Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gate of Darkness
Saat mereka berdua menatap gerbang raksasa itu, keheningan di antara Iblis yang mengejar seketika digantikan oleh suara dengungan halus.
Sang Kakak (berambut pendek) merasakan Katana curian yang ia pegang mulai bergetar pelan di sarungnya. Energi merah tua Katana itu memancar tipis, seolah sedang merespons sesuatu yang jauh.
Sang Kakak meletakkan tangan kirinya pada sarung pedang itu. Ia menatap senjata yang mematikan itu dengan tatapan lembut dan tenang, seperti berbicara pada makhluk hidup.
"Sabar, ya," bisik Sang Kakak pelan, suaranya sangat tenang. "Aku tahu kau bersemangat. Sebentar lagi..."
Pada saat yang sama, Sang Adik (berambut ponytail) juga merasakan getaran yang sama pada pedangnya. Pedangnya, meskipun bukan Katana yang dicuri, juga memiliki kaitan darah dengan Sang Kakak, dan kini ia bereaksi terhadap lonjakan energi yang sama.
Sang Adik menoleh cepat, matanya terbelalak. "Kau merasakannya juga, Kak?"
Mereka berdua saling pandang. Sebuah pemahaman tanpa kata terjalin—reaksi pedang mereka tidak hanya menandakan energi Portal yang besar, tetapi mungkin juga adanya kehadiran atau peristiwa besar yang baru saja terjadi di luar sana, di Semesta Animers.
Sang Kakak (berambut pendek) menarik napas dalam, memantapkan tekad. Ia tahu apa yang harus dilakukan sebelum menghadapi inti Portal.
Dengan gerakan anggun dan fokus, Sang Kakak menjentikkan jarinya. Segera, Darah Iblis yang tergenang di lantai dan di udara di sekitar mereka bereaksi. Darah itu naik, berputar lembut, dan mekar menjadi pusaran indah Bunga Higanbana yang beraroma aneh, mengelilingi dirinya dan Sang Adik.
Bunga-bunga Darah itu berfungsi ganda: mereka menjaga kestabilan kondisi fisik dan sihir mereka yang terkuras oleh pertarungan brutal, sekaligus memberikan efek penyembuhan (healing) instan, menutup luka-luka kecil dan mengisi ulang energi mereka.
Setelah Bunga Higanbana mereda dan energi mereka kembali penuh, Sang Kakak mengangguk ke Sang Adik.
"Sudah siap," ucap Sang Kakak.
Mereka berdua berjalan mendekati gerbang raksasa itu. Dengan dorongan serentak, kedua wanita itu membuka gerbang yang berat itu. Gerbang itu berderak, memperlihatkan kegelapan pekat yang menanti di dalamnya. Tanpa ragu, mereka berdua masuk ke dalam ruangan tersebut, siap menghadapi inti dari semua kekacauan yang melanda Semesta Animers.
.
.
.
Pintu gerbang raksasa itu berderak terbuka dengan suara yang memekakkan telinga, bukan karena engselnya, melainkan karena energi murni yang keluar. Di dalamnya, terpampanglah inti dari semua masalah: Gate of Darkness (Gerbang Kegelapan) yang berukuran kolosal. Gerbang itu bukan terbuat dari batu, melainkan dari pusaran bayangan pekat yang berdenyut, mengeluarkan suara menyeramkan yang terdengar seperti ribuan rintihan sekaligus.
Sang Kakak (berambut pendek) sama sekali tidak gentar. Ia berjalan mendekati Gerbang itu dengan langkah yang tenang dan mantap, Katana curian itu tergantung di pinggulnya.
Sang Adik mengikuti beberapa langkah di belakangnya, pedangnya masih terhunus, matanya yang merah tajam mengamati setiap sudut ruangan.
Ketika Sang Kakak berdiri hanya beberapa meter dari pusaran energi yang mengerikan itu, ia memejamkan mata. Ia seolah mengesampingkan suara menakutkan itu, mencoba memahami makna di baliknya. Sang Kakak seolah mengerti bahasa atau getaran energi yang dipancarkan oleh Gate of Darkness.
Ia merentangkan tangan kirinya, mencoba berkomunikasi atau mungkin hanya menangkap informasi dari entitas non-verbal tersebut. Sementara itu, Sang Adik hanya menyimak, mempercayai intuisi Sang Kakak yang selalu lebih peka terhadap hal-hal gaib dan misterius.
.
.
Gerbang Kegelapan berdenyut, dan suara seram itu terasa seperti gemuruh jutaan jiwa yang terperangkap, berbisik langsung ke dalam pikiran Sang Kakak.
