Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alam kubur
Senyap, Mahad mengemudikan mobil berteman MP3 player dan Nalula yang terjaga sepanjang perjalanan.
Mei menggeliat, sedikit membuka matanya mencoba beradaptasi dengan cahaya, ditatapnya kepala Syua di bangku depan yang masih bersender ke samping jendela dengan bantal lehernya. Sementara Vio bersandar pada Senja yang memeluk bantal teddy bearnya.
Dari keempatnya, Mei lah yang pertama kali membuka mata. Dan tak lama, ketiga lainnya turut tersadar.
"Perasaan tidur gue lama deh, belum sampe juga, ya? Ya ampun...ini aja kita dimana, gue ngga tau." oceh Vio.
Nalula mengangsurkan sebotol minuman pada Vio, "minum dulu Vio...baru bangun juga udah ngoceh aja...lo cuma tidur 2 jam. Ini baru keluar dari gerbang tol..."
"Eh, udah sampe Bandung ya?" tanya Syua melihat ke luar jendela. Mei mengiyakan, tentu ia hafal mengingat 2 tahun ia pernah menjadi penghuni kota paris van java ini, hanya saja untuk lokasi cikalong ini...langkah Mei tak sejauh itu, "udah Yua."
Senja mendengar obrolan dan segera bangun, "udah sampe?" tanyanya sesaat setelah Mahad kembali menunjukan kartunya di gerbang exit.
"Nyantai aja girls, ini kita masih setengah perjalanannya..."
"What?" Senja yang sejak terbangun telah memasang tampang keruh nan sendunya berusaha untuk tak meledakan tangis terlebih ketika baru saja mereka memasuki jalanan kota, macet kini menghadang.
***
Mei sudah bergerak kesekian kalinya demi mengurut persendian yang pegal.
"Ini masih jauh, ya Mahad?" tanya Vio mulai merasa cenat-cenut di kepalanya kelamaan berada di dalam mobil entah efek pengharum ruangan atau memang kadar asam-basa dalam tubuh tak seimbang lagi. Senja...semenjak tadi, ia tak lagi berbicara apapun atau melakukan hal lain selain dari memandang khawatir.
Begitu pula para penghuni mobil lain, tak ada yang berani berkata apapun yang bisa membuat kadar emosi naik.
"Lumayan." Jawabnya begitu saja.
"Mana udah gelap.." Vio tak berhenti-henti mengoceh.
"Tadi kita berangkatnya siang banget Vio, tenang deh..." ujar Syua mencoba membuat suasana tetap kondusif. Dimana Senja terlihat sudah gusar memeluk erat boneka teddy bearnya.
"Nja..." Nalula menyentuh lengan gadis berjepit ungu di sebelahnya yang berkali-kali mencium aroma bonekanya, "lo ngga apa-apa kan? Pusing apa mual?" tanya Nalula membuat Mahad turut melihat ke arah rear vision, jangan sampai mobil mewahnya dijadikan tadah muntah.
"Makan jeruk, jus atau mau minum obat?" tanya nya.
"Ish, engga lah! Mana ada gue mau muntah!" omelnya, disusul dirinya yang menatap satu persatu para penghuni mobil, "gue mau pulang aja deh kayanya."
"Ha? Nja apaan sih..."
Gadis itu sudah menitikan air matanya, "berasa banget ngga sih vibes horornya?"
Syua justru menertawakannya, "yang bener aja, Nja."
Mei memegang tangan Senja mencoba menularkan ketenangan, "ngga usah mikir yang engga-engga deh, Nja..."
"Ini bentar lagi nyampe kok. Abis ini ketemu gapura dusun...inget banget gue," jawab Mahad mencoba menenangkan. Jujur saja, ia cukup dibuat resah juga sebab tak memiliki pengalaman menenangkan orang lain sebelumnya, dirinya bukan tipe-tipe pemuda morphin.
Kini gelap benar-benar menelan hari, sorot lampu mobil Mahad adalah satu-satunya penerangan. Benar-benar gulita.
Senja semakin mengeratkan pegangannya di tangan Mei dan menjauhkan bahunya dari sisi samping jendela. Isakannya justru terdengar nyaring sekarang.
"Ini kita ngga salah jalan kan, Mahad? Kok berasa lagi di dalem kubur gini?" tanya Vio mengada-ada.
Mahad menggeleng, ia ingat betul jalannya meski baru sekali. Ditambah gapura Widya Mukti yang tersorot oleh lampu mobil menegaskan jika dirinya tak salah mengambil rute jalan.
"Tuh, ini gapuranya..." tunjuk Mahad, "ini kalo siang bagus banget viewnya guys, soalnya kanan kiri tuh sawah."
Namun pernyataannya itu tak lantas membuat kata takut menghilang dari perasaan kelima gadis ini. Karena baru saja ia berkata, ucapan itu seolah melebur dan dipatahkan oleh kenyataan dimana mereka memasuki rumpun bambu dengan jalanan berbatu mengguncang-guncang seisi mobil.
Mereka bahkan refleks mencari pegangan. Bahu Senja semakin bergetar, "mama.."
Mahad terlihat fokus membawa mobilnya di jalanan tanah berbatu.
"Duhh, ini jalannya ngga ramah pan tat, njirr..." gumam Syua.
