NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:492
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Sumur Tua yang Selalu Tertutup

Ia menatap foto Nyi Laras di ponsel itu, dan ia tahu, malam ini ia harus melanggar larangan kakaknya untuk keluar dan melihat apa yang disembunyikan di balik sumur tua itu.

Tekad Kirana mengalahkan rasa takut dan nyeri di pipinya. Ia harus bergerak. Jika ia menunggu sampai pagi, Nyi Laras mungkin akan memaksanya minum jamu beracun itu lagi, atau lebih buruk, mereka akan mengambil bayinya saat ia tidur.

Ia mencoba kunci emas yang macet di pintu lagi, tetapi tetap gagal. Kunci itu seolah disihir untuk tidak bisa berputar.

Kirana lalu teringat pada jejak kaki basah yang ia lihat di langit-langit, dan bisikan dari dinding. Kamar ini menyimpan rahasia cara masuk dan keluarnya sendiri. Ia melihat ke atas, ke plafon kayu tua yang gelap.

Ia menyeret kursi kayu berat dari sudut kamar dengan susah payah. Kakinya bergetar karena kehamilan dan rasa sakit. Ia menaiki kursi itu. Tangannya merayap, menyentuh permukaan plafon.

Di sana, ia menemukan celah kecil di antara papan kayu plafon, persis di atas tempat tidur. Celah itu sedikit lebih lebar daripada yang lain. Ia mendorong papan itu dengan ujung jarinya. Papan itu bergeser pelan, mengeluarkan bunyi decit.

Ia mengintip ke ruang loteng yang gelap dan berdebu di atasnya. Tidak ada apa-apa, hanya kegelapan yang pekat. Tetapi, saat ia mencium udara dari celah itu, bau anyir yang kuat bau tanah, darah, dan melati menyeruak, jauh lebih kuat daripada yang ia cium di koridor.

Kirana turun, wajahnya pucat. Itu jelas bukan tempat yang aman untuk keluar.

Ia kembali menatap pintu. Jika Dimas mengunci dari luar, pasti ada cara membuka kunci dari luar. Ia mengambil sebuah jepit rambut tebal dari tasnya, mencoba memasukkannya ke lubang kunci dan mengungkit mekanisme di dalamnya.

Ia melakukannya dengan hati-hati dan penuh ketegangan. Setelah beberapa kali mencoba, terdengar bunyi klik yang halus. Kunci telah terbuka!

Kirana tidak membuang waktu. Ia menarik kunci emas yang macet tadi, membuka kunci manual, dan mendorong pintu kamar sedikit. Ia mengintip ke koridor.

Rumah itu sunyi. Hanya suara detik jam kuno di pendopo yang memecah keheningan. Bau melati dan bau tanah yang lembap sangat kental di udara.

Kirana mengendap endap keluar, menutup pintu perlahan. Ia bergerak seperti bayangan, berpegangan pada dinding untuk menopang perutnya yang berat. Ia harus menuju ke halaman belakang, ke sumur tua.

Koridor utama menuju pendopo gelap gulita. Hanya ada beberapa lampu minyak yang dinyalakan di dinding, mengeluarkan cahaya remang remang berwarna jingga yang menambah kesan horor.

Saat ia melewati ruang tengah, ia melihat Dimas. Dimas tertidur di atas kursi kayu besar, tubuhnya terkulai kaku, di depannya terdapat sebotol minuman keras lokal yang setengah kosong. Di pangkuannya, ponselnya tergeletak dengan layar menyala.

Kirana mengambil kesempatan itu. Ia melompati Dimas, berjalan ke dapur yang gelap, dan membuka pintu belakang menuju halaman.

Halaman belakang itu luas dan terbuka. Bulan sabit bersinar di atas rumah, memberikan cukup cahaya untuk Kirana berjalan.

Ia menuju ke sudut di mana ia melihat tumpukan melati dan sumur tua.

Sumur itu tertutup rapat oleh papan kayu yang tebal dan berat, diikat dengan rantai besi berkarat. Di sekeliling sumur, tumpukan bunga melati segar itu kini tampak menghitam di bawah embun malam.

Kirana berjongkok di dekat tumpukan melati itu, terkejut melihat betapa banyaknya bunga yang dikumpulkan. Ia menyentuh salah satu tumpukan. Bunga itu dingin, tetapi di bawahnya, ia merasakan kelembapan yang tidak wajar.

Ia menyentuh tumpukan melati yang lain, dan tangannya tiba tiba menyentuh sesuatu yang keras dan licin di antara bunga bunga.

Ia menariknya keluar. Itu adalah sehelai kain batik, berlumuran cairan merah gelap, yang masih terasa hangat. Darah!

Ia berdiri tegak, membiarkan rasa takutnya berubah menjadi adrenalin. Ritual Gendong Waris ini nyata, dan baru saja dilakukan.

Tiba tiba, ia mendengar derit pintu terbuka dari arah rumah utama.

"Siapa di sana? Siapa yang berani mengganggu di luar jam ini?" Suara Nyi Laras terdengar dingin dan tajam dari ambang pintu belakang.

Kirana membeku. Ia terlambat. Nyi Laras sudah tahu ia keluar. Kirana mencari tempat persembunyian, dan satu satunya tempat yang bisa menyembunyikannya adalah di balik sumur tua itu.

Ia berjongkok di balik sumur yang tertutup rantai, jantungnya berdebar keras. Ia mendengar langkah kaki Nyi Laras, yang kini diseret pelan di atas tanah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!