NovelToon NovelToon
Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Beda Usia
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ganendra pernah hampir menikah. Hubungannya dengan Rania kandas bukan karena cinta yang pudar, tapi karena ia dihina dan ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya yang menganggapnya tak pantas karena hanya pegawai toko dengan gaji pas-pasan. Harga dirinya diinjak, cintanya ditertawakan, dan ia ditinggalkan tanpa penjelasan. Luka itu masih membekas sampai takdir mempertemukannya kembali dengan Rania masa lalunya tetapi dia yang sudah menjalin hubungan dengan Livia dibuat dilema.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 16

Selama perjalanan menuju mansion megah milik Tuan Besar Rais Danuarta kakek dari Livia dan Lintang suasana di dalam mobil terasa tenang, namun dalam diam, banyak yang sedang bergolak.

Livia duduk di kursi penumpang depan, sesekali mencuri pandang ke arah Ganendra yang sedang mengemudi dengan tenang.

Wajah laki-laki itu tampak lebih dewasa dari terakhir kali ia lihat. Tatapan matanya tajam, rahangnya tegas, dan senyum tipis yang kadang muncul di sudut bibirnya membuat dada Livia seolah ikut mengetuk.

"Kenapa makin ganteng, sih?" batinnya berbisik, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat setiap kali sorot mata Ganendra menyentuh cermin tengah, seolah menyadari lirikan yang sembunyi-sembunyi itu.

Duduk di kursi belakang, Lintang memperhatikan keduanya. Matanya bergantian menatap sang kakak sepupu, lalu Ganendra yang sejak awal memang tak banyak bicara.

"Eh, Kak, tumben ngelamun terus," seru Lintang, pura-pura main ponsel, padahal dari tadi ia sibuk menebak-nebak isi hati Livia.

"Hah? Nggak, kok," ucap Livia cepat, matanya kembali mengarah ke jalanan yang dilalui.

Lintang menyipitkan mata, lalu berbisik pelan, "Tuh orang baru pulang dua bulan dari Belanda aja, langsung bikin Kakak jadi aneh sendiri."

Ganendra yang mendengar suara lirih itu hanya tersenyum samar, namun tak menanggapi. Ia tetap fokus mengemudi, tapi sudut matanya sempat menangkap pantulan wajah Livia di kaca.

"Berarti masih sama kayak dulu," gumamnya dalam hati, tapi tak seorang pun tahu maksudnya.

Perjalanan masih jauh, tapi suasana hati di dalam mobil justru terasa lebih dekat meski semua masih memilih diam dan pura-pura biasa saja.

Apakah semudah itu hati ini berpaling?

Secepat itukah luka yang dulu Rania tinggalkan perlahan tertutup hanya karena tatapan mata Nona Livia?

Aku bahkan belum benar-benar menghapus bayangan masa lalu,

tapi mengapa setiap senyum gadis itu mulai menciptakan ruang baru dalam pikiranku?

Saat Livia duduk di sampingku, diam-diam menoleh dan tersenyum,

ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan dengan logika.

Bukan sekadar parasnya,

tapi caranya menatap dunia,

caranya tertawa kecil tanpa dibuat-buat,

dan bagaimana ia tak sadar telah masuk ke dalam ruang hati yang sempat kubiarkan terkunci.

"Apakah aku sudah melupakan Rania?" bisikku lirih, hanya terdengar oleh gemuruh dalam dada.

Bukan mungkin bukan melupakan.

Mungkin aku hanya mulai menerima bahwa luka memang tak harus disimpan terus-menerus.

Dan Livia dia tak menggantikan siapa pun.

Dia hanya datang di waktu yang berbeda,

di saat aku berhenti berharap,

tapi justru ditakdirkan untuk membuka pintu yang sudah lama tertutup.

Apakah karena dia yang dulu menabrakku lalu bersikap baik, makanya hatiku perlahan mulai luluh?

Atau ini bukan soal tanggung jawab,

bukan pula karena dia merasa bersalah

melainkan karena caranya memperlakukan aku sejak saat itu yang berbeda dari siapa pun.

