Lala mengalami kecelakaan yang membuat jiwanya terjebak di dalam raga seorang antagonis di dalam novel dark romance, ia menjadi Clara Shamora yang akan mati di tangan seorang mafia kejam yang mencintai protagonis wanita secara diam-diam.
Untuk menghindari nasib yang sama dengan Clara di dalam novel, Lala bertekad untuk tidak mengganggu sang protagonis wanita. Namun, ternyata ia salah langkah dan membuatnya diincar oleh malaikat mautnya sendiri—Sean Verren Dominic.
“Sekalinya milik Grey, maka hanya Grey yang bisa memilikinya.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MTMH18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian dua puluh dua
Apa yang ditakutkan Bella, ternyata terjadi. Jessica tidak sehangat sebelumnya, bahkan sang mommy juga terlihat menghindarinya. Begitupun dengan Steven, semuanya berubah, kecuali Joan yang masih tetap menyayanginya.
Namun, Bella merasa tidak tenang. Ia sudah terbiasa dengan kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya, tetapi sikap dingin mereka mengusik ketenangannya.
Bella hanya bisa berharap kalau Aaron tidak berubah, apalagi mereka sudah bertunangan. Bella tidak ingin mimpinya hancur, ia harus mempertahankan Aaron sampai mereka menikah.
“Kak El sudah pulang?” Bella sengaja menunggu kepulangan Gabriel.
Pria itu menatapnya dengan tajam, membuatnya sedikit takut.
“Sudah berapa kali ku katakan? Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu!” Sentak Gabriel yang membuat air mata sang adik angkat meluruh.
Gabriel berdecih pelan, kali ini ia sudah muak melihat tangisan Bella. Pria itu berjalan melewati Bella yang masih menangis dan berharap ditenangkan olehnya, tetapi Gabriel tetap mengabaikannya.
Gabriel memasuki kamarnya, pria itu tampak lelah. Helaan napas berat terdengar dari bibir tipisnya, iris hijaunya menyapu seisi kamarnya yang terasa dingin.
“Clara, apa kau baik-baik saja?” Gabriel sangat merindukan adiknya.
Sudah dua minggu berlalu, sejak pertemuan mereka di restoran. Namun sampai sekarang Gabriel masih belum tahu adiknya tinggal di Mansion Dominic yang mana, karena tidak ada yang mengetahui Mansion pribadi Sean.
“Clara, Kakak tidak bisa tenang saat tahu siapa pria yang bersamamu,” Gabriel menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang.
Tidak hanya tubuhnya yang terasa lelah, tetap juga pikirannya yang tidak bisa ditenangkan. Gabriel tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena teringat kalau adiknya bersama Sean.
“Dia orang yang berbahaya, Clara. Kenapa kau percaya kepada orang seperti itu?” Gabriel sangat ingin menarik adiknya untuk menjauh dari Sean.
Gabriel tidak rela kalau sang adik bersama Sean, meskipun Clara terlihat baik-baik saja… belum tentu sang adik benar-benar baik, karena pria yang bersamanya adalah orang yang dikenal tidak memiliki hati.
“Setidaknya orang itu Sean, bukan Grey yang sampai saat ini belum diketahui wajahnya.”
Meskipun begitu, Gabriel masih belum tenang. Ia sempat berpikir kalau sang adik diculik oleh seorang mafia yang wajahnya tidak diketahui oleh orang-orang, bahkan nama Grey terus dicari oleh banyak orang yang ingin bekerja sama dengannya. Namun Grey pemilih, tidak sembarangan orang yang bisa bertemu dengannya dan bekerja sama dengannya.
Gabriel mengerang kesal, karena ia tidak menahan Clara untuk pergi dari Mansion Lexander.
“Kak Gabriel kenapa sering teriak-teriak tidak jelas?” Joan memasuki kamar sang kakak yang tidak dikunci.
Gabriel masih diposisinya, pria itu benar-benar lelah dengan pikirannya sendiri. Hanya Clara yang bisa membuatnya nyaris gila, karena ingin membawa sang adik kembali pulang dan menjauh dari sosok Sean.
“Dan kenapa kau sering membuat Bella menangis? Apa kau sudah dipengaruhi oleh Clara—”
“Diam!” Sentak Gabriel yang tidak suka Joan selalu menyalahkan Clara.
Andai saja Joan tahu kalau Clara saat ini berada di tempat Sean, pasti Joan juga tidak akan bisa tenang seperti dirinya.
“Jangan pernah menyalahkan Clara! Dia tidak bersalah!” Marah Gabriel yang membuat sang adik bungkam.
