NovelToon NovelToon
Diceraikan Suami, Dipinang Sahabat Kakakku

Diceraikan Suami, Dipinang Sahabat Kakakku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengganti / Cerai / Wanita Karir / Angst / Romansa
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Anjana

Dinda tidak menyangka kalau pernikahannya bakal kandas ditengah jalan. Sekian lama Adinda sudah putus kontak sejak dirinya mengalami insiden yang mengakibatkan harus menjalani perawatan yang cukup lama. Hingga pada akhirnya, saat suaminya pulang, rupanya diceraikan oleh suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 14 Benar-benar harus kuat dan sabar

Malam itu, suasana rumah keluarga Kusuma benar-benar mencekam.

Angin berdesir lewat jendela besar ruang tamu, namun yang terdengar hanyalah suara langkah keras Vikto dan teriakan amarahnya yang memecah keheningan.

Begitu memasuki rumah, Vikto langsung melempar jasnya ke sofa. Napasnya terengah karena emosi yang ditahan selama berhari-hari kini meledak.

Nyonya Wirna yang sedang duduk di ruang tamu bersama Tuan Abdi sontak menoleh, wajahnya kaku.

“Kenapa kamu marah-marah begitu, Vikto?” tanya sang ibu dingin.

Vikto menatap tajam. “Karena Mama benar-benar sudah keterlaluan!”

“Apa maksudmu bicara seperti itu kepada ibumu sendiri?!” sahut Tuan Abdi dengan suara berat.

Vikto mengepalkan tangan. “Mama pasti yang sudah mengusir Dinda dari rumah ini, kan?!”

Nyonya Wirna tersentak, tapi masih berusaha tenang. “Anak itu tidak pantas tinggal di sini. Dia hanya membawa aib untuk keluarga Kusuma!”

BRAK!

Vikto menghantam meja dengan tinjunya, membuat semua yang ada di ruangan itu terlonjak kaget.

“Aib?!” bentaknya. “Yang memalukan itu justru kalian! Kalian tega mengusir perempuan yang sedang sakit, tanpa rasa kasihan sedikit pun!”

Langkah kaki terdengar dari arah tangga. Oma Hela muncul dengan wajah murka, tongkat di tangannya sampai bergetar karena amarah.

“Cukup, Wirna!” seru Oma dengan suara lantang. “Aku sudah dengar semuanya! Apa yang kau lakukan pada Dinda benar-benar keterlaluan!”

Nyonya Wirna bangkit dari duduknya. “Mama tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi! Perempuan itu cuma numpang hidup, dan aku—”

“Diam!” potong Oma Hela tajam. “Kau pikir aku buta? Aku tahu Dinda itu gadis baik. Kalau bukan karena kau, dia tidak akan kabur seperti gelandangan di jalanan! Kau sadar gak, dia bahkan hampir kehilangan nyawanya karena stres dan kekurangan makan!”

Nyonya Wirna membalas dengan nada tinggi. “Mama selalu bela orang luar! Dia bukan siapa-siapa!”

“Dia calon istri cucuku!” teriak Oma Hela dengan mata berkaca-kaca. “Dan cucumu ini hampir gila mencari Dinda! Kau tahu kalau putramu begitu cemas memikirkan Dinda?! Tapi kau masih bisa memaki putramu!”

Tuan Abdi mencoba menenangkan. “Mama, tolong jangan membesar-besarkan—”

“Cukup, Pa!” potong Vikto. “Kalau kalian masih gak bisa menerima Dinda, aku yang akan pergi dari rumah ini!”

Semua terdiam.

Kalimat itu menggema begitu kuat, memukul hati setiap orang yang mendengarnya.

“Vikto!” seru ibunya kaget.

“Ya! Aku serius!” balas Vikto dengan mata merah. “Aku gak akan tinggal di bawah satu atap dengan orang yang menghina dan mengusir calon istriku sendiri!”

Oma Hela menatap cucunya dengan bangga sekaligus sedih.

“Kalau begitu, Oma akan ikut kamu, Nak. Oma tidak sudi tinggal di rumah yang hatinya sekeras batu.”

Nyonya Wirna menggertakkan giginya, menahan marah. “Terserah! Kalau kalian lebih memilih dia daripada keluarga sendiri, silakan!”

Vikto menatap ibunya dengan pandangan penuh kecewa.

“Vikto bukan memilih orang lain, Ma... Vikto hanya memilih berperikemanusiaan, cuma itu.”

Suasana langsung hening. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar samar.

Lalu Vikto berbalik, meninggalkan ruang tamu. Ia menuju kamar tempat Dinda beristirahat, sementara Oma Hela menatap menantunya dengan pandangan penuh amarah dan luka.

Begitu pintu kamar tamu terbuka, Vikto terdiam di ambang pintu. Pandangannya kosong menatap ruangan yang kini sunyi dan hampa. Tempat tidur yang biasanya ditempati Adinda sudah rapi, selimutnya terlipat sempurna, seolah tak pernah ada siapa pun di sana.

Tak ada kursi roda, tak ada jejak langkah Mbak Tia.

Kosong. Sepi.

“Dinda…” panggilnya lirih, namun suaranya lenyap tertelan udara.

Ia melangkah masuk, menatap ke sekeliling dengan mata yang mulai memanas. Di meja masih ada gelas air setengah penuh, mungkin diminum Dinda sebelum pergi. Vikto meraih gelas itu, menatapnya lama, lalu menggenggam kuat hingga jemarinya bergetar.

“Kenapa kamu pergi lagi, Dinda…?” bisiknya serak.

Langkahnya limbung, tubuhnya nyaris ambruk di tepi ranjang. Ia duduk, menunduk, lalu menutup wajah dengan kedua tangan.

Kepalanya menunduk dalam, rasa sesal dan frustasi bercampur menjadi satu. Selama ini, hanya perempuan itu yang bisa menenangkan kekacauan di hidupnya, tapi kini justru menghilang tanpa jejak.

Pintu kamar diketuk pelan. Oma Hela masuk, raut wajahnya khawatir.

“Nak Vikto… belum juga ditemukan?”

Vikto menggeleng pelan. “Sudah Vikto cari kemana-mana, Oma. Semua tempat sudah Vikto datangi… warung, terminal, bahkan pinggir jalan. Tapi Dinda gak ada. Seolah bumi menelan dia bulat-bulat.”

Oma duduk di samping cucunya, menepuk bahunya pelan. “Sabar, Nak. Tuhan pasti jaga dia. Dinda anak baik, pasti ada jalan untuk mempertemukan kalian lagi.”

“Kalau sesuatu terjadi sama dia, Oma…” suara Vikto bergetar, matanya memerah. “Vikto gak akan pernah maafin diri sendiri.”

Oma Hela memeluk bahu cucunya erat. “Tenangkan hatimu, Nak. Jangan berhenti mencari, tapi jangan biarkan amarah menguasai pikiranmu. Dinda butuh kamu dalam keadaan kuat, bukan putus asa.”

Vikto menatap kosong ke arah jendela. Di luar, hujan turun perlahan, seperti menggambarkan isi hatinya yang hancur.

Dalam hati, ia berjanji, meski harus menyusuri setiap jalanan kota, ia akan menemukan Adinda… apa pun yang terjadi.

Dilain posisi.

Malam mulai larut. Angin berembus dingin menusuk kulit, membawa aroma hujan dan debu jalanan. Lampu kendaraan dari kejauhan hanya menjadi kilatan samar di balik tiang-tiang beton raksasa jalan tol.

Adinda dan Mbak Tia berjalan pelan, langkah mereka berat karena kelelahan dan lapar yang menekan. Dari pagi hingga malam, mereka tak henti menyusuri jalanan, menanyakan lowongan pekerjaan, namun hasilnya tetap nihil.

“Nona... mungkin di sini aja kita istirahat,” ucap Mbak Tia pelan sambil menunjuk ke arah sebuah lorong di bawah jalan tol, tempat beberapa orang tampak sudah berbaring di atas tumpukan kardus.

Adinda menatap sekeliling dengan mata sendu. “Iya, Mbak… di sini juga gak apa-apa. Asal jangan ganggu orang lain.”

Mereka kemudian mencari sudut yang agak terlindung dari angin. Mbak Tia mengambil beberapa kardus bekas yang dibuang di tepi jalan, meratakannya sebagai alas. Adinda pun dibantu untuk duduk, lalu bersandar pada tumpukan karung berisi barang-barang milik mereka, pakaian, beberapa dokumen penting, dan foto-foto lama yang masih disimpan Dinda dengan hati-hati.

“Maaf ya, Nona,” ucap Mbak Tia lirih sambil menatap wajah Dinda yang pucat. “Saya gak bisa kasih tempat yang lebih layak dari ini.”

Adinda menggeleng lemah. “Mbak, jangan ngomong gitu. Aku malah berterima kasih... kalau gak ada Mbak Tia, mungkin aku gak kuat sampai sekarang.”

Mereka berdua terdiam. Hanya suara deru kendaraan di atas kepala yang memecah keheningan malam. Dinda menggenggam erat tas kecil di pelukannya, berisi barang-barang berharganya, surat perceraian, foto mendiang kedua orang tuanya, juga mendiang kakaknya, dan selembar foto Vikto yang diam-diam masih ia simpan.

“Aku janji, Mbak,” ucap Dinda lirih, matanya menatap kosong ke arah langit gelap yang nyaris tak terlihat dari bawah jembatan. “Aku bakal bangkit lagi. Suatu hari nanti, aku bisa jalan, kerja, dan gak akan nyusahin siapa pun lagi.”

Mbak Tia mengusap bahunya dengan lembut. “Aamiin, Nona. Tuhan pasti lihat perjuangan Nona. Percaya aja.”

Hening kembali.

Angin kembali bertiup, membuat tubuh mereka menggigil. Mbak Tia menarik satu lagi kardus dan menutupkan ke kaki Dinda.

“Tidur ya, Nona. Besok pagi kita cari kerjaan lagi. Siapa tahu Tuhan kasih jalan.”

“Iya, Mbak…” jawab Dinda dengan suara lemah, sebelum akhirnya memejamkan mata.

Malam itu, di bawah cahaya redup lampu jalan, dua perempuan berbeda usia tidur beralaskan kardus, berpelukan dengan barang berharga mereka, berusaha menghangatkan tubuh dan hati di tengah dinginnya dunia yang seolah menolak keberadaan mereka.

1
Qaisaa Nazarudin
Noh yang lain,Denger gak tuh pesen Oma ke Dinda..Buka telinga kalian lebar2...
Qaisaa Nazarudin
Alhamdulillah,ku pikir Oma manggil Dinda nyuruh dia ninggalin Vikto..
Apa keluarga nya Percaya dengan omongan Dinda nanti tentang wasiat Oma,Takutnya menuduh Dinda mengada2..Harusnya 2 orang yg masuk sebagai saksi..
Qaisaa Nazarudin
Selalu ALASAN ini yg digunakan untuk memaksa anak2 MENIKAH, Dengan cara begini anak2 gak bisa MENOLAK..🤦🤦
Qaisaa Nazarudin
Baru juga Vikto dan Dinda menemukan BAHAGIA, udah ada aja hambatan nya..kasian banget Dinda..
Qaisaa Nazarudin
Ialah dia PERGI dia udah diceraikan,ngapain lagi dirumah ini..Riko juga udah gila Talak kayaknya,Sebelum Cerai kenapa gak diselidiki dulu kebenaran nya,main Percaya gitu aja omongan mereka, Sekarang kamu yg kayak orang SEWEL,Kalo ketemu juga Dinda udah MILIK orang lain,Rasain kamu..😠😠😠
Uba Muhammad Al-varo
Riko oh Riko..... penyesalan terdalammu udah terlambat dan kau Vikto jagalah selalu Adinda.
Uba Muhammad Al-varo
semoga aja Adinda baik' saja dan kabar yang terjadi pada tuan Abdi tidak mempengaruhi pernikahannya Adinda dan Vikto
Uba Muhammad Al-varo
Vikto udah cinta dan sayang ke Adinda ternyata udah lama 😉😊
Uba Muhammad Al-varo
nggak salah kok kalian berdua tidur berpelukan,Vikto dan Adinda kan udah resmi menikah 🙂🙂🙂
Uba Muhammad Al-varo
semoga ini awal kebahagiaannya Adinda dan Vikto
Anjana: Semoga ya kak, kasihan menderita terus😭
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
jadi kalau seumpamanya Riko menemukan Adinda, Riko tidak bisa membawa pulang Adinda karena Adinda sudah menikah dengan Vikto.
Uba Muhammad Al-varo
akhirnya Vikto dan adinda menikah 🙏
Uba Muhammad Al-varo
karena sering bertemu antara Adinda dan Vikto akhirnya benih cinta tumbuh diantara kedua nya
Uba Muhammad Al-varo
akhirnya Adinda sembuh kembali dan mendapatkan kerja, buktikan ke keluarga nya Riko,kamu bisa sukses dan berhasil menjalani hidup
Uba Muhammad Al-varo
semoga cintanya Vikto diterima oleh Adinda dan mereka segera menikah
Uba Muhammad Al-varo
akhirnya Adinda bertemu dengan Vikto semoga ini juga awal kehidupan nya Adinda lebih baik lagi
Uba Muhammad Al-varo
Adinda....😭🤧😭🤧😭🤧 semoga kamu mendapatkan kebahagiaan ditempat baru
Uba Muhammad Al-varo
semangat sembuh Adinda,kamu pasti bisa melewati ujian sakit ini💪💪💪💪💪
Uba Muhammad Al-varo
benar Oma Hela kalau cinta sejati memang harus diuji dengan badai yang besar demi bisa bertahan
Uba Muhammad Al-varo
benar omongan mu mbak Tia,Vikto itu ada rasa sama Adinda
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!