Sang Kakak:
"Aku tidak datang untuk mendengar ratapanmu, Gerbang. Katakan padaku, mengapa kau terbuka begitu lebar? Siapa yang mengaktifkanmu melebihi batas kekuatan alamiahmu?"
Gate of Darkness (GD):
(Suara yang berat, seperti tanah retak dan api yang menyala) ...Kekuatanmu hanyalah setetes darah di hadapan Banjir yang akan datang. Aku terbuka karena ini adalah Waktunya. Waktu untuk Penebusan melalui Kekacauan...
Sang Kakak:
"Kekacauan adalah rutinitasmu. Tapi ini berbeda. Kau merobek dimensi. Ada tangan yang lebih kuat yang memaksamu. Katakan padaku, apa 'Kunci' itu? Senjata curian kami? Atau seseorang yang tersembunyi?"
GD:
...Tuas telah diputar. Garis darah telah diaktifkan. Kau mencari Alasan, Pemburu Darah. Alasan itu adalah Kelemahan, dan Kelemahan itu telah menemukan Jalan menuju Gerbang...
Sang Kakak:
"Kelemahan apa yang kau maksud? Apakah Raja Iblis berhasil mendapatkan sekutu dari pihak kami? Apakah Evelia atau Gumi terlibat dalam membuka gerbang ini?"
GD:
...Nama-nama fana itu tidak relevan. Yang relevan adalah Darah. Darah yang Kau bawa, Darah yang akan membanjiri Semesta. Sang Kunci—dia ingin melupakan, dan Aku akan memberinya Cara. Dan kalian tidak akan menghentikan Banjir yang akan menelan Kerajaan Cahaya dan Kegelapan!
Sang Kakak:
(Nada suaranya mengeras, menantang getaran Gerbang) "Kami mengambil Kunci yang paling berharga darimu. Kami akan menutupmu. Kami datang untuk menghentikan Penebusanmu, dan kami akan menemukan siapa yang bersembunyi di balik 'Kelemahan' itu."
Gerbang Kegelapan berteriak dengan suara yang semakin nyaring, seolah marah atas ancaman Sang Kakak. Sang Adik maju selangkah, Katana mereka kini bereaksi semakin kuat terhadap intensitas Gerbang.
Sang Kakak menahan getaran energi dari Gerbang Kegelapan yang mengancam, wajahnya kini dihiasi senyum sinis yang tajam. Ia mengabaikan ancaman Gerbang tentang "Banjir" dan "Kelemahan."
"Omong kosong tentang Penebusan dan Banjir," cibir Sang Kakak. Ia menatap pusaran kegelapan itu dengan pandangan menantang, menyuarakan konspirasi tertinggi yang selalu ia curigai.
"Aku bertanya," lanjutnya, suaranya tenang namun menusuk. "Apakah ini campur tangan dari para Dewa Dewi? Apakah mereka yang memutar 'Tuas' itu? Apakah mereka ingin melihat Semesta ini hancur?"
Gerbang Kegelapan tidak langsung menjawab; suara seram itu justru sejenak terdiam, bergetar dengan intensitas yang lebih dalam, seolah pertanyaan Sang Kakak telah menyentuh kebenaran yang terlarang. Keheningan Gerbang itu sendiri menjadi jawaban yang paling mengkhawatirkan.
Sang Kakak tidak puas dengan keheningan Gerbang. Ia mengambil langkah maju, dan dengan gerakan yang tegas dan berbahaya, ia menarik Katana curian itu dari sarungnya. Bilah Katana yang memancarkan aura merah tua itu ditancapkan dengan kuat ke lantai, tepat di ambang batas pusaran energi Gate of Darkness.
Tindakan itu seperti serangan jantung bagi entitas dimensional tersebut. Seketika, raungan dan bisikan yang memekakkan telinga dari Gerbang Kegelapan berhenti total. Seluruh ruangan jatuh ke dalam keheningan yang sunyi dan mencekam. Energi di udara terasa menegang, seolah menahan napas.
Sang Kakak mempertahankan pandangannya yang menantang pada Gerbang yang kini diam, memanfaatkan keunggulan psikologisnya.
"Kau punya kesempatan," ujar Sang Kakak, suaranya tenang, dingin, dan menguasai. "Berbicara tanpa metafora dan tanpa ancaman. Aku tahu kau lebih tahu dari semua ini. Siapa yang bertanggung jawab atas kehancuran yang kau sebabkan, dan apakah ini ulah para Dewa?"
Sang Kakak memberi isyarat, memberikan Gerbang Kegelapan 'izin' untuk berbicara lebih leluasa, menuntut kebenaran.