NovelToon NovelToon
Ujug-ujug Punya Tiga Suami

Ujug-ujug Punya Tiga Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Satu wanita banyak pria / Harem / Mengubah Takdir
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mega Biru

Duit tinggal ceban, aku ditawarin kerja di Guangzhou, China. Dengan tololnya, aku menyetujuinya.

Kupikir kerjaan itu bisa bikin aku keluar dari keruwetan, bahkan bisa bikin aku glow up cuma kena anginnya doang. Tapi ternyata aku gak dibawa ke Guangzhou. Aku malah dibawa ke Tibet untuk dinikahkan dengan 3 laki-laki sekaligus sesuai tradisi di sana.

Iya.
3 cowok itu satu keluarga. Mereka kakak-adik. Dan yang paling ngeselin, mereka ganteng semua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Mendadak stres.

Apa katanya?

Mau lihat?

Reflek merapatkan kaki, menggenggam pinggiran baju tidurku yang panjangnya sampai ke lutut, namun model baju tidurku ini ada celana pendeknya, yang panjangnya sama selutut juga.

Mereka gila gak sih? Enak aja mau lihat fefek orang sembarangan. Mana mensku cuma gimick doang. Aku harus gimana kalo gini?

“Kenapa diam?” tanya Sonam. ”Buka sekarang,” titahnya.

“Iya, cepetan buka. Kami ingin lihat,” tambah Norbu, sedangkan Tenzin hanya diam sambil terus memandangku.

“Kenapa harus dibuka?” tanyaku, berusaha tenang. “Kalian gak percaya sama aku?”

“Ya,” jawab Norbu. “Cepat perlihatkan itu sekarang. Kami hanya ingin lihat.”

“Gak mau.” Aku mundur beberapa langkah. “Kalau aku gak mau, ya gak mau, lagian aku gak bohong kok. Aku beneran lagi mens.”

Sonam mendekat perlahan. “Kami akan percaya kalau sudah lihat buktinya.”

Norbu mendekat juga. “Iya, lagian apa susahnya cuma tinggal buka? Kita cuma mau lihat saja.”

“Aku malu.” Karena terus mundur, lutut bagian belakangku sampai mentok membentur sisi ranjang.

“Kenapa harus malu? Kami suamimu,” sahut Sonam.

“Benar, jangan malu-malu lagi. Kita semua kan sudah jadi suami istri. Hanya lihat itu, sesuatu yang wajar, kan? Bahkan kami bertiga berhak melihatmu telanjang.” Ucapan Norbu membuatku tegang.

“Tapi–" Ucapanku terhenti saat Tenzin mendorong pelan pundak Sonam dan Norbu sampai menyisi. Putra ke dua itu pun berdiri di tengah kakak dan adiknya.

“Jangan paksa istri kita jika dia tidak mau,” kata Tenzin.

“Kita tidak memaksa. Cuma ingin lihat saja,” jawab Norbu.

“Apa bedanya? Kalau istri kita tidak mau, tapi kamu terus menyuruhnya, itu sama halnya dengan memaksa. Lagipula bagaimana kalau istri kita tidak bohong? Mungkin memang benar kalau istri kita sedang datang bulan. Kita harus menunggu dengan sabar.”

“Betul!” sahutku cepat. “Kalian harus percaya aku. Aku memang lagi mens.”

“Ah, aku tetap tidak percaya.” Norbu tiba-tiba menekan pundakku sampai aku terduduk di tepi ranjang, ia pun lanjut berjongkok di hadapan ke dua lututku.

“Kamu mau apa, Norbu?!” sentakku, lanjut merapatkan lutut.

“Aku hanya ingin lihat buktinya.” Norbu mulai memegang ke dua lututku, namun langsung kutepis tangan besarnya itu.

“Aku gak mau!” tolakku cepat.

“Tenzin, tutup pintunya,” titah Sonam.

“Kenapa harus ditutup?” tanya Tenzin pada kakaknya itu.

“Tutup saja, kunci. Takut ada orang yang melintas.”

Tanpa menjawab, akhirnya Tenzin mematuhi perintah kakak pertama. Pria itu pun menutup pintu kamarku, menguncinya, lanjut kembali menghampiriku yang semakin tegang setengah mati.

“Kenapa dikunci? Kalian mau apa-apakan aku? Aku kan sedang datang bulan,” ujarku, semakin takut sampai meremas seprai.

“Kami hanya tidak ingin ada yang melihat milik istri kami. Semua yang ada di tubuhmu, hanya kami yang boleh lihat,” jawab Sonam.

“Benar, menutup pintu akan membuatmu aman, baby. Jangan takut lagi, ya. Hanya kami yang bisa melihatmu.” Norbu kembali memegang pahaku.

“Aku bilang, jangan, Norbu!” Kutepis ke dua tangan di pahaku itu.

“Kalau kamu semakin melarang begini, kami jadi semakin penasaran ingin melihatnya.” Sonam tiba-tiba ikut berjongkok seperti Norbu, mereka berdua pun sama-sama memegang pahaku, sedangkan Tenzin masih berdiri di hadapanku, tampak bingung harus melakukan apa.

”JANGAN!” teriakku.

Sekuat tenaga aku mengangkat paha dengan niat ingin menendang dada mereka, namun tiba-tiba ke dua betisku dicengkam oleh mereka berdua.

Sonam betis kiri, Norbu betis kanan.

“Astaga.” Aku terkejut setengah meninggal. “KALIAN JANGAN GILA!”

“Tarik saja celananya, kita lihat hasilnya,” titah Sonam pada Norbu, seolah gak mendengar laranganku.

“Apa ini tidak keterlaluan?” tanya Tenzin.

“Apanya yang keterlaluan? Cica kan sudah jadi istri kita. Wajar kalau seorang suami ingin melihatnya,” jawab Norbu.

“Tapi istri kita tidak mau, jangan dipaksa,” sahut Tenzin.

“Iya, jangan paksa aku!” bentakku, sekuat tenaga aku kembali memberontak dengan mengguncang ke dua kaki yang dipegangi, namun Sonam dan Norbu malah mencengkram betisku semakin kuat.

“JANGAN IH!” teriakku, saat Sonam mulai menarik kain di pahaku. “Sonam, aku bilang jangan!”

“Baby, kenapa sih kamu sampai setidak mau itu? Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu, kan?” tanya Norbu.

Bibirku tiba-tiba terdiam. Aku memang takut ketahuan berbohong, tapi aku juga malu kalau harus ditonton mereka bertiga meskipun status mereka sudah jadi suamiku.

“Aku gak menyembunyikan apa pun. Aku cuma malu. Hanya itu.”

“Kamu gak perlu malu karena kami suamimu,” jawab Norbu, lanjut ikut-ikutan menarik kain di pahaku.

“Tenzin, tolong aku!”

Aku menatap mata Tenzin dengan pandangan meminta tolong. Aku pun berusaha menahan tangan Sonam dan Norbu yang terus menarik celana tidurku, namun sebelum Tenzin hendak mengeluarkan suara, celanaku sudah lolos dari pergelangan kakiku.

Hening.

Aku terkejut dengan mata membola, saat melihat celana tidurku yang sudah pindah ke tangan Sonam dan Norbu, dengan posisi kain kaki kiri di tangan Sonam, sedang kain kaki kanan di tangan Norbu.

”KALIAN GILA!” jeritku.

Namun suasana benar-benar hening saat ke enam mata pria itu tertuju ke arah milikku. Aku tahu mereka gak bisa melihat isinya langsung, karena celana dalamku gak ikut ketarik. Tapi tatapan mereka yang serius malah bikin aku takut.

“Kenapa?” Aku merapatkan paha.

“Ternyata istri kita tidak bohong.” Sonam menurunkan betisku.

“Yah, jadi malam ini kita tidak bisa iclik, ya?” Norbu menurunkan betisku juga. Sedangkan Tenzin tetap diam, namun matanya terus menatap ke arah pahaku yang merapat.

Kenapa sih?

