NovelToon NovelToon
CINTA DATANG BERSAMA SALJU PERTAMA

CINTA DATANG BERSAMA SALJU PERTAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Karir / One Night Stand / Duniahiburan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: chrisytells

Di Shannonbridge, satu-satunya hal yang tidak bisa direncanakan adalah jatuh cinta.
​Elara O'Connell membangun hidupnya dengan ketelitian seorang perencana kota. Baginya, perasaan hanyalah sebuah variabel yang harus selalu berada di bawah kendali. Namun, Shannonbridge bukan sekadar desa yang indah; desa ini adalah ujian bagi tembok pertahanan yang ia bangun.
​Di balik uap kopi dan aroma kayu bakar, ada Fionn Gallagher. Pria itu adalah lawan dari semua logika Elara. Fionn menawarkan kehangatan yang tidak bisa dibeli dengan kesuksesan di London. Kini, di tengah putihnya salju Irlandia, Elara terperangkap di antara dua pilihan.
​Apakah ia akan mengejar masa depan gemilang yang sudah direncanakan, atau berani berhenti berlari demi pria yang mengajarkannya bahwa kekacauan terkadang adalah tempat ia menemukan rumah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chrisytells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13 : Rencana Licik Cillian

Sore itu, setelah hari yang dihabiskan untuk merawat Agnes si domba, Elara dan Fionn duduk di tepi Sungai Shannon yang kini tidak terlalu beku, menikmati keheningan. Elara merasa jauh lebih baik; lumpur dan tugas yang nyata telah mengobati jiwanya.

“Aku sudah mengirimkan laporan analisis terakhirku ke Dublin. Aku akan mengambil cuti resmi yang sangat panjang. Aku butuh Rencana B ini, Fionn,” kata Elara, bersandar pada Fionn. Dia masih mengenakan pakaian berlumpur.

Fionn mengelus rambutnya. “Aku senang kau tetap di sini. Shannonbridge membutuhkan perencana yang tahu cara memijat domba.”

“Aku tahu kau menghindari topik ini, tapi… kenapa kau tidak pernah kembali ke Dublin? Kau sangat cerdas, Fionn. Aku yakin kau bisa menjalankan bisnis apa pun di sana. Kenapa hanya The Crooked Spoon?” tanya Elara, perlahan.

Fionn tersentak, tatapannya membeku. Ini adalah topik yang selalu ia hindari, bahkan dengan Moira, ibunya.

“Ini adalah ‘Masa Lalu’ yang sangat tidak terukur, Elara,” Fionn berbisik.

“Aku tidak memintamu menganalisisnya, Fionn. Aku hanya memintamu membaginya,” Elara memegang tangannya.

Fionn menghela napas panjang. “Seperti yang pernah ku ceritakan sebelumnya. Aku pernah mencoba. Aku pernah di Dublin. Aku kuliah di sana, dan aku mencoba membuka kedai kopi yang berbeda. Bukan tentang untung atau rugi, Elara, itu tentang tujuan.”

​Elara mendengarkan dengan penuh perhatian.

​“Aku ingin kedai kopi yang hangat, tempat orang-orang bisa benar-benar hidup. Tapi Dublin… itu adalah kota yang dirancang untuk efisiensi, bukan koneksi. Semua orang berjalan dengan mata terpaku pada smartphone. Mereka membeli kopi untuk status, sebagai checklist dalam hari yang terburu-buru.”

​Fionn menelan ludah. “Aku bekerja sangat keras, Elara. Aku menyajikan kopi dengan hati, mengingat nama mereka, mencoba membuat lelucon. Tapi mereka tidak melihatku. Mereka tidak melihat kedai itu. Mereka hanya melihat transaksi. Aku menjadi semacam robot yang melayani robot lain, seperti yang kubilang padamu. Aku menyadari, aku hanya menjadi bagian dari Gantt Chart besar yang dijalankan kota.”

​“Lalu?” tanya Elara, suaranya lembut.

​“Lalu aku mulai merasa kosong. Usaha itu sebenarnya sukses secara finansial, aku menjualnya dengan keuntungan. Tapi aku menyadari bahwa aku sedang menghancurkan diriku secara emosional. Aku merasa seperti sebuah mesin. Aku hanya bekerja. Aku takut pada struktur yang begitu kaku, yang mengharuskanmu mengorbankan jiwamu demi sebuah progress.”

