NovelToon NovelToon
Harem Sang Putri

Harem Sang Putri

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa / Cinta Istana/Kuno / Satu wanita banyak pria
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: miaomiao26

Seharusnya, dengan seorang Kakak Kaisar sebagai pendukung dan empat suami yang melayani, Chunhua menjadi pemenang dalam hidup. Namun, kenyataannya berbanding terbalik.

Tubuh barunya ini telah dirusak oleh racun sejak bertahun-tahun lalu dan telah ditakdirkan mati di bawah pedang salah satu suaminya, An Changyi.

Mati lagi?

Tidak, terima kasih!

Dia sudah pernah mati dua kali dan tidak ingin mati lagi!
Tapi, oh!

Kenapa An Changyi ini memiliki penampilan yang sama dengan orang yang membunuhnya di kehidupan lalu?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miaomiao26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Nan Hua Ting

Paviliun Nan Hua Ting malam itu terbungkus keindahan yang menipu. Dari luar, cahaya lampion merah berjajar rapi, memantulkan kilau di permukaan sungai yang mengalir tenang di samping bangunan.

Aroma bunga bercampur dengan bau arak manis, membuat udara terasa hangat meski angin malam berhembus lembut.

Suara qin dan pipa bambu terdengar samar dari lantai bawah, mengalun seperti nada yang merayu. Menipu setiap jiwa yang lengah, menyingkap semua rahasia.

Di ruang pribadi di lantai dua, Murong Chunhua duduk dengan anggun di kursi bersandaran tinggi.

Tirai sutra tipis berwarna ungu digantung di sekeliling ruangan, menambah kesan misterius.

Cawan giok berisi arak manis berputar pelan di antara jarinya dan bibirnya yang tipis terangkat membentuk senyum geli.

Bayangan sebuah percakapan masih menari-nari dalam ingatannya.

“Ah, jadi ini adalah tuan muda An.” Chunhua menatap pemuda di depannya, senyum rubah tersungging di wajahnya. “Sungguh kebetulan. Calon suamiku juga bermarga An. Tidak tahu apakah tuan muda mengenalnya?”

An Changyi membalas tatapannya dengan lembut, matanya seperti permukaan danau yang tenang, tetapi di baliknya tersembunyi kedalaman tak terukur. “Tidak tahu keluarga An mana yang Yang Mulia maksud?”

Chunhua masih tersenyum, kali ini lebih lebar, seolah sedang bermain-main dengan jarum beracun. “Putra kedua Jenderal An… An Changyi.”

Ia mengeja namanya dengan pelan, penuh penekanan, seakan ingin mengiris keheningan dengan bilah tak kasatmata.

Senyum Chunhua semakin lebar ketika kenangan itu sirna. Ia menoleh pada pelayannya, Su Yin, yang berdiri setia di sampingnya.

“Su Yin,” panggilnya ringan, “apakah kau melihat bagaimana raut bocah An itu saat putri ini mengatakan akan mengunjungi Nan Hua Ting?”

Su Yin menunduk hormat, wajahnya tidak menunjukkan emosi, tapi nadanya mengandung ironi. “Seperti menelan lalat, Yang Mulia.”

Chunhua terkekeh, suara tawanya terdengar lembut, tetapi dingin. “Ya. Lalat busuk yang tidak bisa dia muntahkan lagi.”

Sejenak tawa itu memenuhi ruangan, memantul di antara tirai ungu, sebelum akhirnya mereda.

Mata Chunhua yang indah, tetapi berbahaya beralih ke arah jendela besar. “Di mana Hua Lan?” tanyanya lembut, seperti memanggil seorang kekasih.

Su Yin melirik ke bawah, ke keramaian lantai pertama. “Masih membereskan beberapa hal,” jawabnya.

Chunhua mengikuti arah pandangan Su Yin.

Dari celah jendela, ia melihat seorang pria mabuk berusaha menarik seorang pelacur, sementara seorang pria berpenampilan anggun berdiri di depan gadis itu, melindunginya dengan tubuhnya.

Keributan kecil mulai menarik perhatian orang sekitar.

Alis Chunhua sedikit terangkat, bibirnya membentuk lengkungan tipis. “Bukankah itu… kakak kekaisaranku? Pangeran Ning?”

Ia menyandarkan dagunya di punggung tangan, matanya memandang dengan ketertarikan yang lebih mirip predator melihat mangsa. Ia tidak berniat turun tangan. Baginya, menyaksikan tontonan ini jauh lebih menghibur daripada ikut campur.

Tak lama kemudian, seorang wanita berwajah cantik masuk dengan langkah mantap—Putri Ning, istri sah pangeran. Di belakangnya, ada dua orang pengawal berbadan tegap.

Dengan wajah tegang bercampur marah, ia menarik lengan suaminya, kemudian memerintahkan dua pengawal menyeretnya keluar. Pangeran Ning masih meracau, tetapi istrinya tidak peduli. Keributan pun mereda dengan cepat.

Chunhua hanya tersenyum samar. “Menarik…” bisiknya lirih.

Ketika keributan itu benar-benar usai, pintu ruang pribadinya diketuk. Hua Lan, pelacur nomor satu, merangkap bos Nan Hua Ting masuk dengan langkah hati-hati.

Tubuhnya ramping, mengenakan pakaian merah mencolok dan selendang sutra berwarna senada. Rambutnya disanggul indah dengan jepit rambut emas dan perak.