"Iya, mana gelap banget. Berasa di dalem kubur, bener kata Vio..." ujar Senja.
"Disini belum ada aliran listriknya, tapi di ujung jalan sana ada lampu jalan kok."
"Resiko tinggi tindak kejahatan ngga sih?" tanya Nalula diangguki Mei.
"Ini yang kemaren dipikirin Jingga." Jawab Mahad, tiba-tiba...
Jebles!
"Aaaa..." jerit mereka ketika mobil terasa oleng ke sisi kanan dan terhenti seketika.
"Eh kenapa nih?" tanya Syua melirik ke arah depan sampai belakang luar mobil, "lo slip, Mahad...ban mobil masuk lubang elah..."
Mahad tak bergeming dan memilih mencoba fokus berusaha mengeluarkan ban mobil dari lubang, "sorry gue ngga liat lubang gede barusan." Ujarnya, "slip bang sat..." umpatnya berdecak sendiri.
Dan deru mesin yang menggeber terdengar bergemuruh dengan tanah merah basah yang terciprat kemana-mana termasuk badan mobil.
"Aaa...ini gimana dong?" Senja semakin terisak panik.
"Mesti keluar dulu ngga sih? Ini mah mesti di dorong?" ujar Syua.
"Hah?! Gue ogah..." tolak Vio panik begitupun Senja yang sudah terisak sesenggukan.
"Sabar girls...tenang.. tenang." Nalula mencoba menenangkan kedua temannya.
"Bentar.." Ujar Mahad hendak keluar, namun Senja refleks menahan bahu pemuda ini, "jangan keluar, gue ngga mau kaya di film-film ih!"
"Astagahhh, Nja...pikiran lo mainnya kejauhan. Besok-besok nontonnya sopo jarwo aja..."
"Gue coba telfon----" mau tak mau Mei akhirnya meloloskan satu nama yang mungkin akan selalu bisa diandalkan, "Jingga, ya...mereka udah dimana."
"Iya bener." Angguk Vio, Syua, Nalula termasuk Senja, "telfon Jingga, Mei...telfon."
Awalnya...tuut...tuut....
Sementara Mahad sudah keluar dari mobil ditemani Syua demi melihat kondisi mobil.
Mei mencoba kembali menghubungi Jingga, kali ini ia turut keluar dari mobil, pandangannya menatap Mahad dan Syua tengah memeriksa ban depan mobil Mahad yang sudah melesak setengah ke dalam tanah merah.
"Ini kayanya abis ujan disini, licin banget...ati-ati Mei." Ujar Syua.
Mei berdecak, apa mungkin masih di jalan dan ia tak sempat melihat ponselnya? Beberapa kali Mei melirik layar demi tak dijawabnya panggilan.
Mahad masih berjongkok, begitupun Syua yang menyorot senter dari ponselnya ke arah ban mobil, namun dari arah depan mereka langkah beberapa orang bertubuh tegap dengan jaket berhoodie dan berslayer nampak remang-remang terkesan gelap mendekat. Mei sempat terpundur melihatnya, cukup takut. Karena kini 6 sosok itu semakin terlihat membesar dan menghampiri.
"Guys, itu..." tunjuk Mei ke depan. Ia hampir berlari membuka pintu mobil bersama Mahad dan Syua yang tak kalah panik hingga.
Jetrek!
Sorot flash ponsel tersorot, "bang satenya seratus tusuk..." ujar Arlan dengan suara dicempreng-cemprengkan.
"Aaa!" jerit Syua dan Mei. Lalu suara cengengesan tawa menggelegar bersama suara yang mereka kenali, "mogok?"
"Bang sat!" teriak Mahad, "kaget gue an jingg."
"Ngga lucu sumpah!" Syua berhasil menjambak topi kupluk yang dikenakan Arlan dan membuangnya ke bawah, namun Arlan segera memungutnya kembali dengan masih tertawa.
"Slip ban mobil gue. Masuk liang oy..."
Kini, melihat kehadiran anggota lelaki, Senja dan Vio turut turun dari mobil, "aaahhh...lega banget gue liat kalian. Gue kira pembu nuh berantai tadi."
"Sebagian bonceng cewek-cewek ke posko. Disana ada Jovian sama bu Sri---pak Agus yang udah nunggu. Sebagian cowok bantuin mobil Mahad, kasian ini udah malem banget."
"Ah thank God...."Vio segera berjalan beriringan dengan Senja mengekori Maru dan Arshaka, lalu ada Nalula yang mengekori Zaltan. Sementara Arlan, Alby, dan Jingga mengelilingi ban mobil Mahad bersama si empunya.
Namun sebelum benar-benar turun dengan perlengkapannya, Jingga menghampiri Syua, "Yu, lo bisa bawa motor kan? Bawa motor gue bareng Mei."
"Oh, siap..." Jingga menyerahkan kunci motor miliknya.
"Mei, ayok.." ajaknya telah membawa tas selempangnya dari jok depan, dan Mei mengangguk sejenak bergegas membawa barang kecil yang ia bawa dari bangkunya.
Ditatapnya Jingga ketika ia melewatinya, "awas jalanannya licin, jangan sampai jatoh..."
Mei mengangguk, dan demi apa...ia mau menjawab ucapan Jingga kali ini.
.
.
.
eeeeh tapi ngapain jingga n mei didlm????
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik