mereka sudah janjian akan pergi ke rumah Rania untuk menjenguknya tapi ada tamu yang tidak diundang datang ketika Rafa akan siap-siap pulang bersama Dustin.
"Rafa didalam kan?" terdengar suara Bella yang sedang berbicara dengan Prilly, sekretaris kedua Rafa.
"Ada Mbak"
Sesudah dapat jawaban dari Prilly, seperti biasa Bella langsung masuk ke dalam ruangan Rafa tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Bella tahu jika Rafa tidak suka ada rapat di dalam ruangannya.
"Bella, Raf" kata Dustin. Akhirnya hari ini tiba, Rafa harus siap untuk menghadapi Bella. Hubungan mereka harus jelas. Dengan langkah yang anggun, bella memasuki ruangan Rafa. Pakaian yang digunakan Bella tidak pernah gagal, selalu pas dibadannya.
"Tunggu Gue di depan"
Dustin mengangguk dan pergi keluar untuk memberi ruang pada Rafa dan Bella untuk berbicara. Dengan menggenggam handphone ditangan kirinya, Dustin menganggukan sedikit kepala ketika melewati Bella. Dari empat teman Rafa, hanya Dustin yang masih bersikap dingin kepada Bella berbeda dengan Daniel dan Grey.
"Raf, akhirnya kita ketemu? Kamu kemana aja? Kenapa teleponku ga pernah diangkat" Rafa dicerca berbagai pertanyaan oleh Bella. Bella berjalan mendekat dan ingin memeluk Rafa.
Dustin : Lu duluan aja Grey jenguk Rania. Bella datang ke kantor.
Grey : Ok
Dustin mengirim pesan pribadi ke nomor Grey. Rencana mereka untuk menjenguk Rania bersama-sama sepertinya akan tertunda. Dustin tetap setia menunggu Rafa didepan ruangannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
beri dukungan di Novel terbaruku juga ya kak, jangan lupa kritik dan saran untuk membangun penulisanku