NovelToon NovelToon
Tinta Darah

Tinta Darah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Mengubah sejarah / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:444
Nilai: 5
Nama Author: Permenkapas_

terlalu kejam Pandangan orang lain, sampai tak memberiku celah untuk menjelaskan apa yang terjadi!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permenkapas_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

gundah gulana

“Kenapa?” tanya sang ayah melihat Oline yang sedikit murung.

Oline diam tak bergeming.

“Sudah mulai ingin merahasiakan sesuatu kepada ayah?”

Oline menggeleng cepat, sedangkan Bara melihat pembicaraan anak dan ayah itu dari sudut ruangan. Dia tersenyum geli melihat tingkah laku keduanya yang awalnya saling bungkam dan tak ada yang mau memulai pembicaraan terlebih dulu, padahal Bara tau, Oline pasti sangat senang bisa bertemu dengan sang ayah.

Oline kemudian mulai menceritakan semua yang terjadi kepada ayahnya tanpa terlewat sedikitpun, dari awal bersekolah hingga kematian ganjal yang menimpa sahabatnya si Vanya. Tak lupa dia juga menceritakan lelaki berhodi hitam yang kata pamannya selalu mengawasinya. Antoni memandang Bara sekilas, Bara mengangguk membenarkan semua cerita Oline. Antoni tampak geram, dia mengepal tangannya geram, dia mengkhawatirkan keselamatan Oline jika lelaki misterius itu belum di tangkap.

“Oline belikan ayah air mineral,” pintanya.

Oline mengerti bahwa ayahnya ingin berbicara berdua saja dengan Bara, Oline beranjak dari duduknya dan langsung keluar dari ruang tunggu tersebut.

Entah apa yang dibicarakan dua saudara tersebut hingga meminta Oline untuk keluar terlebih dahulu, tetapi Oline yakin itu hal yang mau mereka bicarakan pastilah sangat penting.

Oline pergi ke warung kopi yang biasanya para polisi nongkrong untuk makan siang ataupun untuk sekedar mengganjal perut mereka.

“Eh Oline, kapan datang?” tanya seorang polisi yang cukup dengan dengannya.

“Baru tadi,” jawabnya tersenyum.

“Sama siapa?”

“Sama paman Bara,” ucap Oline sebelum pergi dari warung tersebut.

Para polisi saling pandang, pasalnya mereka tahu betul bahwa saudara Antoni yang bernama Bara mati karena kecelakaan 17 tahun yang lalu, mereka bergegas pergi keruang tahanan Antoni untuk memastikan kebenaran itu.

Sepertinya Oline keceplosan menyebut nama Bara, karena sebelum masuk ke dalam rumah tahanan tersebut Bara terlebih dahulu menyamar menjadi seorang kakek-kakek tua renta, entah apa tujuannya Bara melakukan itu. Yang jelas Oline tidak pernah mau ikut campur dengan urusan kedua orang yang berarti dalam hidupnya tersebut. Baginya yang Bara lakukan itulah pasti untuk kebaikan dirinya dan orang-orang di sekitarnya, meski dia tidak terlalu yakin dengan hal itu, dia selalu mencoba berpikir positif terhadap paman dan ayahnya tersebut.

Saat pulang, Oline menyempatkan diri untuk mampir ke kuburan Vanya, disana dia menangis meminta maaf karena belum menyelidiki siapa peneror itu.

“Aku ingin ke rumah Vanya,” pintanya kepada Bara yang tengah duduk di dalam mobilnya menunggu dirinya.

“Aku temani.”

“Tidak perlu! Siapa tahu di sana aku menemukan sebuah petunjuk,” ucapnya menerawang jauh ke depan.

“Itu bukan tawaran Oline, tetapi keharusan! Mau tidak mau, kamu meng-iyakan!”

“Dasar egois!”

“Cepatlah! Aku tidak suka berdebat!” tegasnya.

Oline terpaksa masuk ke dalam mobil meski dirinya merasa jengkel karena Bara memaksanya, Oline berpikir Bara terlalu berlebihan terhadap dirinya, Oline merasa terkekang meski kadang dia suka karena diperhatikan dan begitu dipedulikan oleh keluarganya.

Bara dan Oline dipersilahkan masuk ke rumah Vanya, Oline melihat kesedihan di mata kakak dan ibu Vanya meski mereka mencoba menutup-nutupinya dan berusaha terlihat tersenyum di depan Bara dan Oline. Bara terlihat basa-basi sedangkan Oline meminta masuk ke dalam kamar Vanya dengan beralaskan bahwa bukunya di pinjam Vanya sehari sebelum kematian Vanya, mereka meminta Oline mengambilnya sendiri dan ibu Vanya mengantarkan Oline ke kamar almarhum anaknya.

