Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibelikan Skincare
Matahari telah pulang ke peraduan dan berganti dengan gelapnya petang. Semilir angin sejuk pun menggantikan panasnya hawa siang.
Nesha berjalan menyusuri jalan yang biasa ia lewati. Meskipun kakinya pegal karena seharian mondar-mandir tak ia rasakan tatkala waktu pulang telah tiba. Rasanya ia tak pernah sesemangat ini pulang kerumah. Mungkin ada orang yang ia tunggu. Serta orang itulah yang kini berani membelanya dihadapan Nisha dan ibunya.
Sesampainya diperempatan, Nesha membeli lima bungkus nasi goreng Mang Udin. Ia gajian hari ini. Ia juga ingin menebus rasa bersalahnya pada Ibu dan Nisha karena tadi pagi tidak masak.
Setelah pesanannya selesai, dengan hati riang ia pulang ke rumah sambil menenteng kantong kresek hitam yang penuh.
"Assalamualaikum", salam Nesha yang diikuti jawaban dari Pak Edi.
Sesampainya ia dirumah, ibu dan adiknya sudah duduk di ruang makan seperti sedang makan. Tapi sang bapak duduk menonton televisi.
"Bapak nggak ikut makan?" Tanya Nesha yang melirik ke arah ruang makan. Sedang ibu dan Nisha asyik makan sesuatu.
"Ogah. Itu makanan yang kayak Garvi kasih kemarin, Nes." jawab Pak Edi sambil menggedikkan bahu mengingat-ingat lagi rasa aneh yang pernah ia makan. "Susi Susanti atau apalah namanya", Pak Edi berdecak seraya mengingat namanya. Nesha tertawa kecil dengan candaan bapaknya.
"Ini Nesha beli nasi goreng Mang Udin, bapak makan ini aja", Nesha meletakkan kresek hitam itu di meja depan Pak Edi. Dengan cepat Pak Edi meraih satu bungkus nasi goreng, lalu pergi ke dapur mengambil sendok.
"Waah beli sushi lagi kamu, Nis", sapanya pada Nisha yang lahap. Ia melirik tulisan box sushi yang sama dengan pemberian Garvi kemarin.
"Iyalah!" jawabnya ketus. Bu Rumi pun tampak makan dengan lahap tanpa menatap Nesha sedikitpun.
"Nes, suamimu dapat darimana sushi kemarin?!" Tanya Nisha dengan nada menyelidik.
"Katanya dikasih sama customer-nya", jawab Nesha sambil melirik sushi yang berjejer rapi dalam kotak makanan. Sudah pasti dia ngiler, karena pernah merasakan lezatnya sushi itu kemarin.
"Sudah pasti dikasih, sih. Karena nggak mungkin suamimu sanggup beli kayak gini. Harganya aja tiga juta lho!" Pamer Nisha sambil melahap sepotong sushi lagi.
Nesha menelan ludahnya ketika mendengar kata tiga juta hanya untuk makanan. Namun tanpa diketahui siapapun, Nisha dan Fandi harus patungan untuk membayar makanan tersebut karena saldo kartu debit Fandi tak cukup. Hal itu sangat mencoreng harga diri Nisha. Apalagi dilihat banyak orang, malunya sampe ubun-ubun.
"Apa benar ada orang yang baik hati ngasih makanan mahal ke Mas Garvi?" batin Nesha sambil berjalan ke dapur mengambil sendok.
Nisha dan Bu Rumi tak ada niat untuk menawari sedikitpun sushi pada Nesha. Mereka malah tertawa cekikikan mendengar bahwa Garvi mendapatkan makanan mahal itu dari orang lain.
Nesha menikmati nasi goreng bersama Pak Edi diruang tamu sambil nonton televisi.
"Kami nggak bilang kalau beli nasi goreng, Nes?" Bu Rumi melihat kantong kresek diatas meja.
"Udah makannya, Bu?" tanya Pak Edi sambil menatap istrinya yang mengusap perut karena kenyang. "Enakan nasi gorengnya Mang Udin, Bu", sambung Pak Edi sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Ya udah makan aja, Pak. Ibu udah kenyang", jawab Bu Rumi sambil mendudukkan diri di samping Pak Edi.
"Waah ada nasi goreng, nih!" Celetuk Nisha yang baru saja balik dari ruang makan.
"Iya. Aku juga beliin buat kamu sama ibu. Tapi kamu udah makan." Jawab Nesha.
"Sini punyaku, mau ku makan juga", Nisha mengambil sebungkus nasi goreng dalam kresek dan membawanya ke ruang makan.
"Tumben Nisha makannya banyak", batin Nesha. Biasanya Nisha tak pernah makan banyak karena menjaga tubuhnya agar tetap ideal. Bahkan jika berat badannya nambah sekilo, ia sudah melakukan diet.
Selesai makan, Nesha pergi mandi dan sholat isya'. Sudah menjadi kegiatannya sehari-hari. Apalagi sekarang ditambah menunggu suaminya pulang kerja.
Tak lama kemudian, terdengar suara motor Garvi. Segera ia menyambut lelaki tinggi dan tampan itu dengan senyum sumringah. Seperti biasa, ia mencium punggung tangan suaminya saat berangkat dan pulang kerja.
"Mas, udah makan? Saya tadi beli nasi goreng."
"Belum. Tadi nggak sempat makan".
"Mau nasi goreng?" Dijawab anggukan oleh Garvi. Lelaki itu pun pergi mandi dan ganti baju. Lalu duduk bersama Nesha di meja makan. Tak ada percakapan atau sekedar basa-basi. Padahal mereka menikah sudah hampir satu bulan.
"Ada sesuatu yang mau ku kasih ke kamu". Lalu Garvi pergi keluar, mengambil sesuatu di jok motornya.
"A-apa ini, Mas?" Garvi menyerahkan sebuah paperbag pada Nesha.
"Buka aja", titah Garvi sambil menatap Nesha dengan wajah datarnya.
Nesha pun membuka paperbag itu dan mengeluarkan semua isinya. Terdapat serangkaian skincare lengkap dari sebuah merk terkenal dan mahal. Tentunya Nesha tak tahu itu, karena hidupnya seperti katak dalam tempurung.
"I-ini beneran buat aku?" Nesha meyakinkan lagi.
"Iya. Kamu bisa baca urutan pemakaiannya disitu." ujar Garvi seraya menunjuk sebuah kertas dengan dagunya.
"Makasih banget, Mas." ucap Nesha penuh haru. Terlihat kristal bening disudut matanya.
Saat Nesha akan memasukkan kembali skincare itu ke dalam paperbag, bebarengan dengan Nisha hendak pergi ke kamar mandi. Tak sengaja mata Nisha menatap barisan skincare diatas meja makan.
"Kamu beli skincare, Nes?" Tanya Nisha kepo.
"Mas Garvi yang beliin". Jawab Nesha sambil memasukkan satu persatu benda itu ke dalam paperbag.
Nisha tersenyum miring sambil melirik kearah Garvi. Karena ia tahu skincare itu sangat mahal. Apalagi satu set lengkap, harganya bisa jutaan.
"Ini dikasih sama orang lagi?" ledek Nisha.
"Nggak. Aku beli!" jawab Garvi dengan dingin.
"Mana mungkin kere kayak kamu mampu beli skincare ini!" sentak Nisha sambil mengambil salah satu benda itu dan menjatuhkannya ke lantai.
Dengan cepat Nesha memungut kembali skincare berkemasan botol itu dari lantai, lalu mengusap-usapnya dengan ujung bajunya.
"Cukup, Nis. Kamu keterlaluan! Jangan pernah menghina Mas Garvi!" Sentak Nesha. Garvi dan Nisha pun terkejut. Nyali Nisha pun akan menciut setiap kali kakanya meninggikan suara. Dengan cepat Nisha pergi meninggalkan keduanya sambil menggerutu. Pastilah besok ia akan mengadu pada ibu.
***
"Bu, sebaiknya kita rundingkan lagi soal pernikahan Nisha dan Fandi bersama besan. Mungkin lebih baik kalau dimajukan, gimana?" Usul Pak Edi sambil berbaring bersama Bu Rumi.
"Memangnya kenapa, Pak?"
"Tadi Pak Haji bilang, kalau kelamaan tunangan takutnya bakal kebablasan".
"Kebablasan gimana, Pak?"
Pak Edi terdiam sejenak. Memikirkan kata yang pantas agar tak menyinggung perasaan istrinya.
"Nisha dan Fandi kan sama-sama udah dewasa. Takutnya mereka melakukan.."
belum selesai Pak Edi menuntaskan kalimatnya, Bu Rumi langsung memotong.
"Hubungan intim maksud bapak?" sahut Bu Rumi dengan jengkel karena Nisha dituduh.
"Pak, jangan su'udzon sama anak sendiri. Aku yakin Nisha itu gadis pintar. Nggak mungkin dia melakukan itu!" ketus Bu Rumi dengan nada lantang. Lalu ia berbalik badan memunggungi Pak Edi.
Setiap kali Pak Edi berdebat dengan Bu Rumi, maka akan berujung Pak Edi yang kalah ataupun mengalah.