​Fionn menatap Elara dengan mata terluka. “Aku kembali ke sini, tempat aku tahu orang akan benar-benar melihatku. Aku takut. Takut bahwa setiap kali aku mencoba membangun sesuatu yang 'serius' seperti yang kau lakukan, aku akan kehilangan jiwaku lagi. Aku takut chaos dalam diriku akan merusakmu, Elara, karena aku adalah pria yang lari dari keseriusan yang mematikan.”

​Elara menarik Fionn ke dalam pelukan. “Fionn, itu bukan kegagalan. Itu adalah keputusan yang sangat berani. Kau tidak melarikan diri, kau memilih untuk hidup. Dan aku akui tak semua orang memiliki keberanian seperti yang kau lakukan... Fionn, chaos dalam dirimu tidak merusak. Itu adalah hati yang kau lindungi. Kau adalah pria yang meninggalkan kesuksesan finansial demi kehangatan yang jujur.”

​“Kau membuatku ingin mencoba lagi. Aku ingin membangun sesuatu yang besar, tetapi di sini. Dengan fondasi yang tidak akan menghancurkan jiwa,” bisik Fionn.

​“Aku akan membuat Gantt Chart untuk Fondasi Jiwa-mu. Kali ini, fondasinya akan kuat dan penuh dengan scone,” Elara tersenyum, menyandarkan diri di bahunya.

...****************...

Singkat waktu, malam harinya, seluruh desa Shannonbridge berkumpul di balai desa tua untuk Pesta Malam Natal. Ruangan itu dihiasi oleh berbagai pohon natal, lampu-lampu, dan berbagai ornamen natal seperti gingerbread, nutcracker, santa claus dan masih banyak lainnya. Suasana terasa riang dan hangat.

Fionn mengenakan sweter Christmas yang sedikit lebih kalem (hanya satu rusa kutub), dan Elara mengenakan gaun wol hijau yang ia beli di Dublin—elegan namun hangat. Dia tampak bersinar, bersih dari lumpur kandang, tetapi penuh dengan kehangatan perdesaan.

“Ini adalah integrasi sosial level tertinggi, Elara. Jangan mencoba merencanakan tawa yang akan kau keluarkan,” Fionn menggoda, saat mereka masuk.

Pesta itu meriah. Musik folk diputar, semua orang menari, dan Moira tersenyum bangga melihat Fionn begitu dekat dengan Elara. Mereka berbicara dengan Seamus (yang masih menyimpan hadiah kuis), Bibi O’Malley (yang membawa scone tak terbatas), dan berbagai petani lokal.

Fionn membawa dua cangkir punch Natal—minuman cider hangat yang dicampur rempah-rempah dan sedikit alkohol.

“Ini tidak ada di jadwal, Elara. Tapi ini adalah KPI kegembiraan wajib,” Fionn menyerahkan cangkir itu.

Mereka tertawa dan berbicara. Elara merasa bahagia, diterima, dan aman. Dia adalah bagian dari chaos ini.

Namun, di sudut gelap, tanpa mereka ketahui mata seseorang tengah mengawasi setiap pergerakan mereka.

Cillian... ia merasa tidak bisa menerima penghinaan oleh pemuda yang statusnya ia anggap lebih rendah dibandingkan dirinya. Harga dirinya hancur. Dia melihat Fionn yang santai dan Elara yang tertawa, dan kebencian membara di hatinya.

Saat Fionn dan Elara menari dengan sekelompok anak kecil (Elara sangat canggung, yang membuat Fionn tertawa terbahak-bahak), Fionn meletakkan cangkirnya di meja sudut untuk meraih Elara lebih erat.

Saat itulah Cillian bergerak.

Cillian mendekati meja dengan gerakan cepat, menjatuhkan beberapa tetes cairan kental ke dalam cangkir punch Elara. Cairan itu larut dengan cepat di antara rempah-rempah yang kuat. Cillian tersenyum dingin, kemudian menghilang kembali ke kerumunan.

Beberapa menit kemudian, Fionn dan Elara kembali ke meja, tertawa. Elara meraih cangkirnya dan meneguknya hingga setengah habis.

“Kau harus mencoba ini, Fionn! Rasa rempahnya sangat kuat!” Elara tertawa, tetapi tawa itu terasa sedikit terlalu keras.