Di bawah ranjang terdapat sebuah sesajen, entah apa tujuannya. Tetapi cerita pamannya, di desa tersebut masih sangat kental dengan kejawen dan semacamnya.

“Aku harus memulai dari mana?”

Oline mulai mencari sesuatu yang mencurigakan, dia membuka seluruh loker di kamar Vanya, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan, dia beralih mencari sesuatu di rak buku, dan meja rias Vanya tetapi hasilnya sama. Dia putus asa dan ingin keluar tetapi ketika hendak keluar tidak sengaja ekor matanya melihat buku di bawah bantal milik Vanya, Oline mengambilnya.

“Sebuah buku diary,” gumamnya.

“Kamu sedang apa Vanya?” tanya Oline kala itu.

“Menulis dibuku diary, setiap hari aku akan menulis keseharianku di sini,” ucap Vanya sambil memasukkan kembali buku diary miliknya.

Oline tersenyum mengingat potongan kenangan dirinya dan Vanya, bagai menemukan secercah harapan, Oline langsung memasukkan buku diary milik Vanya ke dalam ransel yang di bawanya. Buru-buru dia keluar dari kamar Vanya karena dia takut keluarga Vanya akan curiga, tetapi saat Oline berada di ruang tamu Bara tidak berada disana.

“Tuan Bara sedang ke belakang,” ucap ibu Vanya seperti tahu apa yang sedang di pikirkan Oline.

Oline tersenyum dan duduk kembali sambil menunggu Bara selesai dengan hajatnya.

“Bagaimana, non? Bukunya sudah ketemu?” tanya kakak Vanya.

“Iya, kak.” Ucapnya sambil tersenyum.

“Ayo di makan non, maaf Cuma segini adanya.”

“Iya kak terima kasih.”

Oline mengambil pisang goreng yang di suguhkan dengan teh manis tersebut. Sangat sederhana tetapi mereka menghargai tamu yang datang ke rumah sederhana mereka. Bara keluar dari arah belakang sambil mengkode Oline, Oline mengerti kode tersebut dan langsung beranjak dari duduknya sambil berpamitan untuk pulang.

“Sudah mau pulang? Tuan Bara belum makan sesuatu di sini,” ucap sang ibu.

Bara tersenyum.

“Tidak apa-apa, tetapi kalau boleh pisang gorengnya bisa dibungkus? Buat ngemil entar di perjalanan,” ucapnya enteng.

Oline tercengang, matanya tak berkedip melihat Bara. Sedangkan ibu dan kakak Vanya antusias membungkus kan pisang goreng tersebut, dan mengambil beberapa pisang goreng di dapur untuk tambahannya.

Setelah menerima bungkusan pisang goreng itu Bara dan Oline pulang, Oline melihat pamannya Bara menyelipkan beberapa lembar uang berwarna merah ketangan ibu Vanya, mereka berterima kasih begitupun dengan Bara.

“Heran, gak ada malu-malunya sampai minta untuk di bungkus segala,” cibir Oline di dalam mobil.

Bara diam saja sambil memakan pisang goreng tersebut dengan lahap, Oline menggeleng dengan tingkah aneh pamannya tersebut.

Oline turun dari mobil saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah rumah mewah. Oline bergegas ingin segera masuk ke kamarnya tetapi dicegat oleh Bara, Bara menyerahkan sebuah kado kepada Oline. Oline melihat Bara tak mengerti.

“Itu kado yang Vanya terima dari peneror itu untuk terakhir kalinya.”

Deg!!

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Oline curiga.

“Tadi saat kamu ke kamar Vanya, kakaknya mengatakan kalau Vanya mendapatkan kado dari seseorang yang dia pikir adalah pacar Vanya, tetapi dia tidak tahu isinya apa. Saat pulang dari desa sebelah dia sudah menemukan Vanya tergeletak tak bernyawa tetapi dia tidak melihat kado tersebut. Mereka berpikir Vanya bunuh diri karena putus cinta dengan pacarnya.”

Bara menjeda kalimatnya.

“Saat aku pergi kebelakang, aku tidak sengaja menemukan kado itu. Aku rasa kado itu yang di maksud oleh kakak Vanya. Tetapi kalau itu dari pacar Vanya tidak mungkin 'kan Vanya membuangnya,” jelasnya kepada Oline.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!