dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 7. FLASHBACK ARTHUR - KIRANA
~~jangan lupa tinggalkan komentar dan dukungannya
Arthur menghempas keras pintu mobil itu dan melangkah cepat masuk kedalam rumah bak istana yang kedatangannya sudah di tunggu oleh para pelayan yang setia berdiri berbaris menunduk hormat kala tuan rumah berjalan melewati mereka.
Seperti biasa, Arthur hanya memandang rendah orang-orang berseragam yang tengah menundukkan kepala kepadanya.
Pria itu terus mengeluarkan umpatan demi umpatan dari bibirnya. Tangannya menyeka sudut bibirnya yang berdarah.
"Keparat rendahan! Bodyguard sialan," Pria itu menghempaskan vas bunga berharga belasan juta yang berada di atas nakas kamar nya.
Arthur mengambil sebatang rokok, membakar ujung nya dan menyesap nikotin itu menghembuskan asap nya keatas. Dia seperti mengingat sesuatu, netra nya menatap jarum jam yang bergerak menunjukkan pukul 2 dinihari, meskipun dia sedikit mabuk namun otaknya masih bisa mencerna sesuatu.
"Alejandro...kenapa aku merasa pernah mendengar nama itu, tapi dimana?" gumamnya sembari mengarahkan netranya melihat sebuah brangkas yang terletak di bawah lemari di sudut ruangan kamar.
Arthur menekan sandi brangkas tersebut. Angka-angka tersebut adalah tanggal dimana peristiwa tragis itu terjadi. Pria itu memang cukup gila karena membuat kenangan tentang kematian Kirana sebagai kode sandi brangkas miliknya.
Arthur mengambil sebuah flashdisk rekaman cctv kecelakaan itu dan membawanya ke ruangan kerjanya yang tak jauh dari kamarnya.
Arthur memandangi layar monitor di ruang kerjanya yang remang. Rekaman CCTV lama. malam ketika Kirana meninggal, diputar berulang-ulang. Tapi bukan untuk penyesalan. Ia memutar ulang adegan itu dengan perasaan tenang, bahkan puas.
"Dia pantas menerimanya," gumamnya lirih, seolah meyakinkan dirinya sendiri.
Flashback - 8 bulan yang Lalu
Kirana berdiri di ambang pintu rumah nya, wajahnya pucat dan penuh ketakutan. Arthur, dengan jas rapi dan senyum palsu, berdiri di seberangnya.
"Aku serius, Kirana. Kau tahu betapa berharganya kau buatku." kata Arthur, matanya tajam, obsesif.
"Arthur, kita tak pernah punya hubungan apapun. Aku cuma kerja di klub. Jangan paksakan sesuatu yang tidak pernah ada," ucap Kirana tegas, meskipun suaranya bergetar.
"Setelah semua yang kita lalui di malam itu?!" bentaknya, kini kehilangan kendali. "Kau tak bisa mempermalukan aku seperti ini!"
"Apa kau lupa, sudah berapa kali kita tidur bersama dan aku membayarmu untuk kesenangan itu?" Arthur kembali membuka aib tersebut. Kirana bahkan sudah menyesali perbuatannya saat itu, dia merasa sangat bersalah atas perbuatannya kepada alejandro yang tulus padanya, jika karena tidak terbujuk oleh rayuan Arthur dan pengaruh obat perangsang itu, dia juga sangat membutuhkan uang saat itu.
Wanita itu enggan menjawabnya dan memilih masuk kedalam rumah nya.
Kirana membanting pintu, dan di situlah kebencian Arthur benar-benar meledak. Ia merasa ditolak, dipermalukan. Baginya, Kirana adalah miliknya. Dan bila ia tak bisa memilikinya maka tidak ada seorang pun yang boleh memiliki wanita itu.
Arthur kembali mengingat pertemuan pertama nya dengan Kirana sambil menatap foto wanita itu diponsel nya.arthur tersenyum masam.
Klub malam itu penuh dengan gemerlap lampu, tawa palsu, dan dentuman musik yang mengguncang dada. Tapi bagi Arthur, malam itu adalah pelarian dari ocehan ayah tirinya yang selalu memperlakukan nya bak sampah dan pria itu juga ingin memulihkan tenaganya sejenak menikmati alkohol demi membebaskan rasa stress pekerjaan di kantor yang juga menumpuk.
Ia duduk di VIP lounge, ditemani dua gelas whiskey dan senyum palsu wanita-wanita bayaran yang bahkan tak ia hiraukan.
Lalu matanya melihat kearah Kirana.
Ia tidak seperti yang lain. Wajahnya tidak memaksa senyum. Gerakannya lembut, elegan tanpa dibuat-buat. Rambut hitam panjangnya terikat rapi, dan matanya... matanya jernih, belum ternoda dunia ini.
"Siapa dia?" bisik Arthur pada manajer klub.
"Anak Baru. Namanya Kirana. Kerjanya bersih, tidak neko-neko," jawab sang manajer. "Kalau mau ditemani, harus izin dulu. Dia bukan tipe yang bisa dibeli, Tuan."
Itu membuat Arthur semakin tertarik. Sesuatu yang tak bisa ia miliki dengan mudah dan itu membuatnya ingin memilikinya lebih.
Arthur menghampiri bar, berdiri di dekat Kirana yang tengah menuang minuman untuk pelanggan lain. Ia bersikap sopan, karismatik, dengan senyum terbaik yang biasa ia pakai saat kampanye atau menghadiri acara pertemuan ayah tirinya, adalrich wigantara. Sang presiden.
"Kau terlihat terlalu bersih untuk tempat kotor seperti ini." katanya, setengah bercanda.
Kirana menoleh, mengangkat alis. "Dan kau terdengar terlalu sombong untuk sekadar minum malam-malam,"
Arthur terdiam. Lalu tertawa. Itu adalah Pertama kalinya ada wanita yang tidak langsung tunduk atau tersipu malu. Ia tidak tahu atau tidak peduli dengan siapa dia berbicara.
Dan di situlah, Arthur jatuh cinta. Tapi berselubung obsesi.
"Aku akan membuatmu menjadi milikku," ucapnya dalam hati, sambil memandangi Kirana yang kembali sibuk melayani tamu lain. Ia tidak tahu bahwa malam itu, ia telah menandai gadis itu dan Kirana bahkan belum menyadarinya.
Sudah seminggu sejak pertemuan pertama. Arthur kembali ke klub malam itu, bukan untuk hiburan, tapi untuk mengawasi. Setiap malam, ia duduk di meja yang sama, memesan minuman yang sama, dan memperhatikan Kirana dari kejauhan.
Ia tidak langsung mendekat. Ia tahu, buru-buru hanya akan membuat gadis itu lari.
Sampai akhirnya malam itu datang. saat Kirana keluar dari pintu belakang klub, sendirian, menunggu ojek online yang tak kunjung datang karena Kirana merahasiakan pekerjaan nya dari alejandro dan pria yang berprofesi sebagai petarung jalanan itu hanya tahu bahwa sang kekasih bekerja di sebuah toko roti. Kirana selalu menunggu alejandro di pinggir jalan karena dia tidak ingin alejandro tahu yang sebenarnya.
Arthur muncul dari balik mobilnya, seolah kebetulan.
"Kirana?" suaranya dibuat ringan, ramah. "Kau nunggu kendaraan? Malam begini bahaya lho, banyak orang gila di luar sana."
Kirana tampak ragu. Ia ingat pria itu. Tapi juga tahu tempat ini penuh dengan pelanggan seperti dia. berdasi, kaya, dan terlalu sok tahu.
"Saya bisa tunggu sendiri, Pak," ucapnya sopan tapi dingin.
Arthur tersenyum. Tidak tersinggung. "Panggil saja Arthur. Aku cuma khawatir, itu saja. Lagipula, aku lewat arah yang sama. Anggap saja tumpangan dari kenalan, bukan pelanggan."
Ia membuka pintu mobilnya, menawarkan dengan penuh percaya diri. Kirana menatapnya sejenak, lalu dengan enggan masuk.
Arthur memainkan peran dengan sempurna. Tidak menyentuh, tidak merendahkan. Ia bertanya soal kuliah Kirana, keluarganya di rumah bahkan menawarkan bantuan untuk mencarikan pekerjaan yang lebih "pantas" daripada bekerja di klub.
"Gadis secerdas kau seharusnya ada di tempat yang lebih baik." katanya lembut.
Kirana, yang hidup berdua bersama Kinara, kembaran nya. Gadis itu enggan menceritakan bahwa dia memiliki kembaran pada orang asing seperti Arthur. Kirana hanya bercerita bahwa dia hidup sendirian dan terkadang berada dalam tekanan. Arthur mengamati setiap celah, setiap rasa lelah dan sepi yang Kirana sembunyikan. Dan di situlah ia menyusup.
Bukan dengan kekerasan. Tapi dengan empati palsu.
Setiap malam berikutnya, ia akan datang ke klub hanya untuk memastikan Kirana pulang dengan aman. Mengantar. Menawarkan makan malam. Tidak pernah menyentuh, hanya menunggu meskipun seringkali wanita itu menolaknya namun bukan Arthur namanya jika menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia incar.
Dan saat Kirana mulai berkata, "Terima kasih, Arthur. Kau baik sekali." itulah saat Arthur tahu, jebakannya mulai bekerja.