Aku masih ingat, tubuhku terbaring di ruang UGD dengan luka di kaki,

dan dia datang dengan wajah panik,

gadis yang bahkan waktu itu belum kukenal namanya,

tapi menangis seperti aku seseorang yang penting.

Sejak saat itu, dia sering datang membawakan makanan hangat,

menanyakan kabar lewat pesan,

bahkan rela menungguiku rehabilitasi walau hujan turun deras.

"Apakah karena semua itu?" bisikku dalam hati, memandangi Livia yang tertawa kecil bersama adiknya di kursi belakang.

Atau memang hatiku sendiri yang mulai membuka ruang baru tanpa kusadari?

Yang jelas setiap kali aku melihatnya,

ada rasa tenang yang tak bisa kutolak.

Dan rasa itu tak pernah aku rasakan bersama Rania.

Hingga dering ponsel tiba-tiba memecah lamunan Livia. Ia terkejut, buru-buru merogoh tas kecil di pangkuannya, melihat nama yang muncul di layar. “Kakek...” gumamnya pelan, lalu menggeser ikon hijau.

“Halo, Kek...” ucapnya lembut.

Dari seberang terdengar suara berat dan berwibawa yang sangat ia kenal.

“Livia, Kakek malam ini pulang dari Malaysia. Penerbangan jam tujuh. Jangan lupa jemput di bandara ya.”

“Oh... iya, Kek. Baik,” jawabnya cepat.

Seketika dada Livia terasa sesak. Bukan karena kabar sang kakek pulang, tapi lebih kepada perasaan yang tadi mengambang, kini seolah dijatuhkan kembali ke bumi. Ia melirik ke arah Ganendra yang masih fokus memegang kemudi, tak menyadari percakapan singkat itu telah membuat pikirannya berantakan lagi.

Lintang yang duduk di belakang ikut mencuri dengar, langsung berseru, “Wah, kakek kita pulang? Serius?”

“Iya,” sahut Livia singkat.

Ganendra hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, tapi tatapannya di cermin tengah sesaat tertuju pada wajah Livia yang tiba-tiba berubah datar. Ia bisa merasakan ada sesuatu di balik kalimat singkat itu.

Dan ia tahu betul, Rais Danuarta bukan sekadar kakek biasa. Ia adalah orang yang akan menentukan arah banyak hal termasuk perasaannya sendiri.

Setelah telepon terputus, Livia diam sejenak. Ia ragu membuka suara, tapi akhirnya memberanikan diri.

“Ganendra...” ucapnya pelan, menoleh sedikit ke arah laki-laki yang duduk di belakang kemudi.

“Hm?” sahut Ganendra tanpa menoleh, tapi nadanya tetap hangat.

“Kakek pulang malam ini. Tolong nanti malam jemput, ya?” katanya sambil menunduk, suara nyaris tenggelam oleh hembusan AC mobil.

Ganendra melirik sekilas, lalu mengangguk kecil. “Bandara jam berapa?”

“Jam tujuh. Kakek bilang jangan telat,” jawab Livia, tersenyum tipis walau dalam hatinya masih ada rasa gugup yang tak bisa dijelaskan.

“Siap. Aku jemput,” balas Ganendra, singkat tapi meyakinkan.

Lintang yang sedari tadi memperhatikan, ikut menyahut dari belakang. “Kak Liv, nanti aku ikut, ya. Mau liat ekspresi Kakek pas pertama turun dari pesawat!”

“Boleh,” jawab Livia pelan, tapi matanya masih mengarah ke depan, menatap kosong ke luar jendela.

Di hatinya, ada campuran rindu dan cemas. Bukan karena takut akan marahnya sang kakek tapi karena kembalinya Rais Danuarta berarti semua urusan hati dan perasaan tak lagi bisa disimpan rapat.

Ganendra pun tahu, sejak malam ini, hubungan mereka akan berada di hadapan seseorang yang selama ini punya kuasa atas masa depan mereka. Dan ia tak tahu apakah siap menghadapi semua itu.