Aku jadi penasaran. Lekas aku mengangkat ke dua kakiku untuk naik ke atas ranjang, lalu memutar badan. Setelah kucheck, aku pun melihat noda darah yang tembus dari balik celana dalamku yang berwarna kuning.

Loh, aku beneran lagi mens kah?

Dengan cepat kuambil ponsel yang letaknya ada di bibir ranjang. Dan ternyata hari ini adalah tanggal langganan aku datang bulan.

Lah iya, ini kan memang tanggalnya aku mens.

Akhirnya napasku bisa berhembus lega.

Hihi.

Yes.

Aku selamat karena gak bakal dituduh bohong.

“Aku beneran lagi datang bulan, kan? Kenapa kalian gak percaya?” kataku akhirnya, lalu tersenyum menang.

“Oke, sekarang kami percaya kamu, istriku,” sahut Norbu.

“Maaf, kami sempat tak percaya,” kata Sonam.

“Kamu butuh pembalut?” tanya Tenzin.

Aku mengangguk, menatap Tenzin dengan takjub. Karena hanya dia yang tampak peduli pada hal-hal kecil.

“Tunggu di sini, aku akan belikan pembalut untukmu.” Tenzin pun pergi, meninggalkan Sonam dan Norbu yang kini berdiri di hadapanku.

Suasana kembali hening. Entah kenapa setelah Tenzin keluar dari kamar, rasanya jadi ada yang kurang. Semacam ada barang yang hilang.

“Kembalikan celanaku.” Akhirnya aku memecah keheningan dengan tangan menyodor pada ke dua suamiku. telapak tanganku terbuka lebar di hadapan mereka, meminta celanaku kembali.

“Mau ini?” Norbu mengangkat celana tidurku itu menggunakan jari telunjuknya.

“Iya, kembalikan.”

Tiba-tiba Norbu malah melemparkan celana itu ke belakang. “Tidak usah dipakai lagi. Tunggu Tenzin bawa pembalut dulu. Kamu harus ganti celanamu.”

Tanganku reflek mengepal.

Nyebelin banget kelakuan mereka itu. Tapi, kecuali Tenzin. Entah kenapa aku mulai suka pada Tenzin, karena dia beda dari ke dua sodaranya.

“Ya sudah sana keluar. Ngapain masih di sini?” Aku turun dari ranjang, berniat cari celana dalam baru yang sudah disiapkan di dalam lemari besar.

“Kenapa harus keluar?” tanya Sonam.

Aku membuka lemari, dan langsung menemukan celana dalam berwarna hitam. “Ya kan kalian punya kamar masing-masing. Jadi mendingan kalian balik ke kamar kalian. Lagian kita masih belum bisa melakukan malam pertama, kan?”

“Kami akan tidur di sini. Kami wajib menemani istri kami,” jawab Sonam.

Kuremas celana dalam dengan erat. “Ngapain tidur di sini? Aku gak perlu ditemani. Lagian kenapa tidurnya gak pake jadwal giliran aja, sih? Jangan sekaligus tidur bertiga gini.”

“Tidak bisa begitu,” jawab Norbu. “Kita harus tidur berempat. Apalagi saat melakukan malam pertama. Kamu harus kami iclik bersama-sama.”

Jantungku langsung berdebar. “Jadi kalau malam pertama memang harus sama-sama?”

“Ya,” jawab Sonam.

“Kenapa? Kenapa gak gantian aja? Jujur, aku takut kalau harus dijarah rame-rame gini. Kalian gak mikirin perasaan aku? Kalian bertiga kuat-kuat, kekar- kekar, sedangkan aku masih sempit.”

“Jadi kamu masih perawan?” Norbu nyengir kuda.

“Ih, bukan gitu maksudnya. Itu loh, ah, entah ah, aku bingung gimana jelasinnya. Yang jelas aku takut kalau harus langsung melayani kalian bertiga. Satu-satu aja plis.” Aku merapatkan ke dua telapak tangan tanda memohon. “Ya? Satu lawan satu aja, ya? ya? ya?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!