"Pelan-pelan, Kirana. Aku akan masuk ke duniamu. Sampai kau tak bisa keluar tanpa aku," batinnya dingin, tapi senyumnya tetap hangat.
\---
Arthur duduk di balkon apartemennya, memandangi kota yang berkilau di bawah. Di tangannya, ponselnya terbuka pada foto Kirana yang tersenyum polos di depan warung makan favoritnya. Foto itu bukan dari media sosial. Ia yang mengambilnya... diam-diam.
Ia menyebutnya cinta. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu ini lebih dari sekadar perasaan. Ini kebutuhan.
Kirana mulai lebih ramah padanya. Mereka sudah beberapa kali makan malam bersama. Tapi ada batas yang tidak bisa Arthur tembus batas yang dijaga Kirana dengan sopan, tapi tegas namun semua itu mulai goyah karena Arthur sangat licik dan membuat Kirana meminum segelas jus yang ternyata sudah dibubuhi obat perangsang.
Hingga akhirnya semua ketakutan itu mulai terjadi bahkan berulang. Arthur tidak memberi celah bagi Kirana untuk kabur atau menolaknya karena semua rekaman adegan dewasa itu tersimpan rapi dalam flashdisk milik Arthur.
Sampai Suatu malam, Arthur menunggu di luar klub dengan mobil mewahnya seperti biasa. Tapi Kirana keluar dan segera berlari menuju ke pinggir jalan yang agak jauh tepat di depan toko roti dan saat itulah arthur melihat Kirana bersama seorang pria. Tertawa. Tampak nyaman.
Darah Arthur mendidih. Ia tetap diam, menunggu. Tapi ternyata Kirana terus menghindarinya.
Arthur menahan tangan wanita itu dengan lancang dan kasar.
Dan saat itulah, Arthur melihat sesuatu di mata Kirana. Sebuah ketakutan. Bukan cinta.
"Kau takut padaku?" suaranya pelan, matanya tajam. "Kau pikir aku monster?"
Kirana menelan saliva. Diam. Dan Arthur tertawa, dingin dan penuh luka.
"Bagus. Karena aku bisa jadi monster, Kirana. Tapi hanya kalau kau terus menolak dan berusaha menghindariku."
Ia menyentuh dagunya, lembut tapi mengancam. "Kau belum tahu seberapa jauh aku bisa pergi hanya untuk memastikan kau tetap milikku!"
\---
Sudah berminggu-minggu Kirana mencoba bersikap baik, menjaga hubungan profesional dengan Arthur, walau pria itu terus mengaburkan batas. Tapi malam itu, semuanya berubah.
Arthur datang dengan buket bunga mahal dan kotak kecil di tangannya dan kalung berlian.
"Aku ingin kau memakainya malam ini, saat makan malam bersamaku," ucap Arthur lembut, tapi matanya memaksa.
Kirana mundur selangkah. Ia menatap hadiah itu, lalu menatap pria di depannya.
"Arthur, hentikan tindakan konyol mu ini!" Bentak Kirana muak.
Arthur membeku. "Kenapa?"
Kirana menarik napas panjang. Lalu, dengan tenang tapi jujur, ia mulai berkata lagi
"Aku menghargai semua kebaikanmu. Tapi aku tidak bisa menerima apapun darimu dan semua yang telah terjadi antara kita, tolong hapus semua nya dan aku mohon hapus semua rekaman menjijikan itu. kau lebih pantas mendapatkan wanita yang setara dengan mu. Aku tidak mencintaimu, Arthur." Jawab Kirana jujur.
Arthur menatapnya lekat. Seakan menunggu Kirana menambahkan kalimat "Tapi aku bisa belajar mencintaimu." Tapi mustahil, kalimat itu tak pernah keluar.
"Aku sudah punya seseorang, Arthur. Namanya Alejandro."
Kirana tersenyum saat menyebut nama itu senyum tulus, penuh cinta. "Dia bukan orang kaya. Tapi dia satu-satunya yang membuat aku merasa hidup. Aman."
Flashback off
Seakan langit runtuh. Nama itu, Alejandro. Tiba-tiba semua kilas balik menghantam kepala Arthur. Pria yang pernah ia lihat bersama Kirana diam-diam. Pria yang kini muncul di sekitar lingkungan keluarga nya. Dan yang lebih parah lagi pria yang membuat Kirana tersenyum seperti itu telah menjadi orang kepercayaan ayah tirinya.
"Keparat rendahan itu, aku akan segera menghabisi nya." Pria itu tertawa kecil lalu sedetik kemudian menghempaskan layar monitor itu hingga jatuh ke lantai dan retak.