Zee dan Zia adalah saudara kembar tak identik yang bersekolah di tempat berbeda. Zia, sang adik, bersekolah di asrama milik keluarganya, namun identitasnya sebagai pemilik asrama dirahasiakan. Sementara Zee, si kakak, bersekolah di sekolah internasional yang juga dikelola keluarganya.
Suatu hari, Zee menerima kabar bahwa Zia meninggal dunia setelah jatuh dari rooftop. Kabar itu menghancurkan dunianya. Namun, kematian Zia menyimpan misteri yang perlahan terungkap...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan tak terduga
Di area Wolfe House…
“Sini lo, brengsek!”
“Berani-berani lo lawan gue?!”
Bugh! Bugh!
Suara gaduh memecah ketenangan area sekolah . Para murid yang sedang berada di Wolfe House mulai berjalan ke arah keributan. Sumber suara itu tak jauh dari tempat Zee dan Viola duduk.
"Pasti itu ulah Bagas lagi," gumam Viola kesal.
Zee menoleh pelan. "Bagas?"
Viola mengangguk. “Tukang rusuh di sekolah ini. Suka ganggu murid lain kalau gak nurutin perintahnya. Nah, itu dia…” ucapnya sambil menunjuk ke arah kerumunan.
Zee mengikuti arah tunjuk Viola. Seorang murid tergeletak di tanah. Di atasnya, seorang cowok bertubuh besar tengah menghajarnya-Bagas.
Tatapan Zee menajam. Sorot matanya berubah saat mengenali wajah murid yang terkapar di tanah. Tangan Zee mengepal.
“Brengsek…” gumamnya lirih. Tanpa pikir panjang, dia bangkit dan langsung berlari ke arah keributan.
“Zee, lo mau ke mana?!” seru Viola panik, ikut berdiri dan bergegas mengejar. Tapi Zee sudah keburu melebarkan langkahnya.
Bugh!
Tanpa basa-basi, Zee menendang Bagas dari belakang. Tubuh besar itu jatuh tersungkur.
Bagas mendongak, terkejut saat melihat sosok mungil yang berdiri di belakangnya.
“Eh… Hai, cantik. Maksud lo apa tendang gue?” ucap Bagas dengan senyum menggoda mesum.
Zee tak menjawab. Tatapannya menusuk, dingin, penuh kemarahan. Ia melangkah maju untuk menolong murid yang dipukul tadi. Tapi Bagas menyodorkan tangan, mencoba menghalangi langkahnya.
Zee segera berhenti. Tatapannya menajam. Aura dingin membungkus tubuh mungil itu.
“Gak usah ikut campur, cantik. Dia bukan urusan lo. Balik aja ke kelas,” ujar Bagas, tetap dengan gaya genitnya. Tangannya bergerak mencoba menyentuh kepala Zee—
Brak!
Zee memelintir tangannya dan menghantamkan pukulan telak ke wajah Bagas. Bagas goyah, hampir jatuh, darah mengalir dari hidungnya.
Bagas mengusap darah di wajahnya. Tapi alih-alih marah, dia tersenyum sinis.
“Pukulan lo oke juga buat cewek. Tapi lo salah pilih lawan. Ini peringatan terakhir. Kalau lo gak pergi, lo bakal—”
Zee tetap diam.
Tiba-tiba terdengar suara lirih dari murid yang tergeletak. “P… pergi…”
Zee langsung menoleh, hendak mendekati murid itu. Tapi Bagas kembali mencoba menghalangi.
Bugh! Bugh!
Zee kembali menyerang. Kali ini lebih brutal.
Bagas mulai kewalahan. Pukulan dan tendangan bertubi-tubi dari Zee mendarat di tubuhnya.
Brugh!
Bagas terjatuh ke tanah. Wajahnya lebam. Dia mencoba bangkit, namun Zee lebih cepat.
Bugh!
Zee menendang kepala Bagas, lalu menginjak tangannya kuat-kuat.
“LEPAS, BRENGSEK!” jerit Bagas kesakitan.
“Gue bakal lepasin… asal lo gak bikin onar lagi,” ucap Zee datar. Tekanan kakinya justru makin kuat.
“ARGHHH! Lo siapa, hah?! Mau sok perintah-perintah gue?!” raung Bagas, mencoba melawan.
Plakkk!
Satu pukulan telak lagi dari Zee mendarat di wajah Bagas. Darah segar langsung mengalir dari mulutnya.
Uhuk, uhuk…
“Gue…” bisik Zee dengan suara dingin dan tajam. “Gue... malaikat pencabut buat lo.”
Sorot matanya menakutkan.
“Pergi sekarang. Dan jangan pernah bikin keributan lagi. Kalau gue dengar lo ganggu siapa pun, gue bakal datang lagi. Lebih parah.”
Bagas langsung mengangguk cepat. “Iya… iya… gue gak akan ganggu siapa-siapa lagi. Lepas gue… please…”
Zee akhirnya mengangkat kakinya.
Bagas bangkit setengah sempoyongan dan langsung lari terbirit-birit dari tempat itu.
Kerumunan murid terpaku. Tak percaya. Hanya satu kata keluar dari mulut mereka.
“Waw…”
Bisik-bisik mulai terdengar. Semua terkagum. Selama ini, tidak ada yang berani melawan Bagas. Tapi hari ini, seorang cewek murid baru yang kalem dan dingin, mengalahkannya hanya dalam hitungan menit.
Zee tak peduli dengan semua sorotan itu. Ia berbalik dan mendekati murid yang terkapar di tanah.
Tatapannya melembut sesaat. Ada sesuatu di wajah itu yang membuat dadanya menegang.
“Raden…”