Fionn meraih cangkirnya. “Aku akan segera kembali, Elara. Aku perlu ke kamar mandi. Terlalu banyak punch Natal.”

“Cepat kembali. Aku tidak mau menghadapi Bibi O’Malley sendirian,” canda Elara.

Saat Fionn pergi, Elara meminum sisa punch-nya. Tiba-tiba, ia merasakan kehangatan yang aneh. Bukan kehangatan dari cider atau alkohol, tetapi panas yang membakar dari dalam.

Dia merasa kulitnya memerah, detak jantungnya meningkat secara abnormal, dan pikirannya mulai kabur. Dia mencoba fokus, tetapi ruangan itu terasa berputar.

Apa yang terjadi? Ini bukan hanya alkohol. Ini... ini adalah sesuatu yang salah.

Elara mencoba berdiri tegak. Dia merasa dorongan aneh, sesuatu yang tidak logis dan primitif, menguasai pikirannya. Dia mulai merasa sangat terangsang, sebuah sensasi yang asing dan menakutkan.

Saat ia mencoba mencari Fionn, Cillian, yang telah memantau dari jauh, mendekatinya. Wajahnya kini tanpa senyum.

“Elara. Kau terlihat agak kepanasan. Biarkan aku membantumu,” kata Cillian, suaranya licik dan meremehkan.

Elara mencoba menatapnya dengan tajam, tetapi matanya terasa berat. Dia tahu ini salah. Dia tahu pria ini berbahaya.

“Pergi, Cillian. Aku tidak mau… Aku baik-baik saja,” Elara tergagap, tetapi suaranya lemah.

“Tidak, kau tidak baik-baik saja. Aku bisa melihatnya. Itu adalah chaos yang akhirnya keluar darimu. Kau tidak perlu merencanakan ini, Elara. Aku bisa membawamu ke suatu tempat yang tenang,” Cillian meraih lengannya.

Elara melawan sekuat tenaga. Meskipun kesadarannya terpengaruh obat, naluri Planner dan pertahanan dirinya berteriak.

“LEPASKAN AKU! JANGAN SENTUH AKU!” teriak Elara, tetapi suara itu tenggelam oleh musik pesta.

Cillian terkejut oleh kekuatan perlawanannya. Dia tidak menyangka Elara, si wanita kota, akan melawan sekuat ini.

“Diam! Jangan mempersulit dirimu, nona!” Cillian membentaknya.

Cillian menyeret Elara menjauh dari balai desa, ke gudang penyimpanan tua yang gelap dan terpencil di belakang.

Di dalam gudang yang dingin, Cillian mendorong Elara ke lantai tumpukan jerami. Elara tahu apa yang terjadi. Pelecehan. Trauma yang diperparah.

Elara merangkak mundur. “Tolong… jangan. Aku tidak mau.”

“Kau mau, Elara!! Kau hanya perlu berhenti melawan!” Cillian maju, amarahnya meluap karena penolakan terus-menerus.

Saat Elara mencoba menamparnya, Cillian dengan kejam menamparnya kembali, kekuatan tamparannya membuat kepala Elara membentur dinding kayu.

“Aku bilang diam!”

Tubuh Elara kini terasa panas, terbakar oleh efek obat. Dia melawan, menendang, dan mencakar dengan sisa-sisa kekuatannya, tetapi tubuhnya dikhianati oleh obat perangsang yang mematikan kesadarannya.

Cillian membanting Elara ke jerami, bersiap untuk menodai wanita itu. Elara pasrah, matanya terpejam, air mata mengalir. Dia telah kehilangan kendali total. Rencana A dan Rencana B—semuanya gagal.

...****************...

Sementara di Balai Desa, Fionn kembali dari kamar mandi. Dia melihat cangkir Elara kosong, dan dia tidak melihat Elara. Perasaan panik yang dingin dan rasional segera menyerangnya.

Dia tidak bertanya. Dia hanya mengikuti nalurinya.

Fionn bergegas keluar, mencari Cillian. Dia ingat kebencian di mata Cillian. Dia ingat betapa Cillian tidak bisa menerima penolakan.

Fionn mencari ke segala arah, lalu melihat pintu gudang penyimpanan terbuka sedikit.

Dia segera berlari ke sana.

Saat Fionn membuka pintu, pemandangan itu menghancurkannya. Cillian di atas Elara, Elara yang setengah sadar, matanya dipenuhi ketakutan dan perlawanan, pakaiannya sudah robek di beberapa bagian.

Fionn melihat bekas tamparan merah di pipi Elara.

Semua trauma masa lalu Fionn, semua ketakutan tentang kegagalan dan chaos—semuanya meledak menjadi amarah yang murni. Ini adalah fondasi terakhir yang diserang.

“CILLIAN!!! MENJAUHLAH DARINYA BAJINGAN!!!!"

Fionn melompat ke arah Cillian. Dia tidak lagi menghajar. Dia menyerang dengan brutalitas yang didorong oleh cinta dan amarah.

Fionn mencekik Cillian, menariknya dari Elara. Fionn menghantamkan kepala Cillian ke dinding gudang berulang kali, tinjunya tak henti-hentinya mendarat di wajah Cillian.

​“Minggir, idiot! Ini bukan urusanmu!” Cillian meludah wajah Fionn dan berusaha melepaskan diri.

​“Kau… Apa maksudmu sebenarnya, Cillian! Apa yang kau lakukan padanya!!!” Fionn meraung kembali, suaranya tercekat. Ia meraih kaki Cillian dan menariknya hingga Cillian jatuh tersungkur lagi di lantai gudang yang berdebu.

​DUGH! DUGH!

​Fionn menghantamkan kepala Cillian ke tumpukan karung gandum, lalu meraihnya dan membenturkannya ke dinding kayu gudang. Gerakannya brutal, didorong oleh kebencian melihat apa yang telah Cillian lakukan.

"BANG*AT!!! KAU BAJINGAN KOTOR! AKU SUDAH MEMPERINGATKANMU SEBELUMNYA!!!"

Raung Fionn, tinjunya mendarat tanpa henti di wajah dan sisi tubuh Cillian, setiap pukulan mengandung semua kesakitannya.

​Cillian berhasil membebaskan salah satu tangannya, meraih sebilah kayu patah yang tajam dari lantai dan mengayunkannya membabi buta ke arah Fionn.

​SRETT!

​Kayu itu menyayat lengan bawah Fionn. Rasa perih yang tajam muncul, tetapi Fionn tidak menggubrisnya. Rasa sakit fisik itu tidak sebanding dengan amarah yang mendidih di hatinya. Darah mulai menetes dari luka Fionn, tetapi ia hanya semakin mengamuk.

​Fionn menggunakan satu tangan yang bebas untuk menahan pergelangan tangan Cillian yang memegang kayu, tangan satunya mencekik leher Cillian, menekannya ke dinding kayu yang berderak.

​“Kau… akan… mati… Cillian!” desis Fionn, wajahnya berlumuran keringat, matanya membara ke kegelapan.

“DASAR BAJINGAN KOTOR! KAU MENYENTUHNYA LAGI! KAU MERUSAKNYA!” raung Fionn.

Pertarungan brutal itu menarik perhatian. Terdengar oleh salah satu penduduk desa yang kebetulan melewati gudang penyimpanan. Kini, orang-orang desa berlarian ke gudang itu. Saat pintu gudang terbuka, mereka melihat sendiri bagaimana Fionn dengan emosi membara menyerang Cillian, hingga tak menemukan celah untuk menyerang balik. Seamus, Moira, Bibi O’Malley dan beberapa petani berusaha menarik Fionn menjauh dari Cillian yang kini tidak sadarkan diri, dipenuhi darah.

Fionn menunjuk Cillian, napasnya memburu. “DIA MERACUNINYA! CILLIAN TELAH MEMASUKKAN OBAT KE DALAM MINUMAN ELARA! DIA... DIA INGIN MELECEHKAN ELARA!!!”

Teriakan Fionn didengar. Wajah-wajah penduduk desa berubah dari terkejut menjadi amarah yang dingin. Mereka tahu Elara adalah tamu mereka, dilindungi oleh Fionn. Pelecehan seperti itu tidak dapat ditoleransi.

Warga desa Shannonbridge, tanpa perlu diatur, segera mengangkat Cillian yang babak belur, membawanya pergi untuk 'diadili' secara lokal dan tegas.

Namun, untuk saat ini Fionn tidak peduli pada Cillian. Dia segera berlutut di samping Elara. Diikuti oleh Moira.

