Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. bianca
happy reading semua.
"Kak, lo beneran nikah sama dia?! " Bianca menatap wanita di hadapannya itu sebal.
"Namanya alea, dia kakak ipar kamu mulai sekarang." Ucap Nando tegas menatap adiknya itu.
"Gak. Kakak ipar aku tetep kak Arin. " Bianca mempertegas ucapannya. "Aku udah bilang berapa kali, kakak gak perlu sok-sok an nerima perempuan satu ini buat jadi istri, lagian aku tau kalau kakak itu masih sayang sama kak Arin. " ucap Bianca.
Nando meraih tangan alea, mengajak wanitanya untuk naik ke lantai atas pergi kedalam kamar miliknya
"Perempuan tadi namanya Bianca, dia adik aku. Omongan yang keluar dari mulut dia tadi, jangan dimasukin ke dalam hati. " ucap Nando.
"Sekarang udah malam, kamu harus tidur. Aku harus pergi, ada kerjaan dadakan malam ini. " ucap Nando yang mendapat anggukan kepala dari Alea.
"Kalau butuh apa apa, telfon aku. "
"Iya. "
...°°°...
"Dari kemarin malam, Arin nggak mau makan,” Kinta memberikan nampan berisi makanan kepada Nando.
"Aku coba bujuk dulu, Tan.” Nando meraih nampan makanan dari tangan wanita paruh baya itu dan segera pergi ke lantai dua.
Nando mengetuk pintu kamar berkali-kali, tidak ada jawaban apa pun dari dalam sana.
"Mau buka pintu sendiri atau aku yang buka?” ucap Nando dengan suara yang masih terdengar tenang.
Tak menunggu waktu lama, pintu kamar itu terbuka. Arin berdiri di sana dengan penampilan yang masih acak-acakan dan mata yang sembap.
Nando melangkah masuk ke dalam. Ia menaruh nampan makanan di atas nakas, lalu menutup pintu kamar wanita itu dan menatap Arin dengan sedikit iba.
"Ngapain datang ke sini?!” ucap Arin ketus.
"Duduk.” Nando meraih pergelangan tangan wanita itu, mengajaknya duduk di tepian ranjang di sampingnya.
Nando menatap pergelangan tangan wanita itu cukup lama. “Aku harus bilang berapa kali, aku nggak suka kalau kamu ngelakuin hal ini,” ucap Nando.
"Gak ada urusannya sama kamu. Mau aku m*ti atau nggak, kamu nggak akan peduli lagi sama aku,” ucap Arin.
"Kenapa sih kamu lebih sayang sama Dean daripada sama aku?!” ucap Arin lagi.
"Aku beneran udah ada di posisi cewek bego sekarang. Aku harus naksir sama suami orang,” lanjutnya.
"Mau makan?” tanya Nando, mengalihkan pembicaraan.
"Gak nafsu makan, gak usah maksa.”
"Aku suapin,” ucap laki-laki itu.
Nando meraih makanan di atas nakas, menyendokkan makanan itu ke dalam sendok makan.
"Kalau kamu sakit, Tante Kinta yang repot,” ucap Nando.
"Aku rela pulang lebih awal sebelum acara pernikahan aku selesai. Aku khawatir sama kamu, jangan bikin aku semakin khawatir.”
"Kalau aku nggak sayang sama kamu, aku nggak akan mentingin pulang ke Jakarta cuma demi kamu.”
"Makan, sekali ini aja,” pinta Nando.
Arin menganggukkan kepalanya. Wanita itu perlahan membuka mulutnya dan mulai mengikuti ucapan Nando.
Setelah menyelesaikan makan, wanita itu menidurkan tubuhnya di ranjang, berharap agar Nando ikut tidur di sampingnya.
"Mau langsung pulang?” tanya Arin dengan raut wajah memelas.
"Aku nggak maksa kamu buat nginep di sini. Aku tahu Alea pasti nungguin kamu di rumah,” ucap Arin.
"Aku temenin kamu.” Nando menidurkan tubuhnya, merentangkan tangannya, dan Arin langsung masuk ke dalam dekapan laki-laki itu.
"How ur day?”
"Ada yang mau kamu ceritain nggak?”
"Kamu udah lama nggak cerita. Kangen banget aku,” ucap Nando sembari mengusap rambut wanita itu.
"Aku udah nyoba lukai tangan aku, tapi hasilnya sama aja.”
"Kenapa orang-orang gampang banget buat bund*1r? Padahal aku udah coba. Coba lihat tangan aku, lukanya udah besar, kan?”
"Jangan dipegang, udah aku obatin,” ucap Nando.
"Besok jangan ngelakuin hal ini lagi.”
"Kalau aku ngelakuin ini lagi?”
"Yang ngerasain sakitnya bukan aku, tapi kamu. Jadi, jangan macam-macam lagi,” ucap Nando memperingatkan