Gigolo Tapi Perjaka

"Gadis? Siapa?" tanya Arsya.

"Iya. Namanya Arin," sahut Dani.

Dahi Arsya berkerut dalam. Dia tak pernah mendengar nama Arin sebelumnya.

"Oke. Aku akan segera ke gym sekarang," ucap Arsya. Dia cukup penasaran dengan gadis bernama Arin yang mencarinya ini.

Arsya terpaksa membuang jadwal istirahatnya. Ia bergegas pergi ke gym.

Setibanya di gym, Arsya langsung menemui Arin. Ia kini berjalan mendekati gadis itu.

Arin berdiri menatap jendela, dalam posisi membelakangi Arsya. Gadis tersebut memiliki postur tubuh yang langsing.

"Halo? Apa kau yang namanya Arin? Katanya kau mencariku ya?" tanya Arsya.

Arin sontak menoleh. Saat itulah matanya bertemu dengan mata Arsya. Keduanya seketika saling menatap.

Arsya merasa kaget saat melihat wajah Arin. Ia sangat mengenal kalau wajah itu adalah wajah Riani. Selain itu, Arsya juga dibuat kaget dengan penampilan Arin. Gadis tersebut tampak modis sekali, bisa dibilang gayanya seperti anak orang kaya.

Arin tersenyum tipis. "Kau sudah melihat wajahku. Aku yakin kau mengerti," ucapnya.

"Ya, tentu saja. Ayo kita bicara ke tempat aman!" ajak Arsya.

Arin mengangguk. Dia dan Arsya beranjak dari gym. Mereka memilih bicara di taman kota yang jaraknya tidak jauh dari gym. Keduanya duduk bersebelahan di sebuah bangku panjang.

"Bagaimana bisa kau berubah jadi Arin?" tukas Arsya.

"Bagaimana bisa kau berubah jadi Sean?" bukannya menjawab, Arin justru berbalik tanya.

"Tunggu dulu. Apa kau juga berusaha mencari keberadaanku?" ujar Arsya.

"Aku sudah mencarimu bertahun-tahun! Deva juga. Ternyata kau memakai nama Sean selama ini," jelas Arin.

"Apa yang terjadi padamu, Ri? Apa yang Eddy lakukan padamu? Lalu bagaimana penampilanmu bisa seperti ini? Apa kau tinggal bersama keluarga kaya?" Arsya mencecar Arin dengan banyak pertanyaan.

"Ceritanya panjang, Sya. Penampilan yang kau lihat pada diriku ini hanyalah pura-pura. Agar si tua bangka itu percaya padaku." Arin menghela nafasnya, melemahkan bahunya seolah ada sesuatu yang mengganggu.

"Si tua?" Arsya menuntut jawaban.

"Kau tahu kan Damar Alamsyah?" tanggap Arin.

"Maksudmu ayahnya Eddy Alamsyah? Bukankah dia sudah meninggal?" tebak Arsya.

Arin mengangguk. "Semua orang mengira begitu. Tapi lelaki tua bejat itu memalsukan kematiannya agar bisa hidup lebih bebas. Apa kau tahu ada berapa banyak wanita simpanan yang dimilikinya di rumah?"

Arsya hanya diam. Ia hanya menunggu Arin meneruskan ceritanya.

"Ada puluhan, Sya. Termasuk aku. Di sana kami dijaga dengan ketat sekali. Sangat sulit mencari akses keluar. Kecuali..."

"Kecuali?" Arsya kian penasaran.

"Kecuali untuk wanita yang bersedia menjadi istri Damar Alamsyah," ungkap Arin.

"Tunggu dulu. Apa kau bisa keluar karena..." Arsya tak kuasa menyelesaikan kalimatnya. Namun Arin tampaknya mengerti, terbukti dari anggukan kepala yang dilakukan gadis itu.

"Aku sudah menikah dengan Tuan Damar," kata Arin.

Mata Arsya terbelalak karena merasa tak percaya. Dia bingung harus berkata apa.

"Lagi pula aku sudah tak punya harga diri di mata semua orang. Jadi untuk apa menjaganya?" imbuh Arin sembari tersenyum miring. Dia berubah menjadi wanita kuat lebih dari sebelumnya.

Arsya menatap Arin dengan perasaan iba dan juga rindu. Ia sangat merindukan gadis itu. Jujur saja, Arin adalah cinta pertama Arsya.

Entah apa yang merasuki Arsya, namun dia langsung memeluk Arin.

"Aku tahu, semuanya pasti terasa berat sekali. Maaf kalau aku tak pernah bisa membantu. Padahal aku sudah berusaha mencarimu," tutur Arsya.