“Elara! Sayang! Lihat aku!” Fionn mengangkat tubuhnya dengan lembut.

Elara melihat Fionn, tetapi matanya kabur. Dia gemetar, bukan karena dingin, tetapi karena efek obat.

"Fionn, Elara terluka... cepat bawa dia pulang," ucap Moira yang ikut mengkhawatirkan kondisi Elara.

“Fionn… aku… aku panas. Itu… itu salah. Dia… dia memasukkan sesuatu,” Elara tergagap, tubuhnya terasa mendidih.

“Aku tahu, Sayang. Aku tahu. Kita pulang. Sekarang.”

Fionn menggendong Elara di lengannya, membawanya keluar dari gudang yang gelap, melewati kerumunan yang terkejut, kembali ke pondoknya.

Di pondok, Fionn membaringkan Elara di sofa. Dia ingin memberinya air dingin.

"Kalian tunggu disini, aku akan memanggil dokter. Lenganmu juga terluka Fionn," Moira kemudian pergi tanpa menunggu jawaban.

“Fionn... panas! Aku butuh… air dingin,” Elara memohon, suaranya serak.

Fionn membawakannya air. Namun obat itu terlalu kuat. Elara mulai meronta-ronta.

Elara meraih Fionn. Matanya yang biasanya logis dan terkendali kini dipenuhi gairah yang menyakitkan.

“Fionn… tolong. Aku terbakar. Aku butuh… aku butuh kau. Tolong, Fionn. Ambil rasa sakit ini dariku. Aku butuh… dirimu.”

Elara, didorong oleh obat perangsang, mulai tak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Dia mencoba mencium Fionn, menarik sweternya lebih dekat.

Fionn panik. Dia melihat Elara yang tidak sadar. Dia melihat trauma.

“Elara, tidak. Ini bukan dirimu. Ini obat itu. Aku tidak akan melakukan ini padamu. Aku menghormatimu. Aku menghargaimu sebagai wanita," Fionn mencoba menjauh, meskipun tubuhnya sendiri bereaksi terhadap sentuhan Elara yang memohon.

“Tidak, Fionn! Aku… aku tidak peduli dengan obatnya! Aku butuh ini! Sentuhanmu... tolong! Aku mohon!” Elara menangis, memohon dengan putus asa.

Elara meraih wajah Fionn, memaksanya menatapnya. Dia melihat rasa sakit, keinginan, dan keputusasaan di mata Elara. Obat itu menyiksanya. Dia harus membersihkan racun ini, tetapi dengan cara yang penuh cinta.

Fionn tahu dia tidak bisa membiarkan Elara tersiksa seperti ini. Dia tidak akan membiarkan trauma dan obat menguasai Elara. Dia harus menguasainya dengan cinta.

“Elara. Dengar. Aku tidak akan pernah menyakitimu. Aku akan melakukan ini… tapi ini adalah pemulihan kita berdua. Aku mencintaimu, dan aku akan melindungimu. Apakah kau yakin? Ini adalah keputusanmu," Fionn berbisik, memegang wajah Elara.

Elara mengangguk putus asa. “Aku... aku juga cintamu, Fionn. Aku butuh kau,”

Perlahan, tapi pasti. Dengan penuh perasaan Fionn mencium Elara, tetapi ciuman itu lembut, hati-hati, dan dipenuhi rasa hormat. Dia memperlakukan Elara dengan hati-hati, membersihkan trauma dari setiap sentuhan. Dia tidak gegabah. Dia memastikan setiap sentuhan mereka adalah koneksi emosional, bukan gairah yang dipaksakan.

Di malam yang dingin itu, Fionn dan Elara menyerahkan diri satu sama lain, melepaskan gairah yang dipicu oleh obat, mengubahnya menjadi keintiman yang tulus dan mengobati. Malam itu, Fionn tidak hanya menyelamatkan Elara dari bahaya fisik, tetapi juga menyelamatkannya dari rasa sakit emosional, membuktikan bahwa Rencana B adalah yang paling aman dan paling dibutuhkan.

1
d_midah
ceilah bergantung gak tuh🤭🤭☺️
d_midah: kaya yang lebih ke 'sedikit demi sedikit saling mengenal, tanpa terasa gitu' 🤭🤭
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!