"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Bekerja.
"Aku tahu pernikahan kita terjadi sangat cepat bahkan tanpa adanya kedekatan yang cukup berarti di antara kita sebelumnya. Tetapi, apapun alasan sampai pernikahan kita terjadi, sekarang kita sudah resmi menjadi suami-istri dan aku tidak mau ada drama pil kontrasepsi atau semacamnya di dalam rumah tangga kita." suara Faras terdengar rendah namun terkesan tegas.
Deg
Pandangan Inara yang tadi sempat tertunduk kini menengadah, menatap wajah Faras. ternyata suaminya itu bukannya membahas tentang apa yang ada dipikirannya, Faras justru membahas tentang momongan. meskipun tidak secara langsung namun perkataan lelaki itu mengarah ke sana. tapi kenapa? Bukankah suaminya itu tidak mencintainya, lalu mengapa menginginkan seorang anak darinya? Begitu banyak pertanyaan yang berseliweran di benak dan pikiran Inara, namun ia belum memiliki keberanian untuk menanyakannya langsung pada pria itu.
"Apa masih sakit?."
Pertanyaan Faras sekaligus menarik kesadaran Inara dari lamunannya.
"Apanya?." Inara balik bertanya sebab tak paham dengan apa yang dimaksud suaminya.
"Itu."
Pipi Inara langsung berubah merona saat Faras melirik ke area sensitifnya."ih.....dasar suami nggak punya akhlak... bisa-bisanya dia menanyakan tentang hal memalukan seperti itu.... argh...." Inara hanya berani mengerang dan mengumpat dalam hati saja.
"Tidak sopan mengabaikan pertanyaan suami." Faras mengarahkan pandangan Inara agar kembali menatap padanya.
"haaaiiiish.... bagaimana mau di jawab kalau pertanyaan anda membuat saya rasanya ingin menenggelamkan diri ke dasar bumi, tuan Sarfaras Wisatara yang terhormat." dalam hati Inara sebal bukan main.
"Hey...." colekan jemari Faras pada dagunya akhirnya menyadarkan Inara dari lamunannya.
"Sudah mendingan, tidak sesakit semalam." jujur Inara dengan gurat wajah malu.
Untuk kesekian kalinya Inara dibuat tersentak dengan perlakuan Faras. pria itu merengkuh tubuh Inara dan membawanya ke dalam pelukannya. "Maaf, sudah membuat kamu kesakitan semalam."
Inara yang masih berada di pelukan Faras hanya mampu menganggukkan kepala. Sepertinya ia masih syok dengan perubahan sikap Faras setelah resmi menjadi suaminya.
*
Tidak terasa sudah seminggu Inara menjalani kehidupannya sebagai nyonya Sarfaras Wisatara, dan hampir seminggu pula ia harus bergadang hingga dini hari demi menuruti keinginan sang suami.
"Memangnya semua lelaki seperti itu ya? Meskipun tidak ada rasa cinta pada pasangannya, urusan ranjang tetap lancar jaya?." oceh Inara seraya menatap seluruh tubuhnya dari pantulan cermin besar yang menempel pada dinding kamar mandi.
"Mana badanku sudah seperti macam tutul begini." Inara menyaksikan bekas kismark yang ditinggalkan Faras di hampir sekujur tu-buhnya. "Kalau begini, aku bisa benar-benar hamil ini."
"Memangnya kenapa kalau hamil?." suara bariton milik sang suami sontak membuat Inara membalikkan badan. "Mas Faras." wajahnya sedikit pucat seperti kedapatan sedang mencuri.
Sejak kapan pria itu berdiri di ambang pintu kamar mandi? Kenapa Inara tidak menyadarinya.
"Memangnya kenapa kalau hamil?." ulang Faras dengan dahi berkerut.
"Bukan apa-apa kok mas." Inara berusaha mengulas senyum semanis mungkin, tak ingin sampai merubah mood Faras dan pada akhirnya mencabut izin untuknya kembali bekerja, setelah semalam ia mati-matian berusaha meyakinkan pria itu agar mendapatkan izin untuk tetap bekerja. dengan alasan mampu memenuhi semua kebutuhan finansial sang istri, Faras meminta Inara untuk berhenti bekerja. Siapa yang akan membayar cicilan mobilnya jika ia berhenti bekerja? tidak mungkin ia meminta Faras untuk membayar cicilan mobilnya. Meskipun mereka sudah sah menjadi suami-istri bukan berarti ia melimpahkan semua hutang-hutang nya pada pria itu, bukan?Selain bosan di rumah tanpa berkegiatan, itu salah satu alasan Inara sehingga masih ingin tetap bekerja.
"Mas..."
