NovelToon NovelToon
IKATAN SUCI YANG TERNODA

IKATAN SUCI YANG TERNODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Mengubah Takdir / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga / Romansa pedesaan
Popularitas:157.3k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

Niatnya mulia, ingin membantu perekonomian keluarga, meringankan beban suami dalam mencari nafkah.

Namum, Sriana tak menyangka jika kepergiannya mengais rezeki hingga ke negeri orang, meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil – bukan berbuah manis, melainkan dimanfaatkan sedemikian rupa.

Sriana merasa diperlakukan bak Sapi perah. Uang dikuras, fisik tak diperhatikan, keluhnya diabaikan, protesnya dicap sebagai istri pembangkang, diamnya dianggap wanita kekanakan.

Sampai suatu ketika, Sriana mendapati hal menyakitkan layaknya ditikam belati tepat di ulu hati, ternyata ...?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Isyt : 22

Sriana melepaskan sepatunya, dia tetap tenang mengenakan sandal rumah, sebelah tangan menjinjing paperbag. Melangkah santai menuju meja makan.

Tria geram, merasa diabaikan dan tak lagi disegani, dia mengekori Sriana. “Kamu ndak tuli ‘kan? Jangan kurang ajar, aku ini mbakmu. Ndak sopan banget, orang nanya malah ditinggal pergi.”

Sriana meletakkan barang bawaan diatas meja, melepaskan tas, lalu dia berdiri menyamping, menatap dingin sang kakak sepupu. “Belum ada jam sepuluh malam, dirimu sudah layaknya orang kesurupan. Apa kabar minggu-minggu telah berlalu sewaktu mbak Tria libur, pulang sampai pernah pukul satu dini hari. Apa aku ada protes?”

Tubuh Tria menegang, dia kalah telak saat dipukul dengan fakta.

“Ngapain aku takut digosipin cuma karena jalan bareng Eka. Kami ndak neko-neko, nggak pula kegatelan goda suami orang. Lagian warga desa yang mana? Wong kami tinggal beda wilayah, kalaupun sampai ada gosip ndak enak, dapat dipastikan yang menyebarkan ya sesama mbak TKW,” ujarnya santai.

Triani bersedekap tangan demi menutupi kegelisahan, dia merasa seperti ditelanjangi oleh tatapan tajam Sriana yang semakin berani. “Aku ini cuma ngingetin agar kamu ndak terjerumus pergaulan salah.”

Sriana tersenyum geli, dia tatap tenang sang kakak sepupu. “Terima kasih mbak, sudah begitu perhatian samaku, semoga kebaikanmu ini dibalas oleh Gusti Allah.”

Wanita dengan tinggi 160 centimeter itu bertambah gelisah, senyum adik sepupunya memiliki makna tersembunyi. Kala Sriana berbalik dan cuci tangan di kitchen sink, dia membongkar isi paperbag.

'Ya Allah, hamba mohon perluas lah rasa sabar ini,' lewat pantulan kaca jendela, Sriana melihat apa yang dilakukan oleh Triani. Kala sudah tidak tahan lagi sebab isi paperbag dikeluarkan semua di atas meja, dirinya pun berbalik.

“Kamu cari apa, Mbak?!” suaranya naik satu oktaf, ia geram sekali.

Triani mendengus, melempar sweater rajut masih berlabel. “Baru jalan sekali bareng Eka langsung sok beli baju di H&M, biasanya juga di pasar pas lagi obral. Pemborosan namanya ini, Sri!”

"Dirimu minta dihormati, tapi enggan menghargai privasi orang lain. Ngodal-ngadil barangku tanpa permisi, lalu ngehina. Awakmu sebenere waras atau senget (miring) to?” Ia memasukkan lagi dua baju serta satu pasangan flat shoes.

"Keterlaluan kamu ngatain aku ada sinting! Aku cuma perhatian ke kamu, biar kalau ibu mertuamu nanya bisa tak belain _”

“Lancang kamu Triani!” Bentaknya seraya berkacak pinggang. “Lain kali biasakan izin dulu! Satu lagi, aku yang kerja keras kenapa kalian yang sibuk ngatur keuanganku? Sudah sewajarnya aku berterima kasih ke badanku sendiri dengan cara memanjakannya!”

Triani menuding wajah Sriana. “Kurang ajar kamu, ndak ada sopan_”

Lagi, dan lagi Sriana menyela dengan berani. “Menengo! Sana naik ke atas, vcs bareng pacar mu itu! Puaskan dia biar ditransfer. Ben kamu ndak iri dengki lihat barang baru punya orang lain!”

Wanita yang wajahnya tidak semulus seminggu lalu itu meradang sampai hidungnya kembang kempis, dia berbalik badan lalu berlari ke lantai atas.

Sriana juga langsung bertindak, mematikan ponselnya. Dia tahu, keluarga biadab itu pasti tak lama lagi akan mengganggunya.

Sebenarnya Triani ingin memastikan ada tidaknya perawatan wajah yang dibeli adik sepupunya, dan Sriana tahu itu. Krim tadi dititipkan dulu ke Eka, besok pagi baru diambilnya.

***

“Mas, kamu kudu lebih tegas ke istri jelekmu itu! Aku baru aja dibentak, padahal niatku baik mengingatkan agar dia ndak boros,” suaranya mendayu-dayu. Kancing sweaternya tanggal sampai empat – memperlihatkan bongkahan benda kenyal mulus. Dia duduk dengan lutut ditekuk lalu kakinya melebar, gaya menantang.

Sriana tidak dapat mendengar suara balasan dikarenakan Triani menggunakan headset. Dia juga tak peduli, memilih turun lagi ke lantai bawah lalu masuk ke kamar mandi, membersihkan diri.

Setelahnya langsung tidur menemani Bobo, membiarkan sepasang pezina itu bersukacita untuk sementara waktu.

***

“Lihat ini ibu kalian!” Dwita mengarahkan ponsel ke keponakannya. “Gayane sok elit, padahal anaknya disini seperti gembel, baju sudah lusuh pun ndak dibelikan baru. Eh, dia asik liburan makan enak-enak.”

Septian menghentikan kegiatannya yang sedang menjahit kancing kemeja putih Ambar Ratih. Dia menatap lekat wanita memakai masker tengah memandang empat piring berisi menu Ikan bumbu, iga sapi, udang goreng, ketan mangga.

‘Bunda berhak menyenangkan dirinya sendiri, ndak mung kerja terus tapi badan nggak keurus,’ ekspresinya melembut, sebisa mungkin dia tidak tersenyum demi menutupi buncahan senang melihat ibunya makan enak.

Ambar diam, cuma menatap sekilas. Dia tengah sibuk mengikat rambut panjangnya.

“Bunda mu itu keterlaluan, sudah ndak inget anak. Egoisnya bertambah saja! Makanya kalian mesti nurut sama nenek, cuma kami yang mau menampung kalian!” Wiyah mulai mempengaruhi dengan cara memfitnah menantunya sendiri.

“Mas sudah selesai belum? Ini udah mau siang. Nanti kita kena hukum kalau ndak ngikutin upacaranya,” Ambar tidak peduli apa yang dikatakan neneknya, dia lebih khawatir kalau terlambat ke sekolah. Dan, sudah tidak sabar ingin sarapan di rumah bude Wulan.

“Sudah, nanti kalau buka kancingnya pelan-pelan biar ndak copot lagi.”

Ambar tersenyum simpul, diambilnya kemeja putih seraya mengucapkan terima kasih.

Septian pun beranjak, menyimpan benang serta jarum jahit.

Melihat sikap acuh tak acuh para keponakannya, hati Dwita seketika panas. Sebenarnya sudah biasa mendapati Septian dan Ambar seperti kurang berminat terhadap ibu mereka, hal tersebut tentunya hasil dari dipengaruhi nya.

Namun, Dwita tengah kesal dikarenakan dari semalam meminta kiriman uang, tidak ditanggapi oleh sang kakak ipar.

Sriana tetap mengirim pesan menanyakan kabar serta kegiatan buah hatinya. Dia cuma membaca chat yang dikirim Dwita, meminta transferan uang sebesar dua ratus ribu rupiah dengan alasan mau beli seragam sekolah Ambar.

“Belum dibalas juga sama si pekok (bodoh) itu?” tanya Wiyah, tangannya menekan tombol remote televisi mencari tontonan menarik.

“Masih centang satu. Ndak biasa jam segini ponselnya belum aktif, mati paling dia.” Dwita memperhatikan sepasang anak berseragam merah putih tengah berjalan kaki keluar dari halaman rumah.

“Yah, ada uang lima puluh ndak? Rokokku habis.” Toro menadahkan tangan.

Wiyah mendengus, mengeluarkan lembaran uang kertas, menaruh ke telapak tangan suaminya. “Joh boros-boros!”

Toro pun pergi, bukan cuma lintingan tembakau yang hendak dibelinya, juga mau nongkrong di warung kopi sambil mengobrol bersama teman main judi sabung Ayam.

Si sulung masih tidur, tubuh polosnya tertutup selimut tebal. Ac kamar pun masih dinyalakan. Rumah ini memang sederhana, lantai masih semen, tapi tiga kamar tidurnya menggunakan pendingin ruangan. Tentu saja hasil dari menipu Sriana, uang kirimannya dimanfaatkan untuk kesenangan pribadi keluarga suaminya.

Sementara kamar Septian dan Ambar, tidak menggunakan pendinginan ruangan, kipas angin pun tidak ada.

***

Waktu hampir masuk tengah hari, Triani pulang dengan hati kesal. Tadi sewaktu berkumpul dengan para temannya di taman dekat pasar, ada yang menghina kulit wajahnya. Mengatakan mirip Ular ganti kulit.

Brak!

Pintu depan dihempas, lalu ditutup lagi. Dia masuk, menjatuhkan tas lumayan berat dan langsung berteriak. "Sri! Sriana! Pungut ini barang belanjaannya! SRIANA!"

"Kamu anggap rumah saya hutan ya, Triani?"

Pupil mata membesar, badan kaku, wajah mulai pias, bibir bergetar. "Nyo _nya?"

.

.

Bersambung.

1
bunda fafa
ada ya seorang ibu mendukung putri nya jd pelakoorrr 😏
SasSya
semoga dalam lindungan Nya za kalian nok_leeee
semoga berhasil ambil Semua yg berharga,🤲🤲🤲
SasSya
baguuuuuusss
ada paparazi
lek Dimas?
bunda fafa
ibu macam apa ita ini??🤦🤦kok justru nyuruh anaknya minta dinikahin si mokondo yg notabene suami keponakan nya sendiri 🤦
SasSya
najoong!!!!🤮🤢


naaaaaa kaaannnn
sudah lama hubungan mereka
SasSya
2 keluarga bedeb** kranjingan tenan!!!
🤬🤬🤬🤬🤬

part Iki misuh troooosss kak cublikkkkk 😆😆😆
astagfirullah astagfirullah astagfirullah astagfirullah
mamaqe
waduh apapun itu moga anak soleh dan solehah dilindungi
SasSya
Mammi????
haduuuwww seketika ngakak
🤣🤣🤣🤣maaf zaaa✌️✌️✌️
Treek Treeekkkk
bunda fafa
gak bakalan..Sri sdh pintar..km yg akan jd kere dan gembel
SasSya
seolah 12 THN yg sia2 za Sri....
sekarang mulai menata dr awal
pelan tpi pasti keluar dari jeratan laki2 gak guna!
SasSya
di butakan apa kamu dulu Sri,
sampai mau nikah dgn laki2 mokondo?
apa ada campur tangan Ita mbokne Tri?
maya ummu ihsan
cuih.. cuih...💦💦
SasSya
13 hari tak tunggu
akan ada kegemparan apa?🤔
SasSya
joosss
bener kui Sri 👍👍👍
Anis Jmb
😭😭😭
SasSya
🤢🤢🤮🤮🤮🤮🤮
langsung muntah ke mukamu gooooonggggg
SasSya
conggor muu guungg
ngarang kentang 🥔

opo mau lewat hape
emange Trisundel, muaaaaaaakkkkk 🤢🤢🤢
SasSya
setta* tenan Koen Gung 🤬🤬🤬🤬🤬🤬
tensi meroket huasy* Kowe guuunggg!!!!

astagfirullah astagfirullah astagfirullah
SasSya
yg kerja siapa
yg ngitung gaji siapa!
SasSya
mengimbangi drama si laki busuk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!