Waktu terus berlalu. Senja mulai tenggelam, menyisakan cahaya jingga yang memudar di langit Jakarta. Ketiganya kini telah berdiri di lobi kedatangan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Lintang sesekali menengok layar papan digital yang menampilkan informasi kedatangan. Livia menggenggam ponselnya erat, jari-jarinya dingin, sementara Ganendra berdiri di samping mereka, diam, menyandarkan tangan di saku celana, sesekali melirik ke arah pintu otomatis yang sesekali terbuka dan menampilkan sosok-sosok penumpang baru yang keluar dari pintu internasional.

“Deg-degan, ya?” bisik Lintang sambil menyikut kakaknya pelan.

Livia tak menjawab. Ia hanya mengangguk tipis, bibirnya mengatup. Dalam hatinya, berbagai bayangan muncul: wajah kakeknya yang tegas, suaranya yang berwibawa, tatapannya yang selalu mampu membaca isi hati tanpa harus berkata banyak.

Dari kejauhan, petugas bandara mulai memanggil lewat pengeras suara, menyebutkan pesawat dari Kuala Lumpur telah mendarat sempurna.

Ganendra melangkah sedikit ke depan, memicingkan mata, memperhatikan arus manusia yang mulai mengalir dari arah pintu kedatangan.

Dan di antara kerumunan, muncullah sosok pria tua dengan setelan rapi, langkahnya perlahan namun tetap gagah, ditemani seorang pria berbaju batik yang membawakan koper kecil.

“Itu... Kakek!” seru Lintang sambil melambai.

Livia menahan napas. Dadanya berdegup lebih cepat. Ganendra tetap tenang, namun di balik sikapnya yang tenang, ada gelombang kecil dalam hatinya ia tahu, detik inilah awal dari segalanya.

Tuan Besar Rais Danuarta mendekat perlahan. Tatapannya lurus, wajahnya tak menunjukkan banyak ekspresi. Saat matanya menatap ketiga cucunya dan Ganendra berdiri sejajar, sejenak ia berhenti. Diam. Mengamati.

Livia maju setapak. “Kakek... selamat datang,” ucapnya dengan suara nyaris bergetar.

Tuan Rais mengangguk pelan. “Kalian datang jemput bagus.” Tatapannya berpindah. Menatap Ganendra. Lama.

Tak ada kata. Tapi tatapan itu seolah menyimpan banyak tanya yang belum terucap. Ganendra menunduk sopan. “Selamat datang kembali, Tuan Besar.”

Dan untuk sesaat waktu seolah melambat, seperti memberi ruang bagi semuanya untuk bersiap menghadapi sesuatu yang belum mereka tahu yaitu ujian, restu, atau justru perhitungan lama yang akan dimulai kembali.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
sunshine wings
dan kamu emang udah layak dari pertemuan pertama insiden itu Livia .♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Wah aku yg salting.. asekkk.. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
hahaha.. energi ya mas.. powerbank.. 💪💪💪💪💪😍😍😍😍😍
sunshine wings
Kan.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Good Ganendra.. 👍👍👍👍👍
sunshine wings
Yaa begitulah..Mantapkan hati.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Memang ada pilihan lain tapi hati hanya punya satu ya mau gimana lagi ya kan..
sunshine wings
Sudahlaa Lintang nanti makan diri sendiri.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
sunshine wings
kerana Livia yg pertama ada selepas hati Ganendra hancur berkeping².. ♥️♥️♥️♥️♥️
Naila
lanjut
Purnama Pasedu
lintang jadi badai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: duri dalam daging 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😘😘😘😘😘
sunshine wings
Yesss!!! 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
daaan calon suami juga.. 🥰🥰🥰🥰🥰
Purnama Pasedu
Livia,,,sekali kali ajak ibunya ganen sama ganen ke restoran
Purnama Pasedu: begitu ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum waktunya kak mereka belum resmi pacaran
total 2 replies
sunshine wings
Laa.. rupanya adek sepupu kirain adek sekandung.. buat malu aja.. sadar dri laa ɓiar sedikit.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Al Ghifari
lanjut seru banget
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak insyaallah besok 😘🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!