Inara berusaha melepaskan diri dari pelukan Faras. bukannya mengurai pelukannya, Faras justru menyusuri tengkuk Inara dengan bi-birnya. Sementara tangannya sudah tidak bisa dikondisikan lagi.
"Hemt."
"Nanti kita terlambat berangkat kerjanya." berusaha memprovokasi Faras akan tetapi usahanya sia-sia, suaminya itu tetap melanjutkan kegiatannya, menyentuh bagian mana pun yang disukainya. Hingga pada akhirnya Inara pun hanya bisa pasrah. "Kalau begini, aku bisa beneran hamil..." hanya bisa menggerutu dalam hati saat Faras kembali mengulang kegiatan panas mereka di kamar mandi. Bukannya tidak ingin melahirkan anak-anak untuk sang suami, tapi Inara masih belum yakin mengingat hingga detik ini Faras belum pernah mengungkapkan isi hatinya. Walaupun hanya sekedar menyayangi bukan mencintai, itu saja sudah cukup bagi Inara. Namun, pengakuan terbuka seperti itu pun tak pernah didengarnya dari mulut sang suami.
Setelah melewati drama panjang di kamar mandi akhirnya pasangan pengantin baru berangkat ke kantor. Inara nampak gelisah. bagaimana tidak, kini mereka sudah terlambat satu jam. Waktu telah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Bisa-bisa akan timbul gosip jika ia sengaja menyalah gunakan statusnya sebagai istri CEO untuk datang seenak jidat ke kantor. Membayangkan di gosipkan seperti itu sudah membuat Inara keringat dingin.
"Masa bodoh, kalau ada yang menggunjing aku dikantor, tinggal tutup telinga. Begitu saja repot." Inara berusaha menenangkan hatinya yang gelisah walau tak sepenuhnya mampu menenangkan dirinya.
"Jika ada yang berkata yang bukan-bukan tentangmu di kantor, gunakan namaku untuk membungkam mulut mereka!." Faras yang tengah sibuk mengemudi tiba-tiba bersuara, sekaligus membuyarkan lamunan Inara. Seolah tahu apa yang ada dipikiran istrinya itu.
"Haiiiis....jika aku menggunakan nama kamu yang ada mereka justru menuduhku tidak profesional dalam bekerja, mas." batin Inara setelah cukup lama terdiam, berpikir apakah Faras bisa membaca pikirannya sehingga tahu apa yang dikhawatirkannya.
"Baik, mas."
Lain di mulut lain dihati ketika menyadari lirikan suaminya.
Beberapa saat kemudian, mobil Faras pun tiba di depan gedung SJ group.
Seperti sebelum menikah dengan Faras, Inara melaksanakan tugasnya sebagai sekretaris Faras seperti biasanya.
"Selamat pagi, Tuan. Maaf, ini skedul anda untuk hari ini." Inara yang baru saja memasuki ruangan CEO menunjukkan layar iPad kepada tuannya itu. Posisi Inara berdiri di samping kursi kebesaran Faras, sedikit merunduk saat menunjukkan layar iPad ke hadapan pria itu.
"Jadi siang ini ada meeting sekaligus makan siang bersama perwakilan dari Arganda group?." masih dengan posisi menatap layar iPad Faras bertanya.
"Benar, tuan." selama bekerja Inara menggunakan bahasa Formal kepada suaminya, selaku CEO sekaligus atasannya Langsung.
"Baiklah, kamu boleh kembali ke meja kerjamu!."
"Baik, tuan."
Davin yang saat itu sedang berada di ruang kerja Faras guna menunjukkan hasil kerjanya hanya bisa diam sembari menyaksikan interaksi pasangan suami-isteri tersebut. Keduanya bersikap professional di saat sedang bekerja. Jika orang baru yang melihatnya pasti tidak akan menyangka keduanya merupakan pasangan suami-isteri, saking profesionalnya.
"Jaga matamu!." intonasi Faras terdengar datar dan dingin.
Davin langsung mengalihkan pandangannya dari benda persegi panjang di mana sesaat yang lalu tubuh Inara menghilang dibaliknya. ia
Davin hanya bisa mengerang dalam hati. padahal saat ini Faras sedang sibuk menatap berkas dihadapannya, bagaimana mungkin dia bisa menyadari jika aku sedang memperhatikan Inara?
Sejujurnya, Davin hanya salah fokus pada tanda merah yang tercetak jelas di leher jenjang Inara. Meskipun wanita itu sudah berusaha untuk menutupinya dengan mengenakan kemeja dengan kerah tinggi namun secara tidak sengaja terlihat oleh Davin. Sebagai pria dewasa tentu saja Davin tahu betul bekas tanda apa itu.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali