NovelToon NovelToon
Suami Masa Depan

Suami Masa Depan

Status: sedang berlangsung
Genre:Tunangan Sejak Bayi / Aliansi Pernikahan / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Tsantika

Aruna murid SMA yang sudah dijodohkan oleh ayahnya dengan Raden Bagaskara.

Di sekolah Aruna dan Bagas bertemu sebagai murid dan guru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsantika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Guru Killer

Pagi itu, Aruna berdiri di depan cermin, merapikan dasi seragam SMA-nya dengan semangat yang entah datang dari mana. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, dia merasa... ringan. Tidak ada notif baru dari Bagas.

“Thanks God,” gumamnya sambil tersenyum kecil. “Mungkin cowok itu sadar juga, aku bukan target empuk.”

Dengan langkah ringan, ia menuruni tangga menuju ruang makan. Di meja sudah tersedia roti panggang, telur mata sapi, dan jus jeruk kesukaannya—hasil kerja sama dapur dan Bi Rani, tentu saja.

Tak lama, terdengar suara langkah kaki berat yang khas: Pak Agam datang menyusul, masih dengan setelan kerja dan dasi yang belum sepenuhnya rapi.

“Wah, siapa ini? Senyum-senyum sendiri, ... Papa curiga, kamu lagi jatuh cinta, ya?”

Aruna memutar bola matanya. “Kalau anak gadisnya bahagia, kenapa selalu dikaitkan sama cowok sih, Pa?”

“Karena biasanya senyum itu bukan dari nilai ulangan Matematika,” balas Pak Agam, terkekeh.

Aruna mengambil roti panggang dan duduk.

“Aku senang karena hari ini balik ke sekolah, bukan karena cowok, apalagi yang suka nganterin sup dan nulis dalam bahasa Inggris kayak Google Translate.”

Pak Agam terkikik. “Ya sudah, Papa juga senang kamu semangat lagi.”

Mereka makan dalam suasana tenang. Tidak ada argumen tentang perjodohan, tidak ada debat tentang masa depan. Hanya obrolan ringan soal sekolah, guru killer, dan PR yang belum Aruna kerjakan.

Selesai makan, keduanya melangkah ke teras rumah. Dua mobil hitam sudah terparkir rapi. Satu untuk Pak Agam ke kantor, satu lagi untuk Aruna ke sekolah.

Aruna berhenti sejenak, lalu menoleh ke arah ayahnya. “Pa.”

Pak Agam menatapnya, mengangkat alis.

Aruna tersenyum, lalu memeluknya erat. “Makasih... karena walau suka bikin sebel, tapi tetap jadi ayah paling ngeselin yang aku sayang.”

Pak Agam tertawa pelan dan membalas pelukannya. “Dan kamu tetap jadi anak paling keras kepala... yang Papa banggakan.”

Setelah itu, Aruna masuk ke mobil. Ia melambaikan tangan dari jendela sebelum kendaraan bergerak menjauh.

Di dalam mobil, ponselnya bergetar. Satu pesan masuk.

Bagas:

“Good luck on your first day back to school :).”

Aruna menatap layar, lalu... tersenyum kecil.

“Oke, sup boy. Satu poin buat kamu.”

Langkah Aruna memasuki kelas disambut seperti idol K-pop pulang dari hiatus. Beberapa anak langsung menoleh, menyapa, ada yang berbisik-bisik sambil menunjuk ke arahnya. Tapi Aruna hanya tersenyum tipis dan melambaikan tangan seperti biasa—elegan, effortless, dan sedikit bosan.

Maklum, selain dikenal karena nilai-nilainya yang cukup untuk lulus, Aruna juga punya “nilai tambah” berupa status sebagai putri dari Pak Agam—pengusaha besar yang kebetulan jadi donatur tetap sekolah mereka. Papan tulis baru? Proyektor di kelas? Kursi ergonomis? Itu semua atas nama cinta dan dana dari Agam Corp.

Windi, sahabat sekaligus penyelamat hidup (saat PR menumpuk), langsung menarik kursi Aruna.

“Gimana rasanya libur seminggu tapi nggak liburan?”

Aruna meletakkan tas dan menjawab malas, “Lumayan. Bisa tidur sambil drama Korea.”

Windi mengangkat alis. “Terus PR matematika kamu gimana?”

Aruna mengedip santai. “Nggak dikerjain.”

Windi nyaris tersedak. “Arunaaa... Guru Matematika kita baru dan ia tuh killer! Beda banget sama Bu Naila. Ini cowok, galak, dan katanya... nggak bisa diajak negosiasi. Anak-anak di kelas lain tak ada ampun, makanya aku kerjain PR itu meski belum melihatnya.”

Aruna mengangkat alis. “Galak? Please, aku baru sembuh dari demam tinggi. Dia harusnya bersyukur aku masih bisa duduk manis di kelas ini.”

“Kalau kamu kena hukuman, jangan ajak-ajak aku, ya,” Windi mengangkat tangan kayak sumpah di pengadilan.

Aruna nyengir. “Siapa sih nama guru galak itu?”

“Pak Raden,” jawab Windi dramatis. “Nama aslinya Raden... entahlah, aku lupa. Tapi anak-anak kelas lain udah trauma duluan sama tatapannya minggu lalu.”

Aruna menyandarkan tubuh ke kursi, memutar mata ke atas. “Raden? Namanya aja kayak pahlawan sinetron. Pasti overacting.”

Windi nyengir, “Jangan remehkan tatapan tajam dan setelan jasnya. Ada rumor dia putra pemilik sekolah dan ke sini karena tunangannya.”

Aruna tertawa pendek. “Kedengeran kayak karakter FTV. Nanti juga pasti luluh kalau aku senyum dikit.”

“Aruna,” Windi mendesah lelah. “Tolong jangan bikin drama lagi minggu ini. Baru juga kamu sembuh.”

Aruna mengangkat bahu santai. “Aku nggak bikin drama, Win. Drama yang datang sendiri ke hidupku.”

Bel sekolah berbunyi. Anak-anak kembali ke tempat duduk. Suasana kelas langsung berubah hening saat suara langkah sepatu kulit terdengar mendekat dari koridor.

Aruna menoleh ke pintu. Dan di sanalah dia: seorang laki-laki tinggi, berjas rapi, dengan ekspresi datar dan mata tajam seperti bisa membaca pikiran.

Pak Raden masuk. Tanpa senyum. Tanpa basa-basi.

Aruna menegang. Matanya membulat. Wajah itu.

Windi berbisik, “Itu dia... Pak Raden.”

“Enggak mungkin…” gumamnya pelan.

Windi menoleh. “Kenapa?”

Aruna berbisik dengan napas tercekat, “Itu… Bagas. Bagas Bagas. Si tukang sup.”

Windi hampir jatuh dari kursinya. “Apa? Yang dijodohin sama kamu? Kenapa kamu nggak tahu nama lengkapnya?”

"Mana peduli aku sama nama dia."

Aruna menatap kosong ke depan, seperti baru menyaksikan konspirasi terbesar abad ini.

Sementara itu, Bagas—atau tepatnya Pak Raden Bagaskara—dengan tenang meletakkan buku absen di meja guru. Ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Bahkan tidak melirik ke arah Aruna... yang setengah ingin menghilang dari muka bumi.

“Selamat pagi,” suaranya tenang namun tegas. “Saya Raden Bagaskara, guru matematika baru kalian. Mulai hari ini, saya akan pegang kelas ini sampai akhir semester.”

Suara detak jantung Aruna hampir menutupi semua kalimatnya.

Bagas membuka buku absennya. “Sebelum kita mulai, saya ingin memastikan kalian semua membawa PR yang Bu Naila tugaskan minggu lalu.”

Aruna langsung menoleh ke Windi dengan panik. “Dia guru barunya? Dia guru barunya?!”

Windi mengangguk pelan sambil mulutnya menganga. “Kamu... dalam... masalah.”

“Satu per satu, maju ke depan dan letakkan PR kalian di meja saya,” instruksi Bagas.

Anak-anak mulai bergerak ke depan, menaruh buku mereka dengan tertib. Semua... kecuali satu orang.

Aruna duduk diam, tangan bersedekap.

“Aruna Putri Agam,” suara Bagas datar. “PR-nya mana?”

Aruna mengangkat dagu. “Saya belum mengerjakannya. Saya sakit, Pak.”

Bagas tidak menunjukkan perubahan ekspresi. Hanya memandang tajam. “Ada yang memberitahu Aruna soal tugas matematika minggu lalu?”

Semua anak diam. Windi menunduk cepat-cepat, menghindari tatapan siapa pun.

Aruna bersuara, mulai terdengar kesal. “Saya bilang, saya sakit. Baru sembuh tadi malam. Apa Pak Guru juga butuh surat dokter?”

Bagas tetap tenang, terlalu tenang. “Sakit bukan alasan untuk tidak bertanggung jawab. Setelah pulang sekolah, silakan temui saya di ruang guru.”

Aruna mendesis pelan. “Kenapa? Bapak berani kasih saya hukuman?”

Bagas tak bereaksi. “Supaya saya bisa ajarkan ulang materi yang kamu lewatkan. Kita tidak bisa pakai alasan pribadi di kelas ini.”

Aruna mengepalkan tangan di bawah meja. “Oh, dia pura-pura profesional sekarang,” gumamnya kesal.

Windi melirik Aruna dengan ekspresi please don’t explode.

Bagas kembali ke bukunya dan melanjutkan pelajaran, seolah tak terjadi apa-apa. Sementara Aruna mendidih dalam diam. Bagas bukan hanya muncul kembali dalam hidupnya—dia muncul sebagai guru matematika killer yang mempermalukannya di depan kelas.

Dan itu, bagi Aruna, sudah lebih dari cukup untuk membenci satu.

1
sweet_ice_cream
love your story, thor! Keep it up ❤️
🔍conan
Baca ceritamu bikin nagih thor, update aja terus dong!
Beerus
Buku ini benar-benar menghibur, aku sangat menantikan bab selanjutnya, tetap semangat ya author! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!