“Hamba meminta maaf karena membuat Yang Mulia menunggu lama.”

Chunhua melambaikan tangan dengan anggun. “Tidak masalah. Kakakku itu memang selalu merepotkan, silahkan duduk.”

Mereka berdua tahu bahwa kata-kata itu hanyalah basa-basi, tetapi Hua Lan tetap menanggapi dengan sopan. “Terima kasih, Yang Mulia," jawabnya, "Yang Mulia datang malam ini, apakah Yang Mulia memiliki perintah?”

Tatapan Chunhua berubah dingin. “Benar. Aku ingin kau mengawasi Kementerian Perang. Cari kesempatan untuk memeriksa catatan korespondensi Chen Jingshan dengan Ibu Suri.”

Nama kementerian itu terucap dengan tajam.

Kementerian Perang adalah salah satu kementerian paling vital di Da Liang, menguasai logistik militer dan alokasi dana pasukan.

Ayah Jing Zimo dulu adalah pejabat tinggi di Kementerian Pendapatan, yang mengatur urusan keuangan negara.

Hubungan antar dua kementerian itu sangat erat, dan kejatuhan keluarga Jing juga berhubungan dengan permainan kotor antara keduanya.

Hua Lan mengangguk mantap. “Baik. Saya akan mengirim orang untuk memeriksanya.”

Chunhua menyesap arak di cangkirnya. "Pastikan kalian memeriksa cermin Nyonya Chen."

Tatapan Hua Lan menajam, dia menyadari implikasi peringatan Sang Putri. "Kami tidak akan melewatkan apapun."

"En."

"Apakah Yang Mulia memiliki perintah lain?" tanya Hua Lan.

"Untuk sementara hanya itu," jawabnya sembari bersandar, tampak lebih santai. “Putri ini akan menginap malam ini. Seperti biasa, aku harus merepotkanmu untuk untuk memanggil Hua Zhen.”

Hua Lan tersenyum tipis dan berdiri. “Saya mengerti, saya akan mengatur Hua Zhen untuk bersiap," jawabnya, kemudian memberi hormat dan pergi.

“Ya," balasnya, "Su Yin, kamu tidak perlu melayani.” Chunhua mengangkat cawan araknya, menyesap sedikit.

"Ya, Yang Mulia," jawab Su Yin, kemudian keluar ruangan.

Chunhua memandang ke luar jendela, ke arah bulan yang setengah tertutup awan. Senyumnya samar, dingin, tetapi penuh perhitungan.

Dia meneguk sedikit arak. Bulan di luar jendela tertutup awan tipis, menebarkan cahaya pucat yang membuat ruang terasa lengang. Senyumnya samar, tetapi penuh arti.

Tak lama kemudian, pintu berderit pelan. Seorang pria tinggi masuk dengan guqin dipelukannya.

Wajahnya tampan, sorot matanya tenang. Dialah pria yang pernah mencoba menghentikan Pangeran Ning.

Adik angkat Hua Lan.

"Hua Zhen memberi hormat pada Putri Agung," sapanya.

"En, kamu bisa mulai." Chunhua mengangguk sekali, kemudian menyesap anggurnya lagi.

"Yang... Mulia," Hua Zhen berkata ragu.

Alis Chunhua terangkat tipis. “Jika kau ingin bertanya, tanyakan saja. Putri ini tidak suka bertele-tele.”

Hua Zhen menarik napas pelan. "Aku mendengar gosip tentang Yang Mulia dan… Feng Jun," katanya, "karena saya mengenalnya, saya merasa sedikit khawatir."

Sejenak ruangan itu diliputi keheningan.

Tatapan Chunhua tajam, seolah menembus langsung ke hati Hua Zhen.

Chunhua hanya tersenyum. "Kamu yang paling tahu bahwa gosip tidak bisa dipercaya."

"Yang Mulia benar. Itu adalah saya yang tidak berpikir dengan baik." Hua Zhen tersenyum canggung kemudian mulai menyiapkan pertunjukan di panggung kecil dalam kamar.

Saat suara riuh tawa bercampur desahan ambigu terdengar, sebuah ingatan tiba-tiba muncul di benak Chunhua. "Zhen'er, ingatlah, hanya rubah yang pandai menyembunyikan ekornya yang bisa hidup lama."

Hua Zhen, tertegun sejenak. Dia menunduk dalam, jemarinya di atas guqin sedikit bergetar sebelum ia cepat-Cepat menenangkannya. “Zhen’er mengerti,” jawabnya dengan suara tertahan, nyaris berbisik.

Sementara itu, di sisi lain Ibu kota....

An Changyi yang bersiap untuk istirahat, mendengar laporan keberadaan Chunhua di Nan Hua Ting. Jemarinya yang semula mengetuk ringan meja berhenti. Sudut bibirnya melengkung, bukan dalam senyum, melainkan ejekan pahit.

“Hmph,” dengusnya lirih. “Nan Hua Ting benar-benar beruntung. Siapa sangka, Putri Agung Fangsu yang begitu diagungkan, justru memilih ranjang hiburan sebagai tempat peristirahatan.”

Matanya meredup, menyembunyikan kilatan emosi yang sulit ditebak. “Perempuan itu… apa yang sebenarnya dia inginkan?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!