“Dan berhenti memanjakan Bella, dia sudah dewasa dan dia terlalu cengeng untuk umurnya yang sekarang,” lanjutnya yang kini sudah merubah posisinya menjadi duduk.
Gabriel menghela napas pelan, “Coba kau ingat-ingat sikapmu selama ini kepada Clara dan Bella? Baru kau bisa datang kepadaku dan memarahiku.”
Setelah mengatakan itu, Gabriel berlalu memasuki kamar mandi. Joan masih terdiam, ia mencoba mengingat bagaimana sikapnya selama ini kepada sang adik.
Lama Joan melamun, sampai tidak sadar kalau sang kakak sudah selesai mandi dan menatapnya dengan datar. Gabriel yakin kalau sang adik sedang mengingat-ingat perlakuannya kepada Clara.
“Kau bisa mengingatnya di kamarmu! Aku ingin beristirahat!” Usir Gabriel yang memang membutuhkan waktu untuk sendiri.
Joan tersadar dan menatap kakaknya, tanpa banyak bicara ia berlalu keluar dari kamar Gabriel.
Joan berhenti tepat di depan kamar Clara yang sudah lama tidak ditempati, ia menyentuh pintu berwarna biru muda itu.
“Clara,” gumamnya sambil mencoba mengingat kenangan manis bersama sang adik.
Joan terkekeh pelan, dulu sebelum Bella datang dirinya sering menghabiskan waktu bersama Clara. Namun, setelah Bella masuk ke keluarga Lexander, semuanya berubah.
“Aku bodoh!” Joan memaki dirinya sendiri.
Lelaki itu menertawakan kebodohannya sendiri, bisa-bisanya ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama adik angkatnya daripada adik kandungnya sendiri.
“Kau di mana Clara? Aku ingin menemuimu untuk meminta maaf,” mata Joan terlihat memerah, lelaki itu benar-benar menyesal.
...***...
“Sshh,” Clara meringis pelan saat jemarinya tidak sengaja tergores pisau buah.
“Hati-hati Clara!” Sean meraih jemari gadis kecilnya yang terluka.
Pria itu meminta Lauren untuk mengambilkan kotak obat, sambil menunggu darah Clara tidak keluar lagi. Gadis itu hanya diam menatap jemarinya yang terkena air dingin, rasanya begitu sejuk.
“Mulai sekarang, kau tidak diizinkan untuk menginjakkan kaki di dapur!” Kata Sean dengan nada suara yang tak terbantahkan.
“Tadi itu hanya—”
“Tidak Clara! Jemarimu lebih berharga daripada buah-buah itu!” Marah Sean.
Clara tidak bisa membantahnya, gadis itu menganggukkan kepalanya dengan patuh. Bahkan ia membiarkan Sean menggendongnya, membawanya ke ruang tengah untuk diobati.
Malam ini Sean tidak keluar, karena pria itu mendapatkan luka baru di perutnya dan Clara melarangnya untuk beraktivitas seperti biasanya.
Clara sebenarnya sangat tahu kalau pekerjaan Sean tidak luput dari luka dan darah, tetapi dalam seminggu pria itu mendapatkan tiga luka di tempat yang berbeda. Clara yang mengobatinya, malah merasa ngeri dengan luka-luka di tubuh pria itu.
“Apa yang sedang kau pikirkan?” Sean menyentuh pipi gadis kecilnya yang kembali melamun.
“Tidak ada.”
Tatapan Sean kian menajam, karena pria itu tahu kalau gadis kecilnya sedang berbohong.
“Kau sudah berjanji untuk tidak menutupi apapun dariku, jadi apa yang sedang kau pikirkan?” Nada suara Sean berubah menjadi dingin.
“Tentang kehidupanku yang dipenuhi kasih sayang,” Clara tidak sepenuhnya berbohong, tiba-tiba ia memikirkan keluarganya di dunia nyata.
Sudah berapa lama Clara terjebak di dalam novel?
Entahlah, gadis itu tidak bisa mengingatnya.
“Clara, di sini ada banyak orang yang menyayangimu. Termasuk aku, ada aku yang akan selalu mencintaimu,” Sean menyentuh rambut sebahu gadis kecilnya.
Clara tersenyum tipis, “Benar, di sini ada banyak orang.”
Gadis itu memilih untuk tidak memperpanjangnya, karena ia akan semakin sedih kalau terus mengingat kehidupannya di dunia nyata.
“Kak Sean, kalau seandainya aku ingin tahu lebih dalam tentang kehidupan Kakak. Apa Kakak mengizinkanku—”
“Apa yang ingin kau tanyakan?” Potong Sean yang mengerti maksud gadis kecilnya.
Bersambung.
up..up..up..
/Determined//Determined//Determined/