NovelToon NovelToon
Dewa Ninja Lima Element

Dewa Ninja Lima Element

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Igun 51p17

menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.

pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.

penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 2

Di sebuah dimensi manusia, tepatnya di kerajaan besar yang bernama Kerajaan Krisdasana, sebuah kisah sedang berputar di ruang kamar kerajaan yang penuh lilin temaram.

Seorang ratu muda bernama Sri Rahayu, istri sang raja Baladewa yang memimpin negeri itu, tergeletak lemah di ranjang, keringat dingin terlihat mengalir dan membasahi di dahi wanita tersebut yang sedang berjuang dalam hidup dan mati untuk mendapatkan gelar yang di inginkan oleh banyak wanita yang sudah bersuami.

Nafasnya terengah engah, menggenggam erat tangan para tabib wanita yang sibuk membantunya untuk melahirkan.

Detik-detik terasa membentang lama, hingga menjelang tengah malam, terdengar tangisan pertama.

"Huaaaa... huaaa..." suara tangisan bayi kecil membelah hening istana megah itu.

Suara itu, penuh harapan dan perjuangan, mengisi ruangan dengan kehidupan baru yang lahir dari perjuaangan dari seorang wanita.

Para tabib wanita sigap mengangkat bayi mungil yang baru saja lahir ke dunia. Tangan mereka cekatan membungkus sang bayi dengan selimut lembut setelah membersihkan noda merah yang menempel dari tubuh sang ibu.

Namun, saat itu, pandangan mereka tertuju pada sebuah tanda aneh di dada kanan bayi itu. Lima bentuk berbeda, seolah olah melambangkan lima elemen yang saling terkait

Wajah mereka terpancar rasa heran dan bingung, meski tak satu pun dari mereka paham arti tanda tersebut. Meski begitu, keyakinan tumbuh di hati mereka, bahwa tanda itu adalah berkah atas pemberian dari para dewa.

Salah satu tabib tersenyum hangat sambil menepuk punggung ibu yang baru saja melahirkan seorang bayi.

“Selamat... kau telah menjadi seorang ibu. Anakmu berjenis kelamin laki laki dan ia terlihat sangat tampan,” ucapnya lembut, penuh harap.

Sang ibu yang baru melahirkan mengenggam erat tubuh mungil bayinya yang baru saja lahir, wajahnya basah oleh air mata yang menetes pelan di pipi. Air mata itu bukan karena kesedihan, melainkan kebahagiaan yang membuncah di dadanya, seperti gelombang tak berujung.

Dia menghembuskan napas panjang, menatap lekat sosok kecil di pelukannya, seakan mengucapkan janji dalam hening.

Saat itu, pintu ruang persalinan terbuka pelan, dan Raja Baladewa melangkah masuk Ke dalam. Senyum lebarnya langsung merekah begitu terdengar tangisan bayi. Matanya berbinar, penuh kegirangan.

Ia segera mendekat, menaruh tangan hangatnya di bahu sang istri, lalu menatap sang buah hati dengan mata penuh kasih.

“Dia sangat tampan. Mirip ayahnya,” ucap Raja Baladewa lembut, suara yang bergetar oleh kebanggaan.

Tabib wanita yang berdiri di sudut ruangan ikut tersenyum, sambil menunjuk tanda khas di dada bayi itu.

“Benar, dia tampan sekali. Dan putramu memiliki tanda unik di dadanya.” Suaranya tenang dalam memberitahuakan hal tersebut, sembari sedikit membuka selimut yang menutupi tanda unik pada bayi itu.

Raja Baladewa dan permaisurinya yang bernama Sri Rahayu, duduk bersebelahan, mata mereka menatap tajam pada tanda aneh yang terpampang di dada bayi kecil itu.

Raja Baladewa mengerutkan kening, bibirnya bergerak pelan, mencoba memahami.

"Tanda ini... mengapa bentuknya begitu aneh?" suaranya terdengar penuh keheranan. Mata mereka menyusuri tanda dari lima elemen yang tersusun melingkar di dada bayi mereka , petir yang berkelap kelip, lidah api merah menyala, aliran air bening, kilauan es dingin, dan pusaran angin halus. semua menyatu di satu titik di dada si kecil.

Raja Baladewa diam, matanya berkaca-kaca, benaknya berputar putar mencari makna yang tersembunyi di balik tanda itu. Tapi makin lama, jawabannya tak juga muncul.

Tiba tiba suara lembut sang tabib memecah keheningan dan lamunan dari sang raja.

“Mungkin tanda itu adalah sebuah anugerah dari para dewa, Yang Mulia. Suatu hari nanti, putra Raja akan menjadi seorang yang hebat.” kata tabib wanita tersebut.

Raja menatap putranya dengan tatapan penuh harap, dadanya bergetar seperti merasakan janji sebuah takdir besar.

"Kau benar," sahut Raja Baladewa dengan senyum yang mengembang, matanya berbinar penuh harap. "Mungkin dia akan jadi orang hebat suatu hari nanti." lanjutnya lagi.

Pada hari itu, suasana di istana dipenuhi gelak tawa dan bisik bisik penuh kebahagiaan. Kehadiran sosok kecil itu seolah menjadi cahaya baru bagi kerajaan yang luas dan megah.

Namun beberapa hari kemudian, tawa itu berubah jadi kegelisahan. Bayi kecil dari Sri Rahayu mendadak merasakan sesuatu yang aneh. Badannya kadang panas membara, lalu tiba-tiba dingin menggigil.

Sri Rahayu menatap anaknya dengan mata berkaca kaca, jemarinya menekan dada kecil itu mencari kehangatan yang lenyap entah ke mana. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Selain hanya sebatas menyentuh dan memegang putrnya itu.

Merasa sesuatu hal yang tidak baik. Akhirnya Sri Rahayu berteriak memanggil suaminya.

"Kanda..." suaranya bergetar saat memanggil Raja Baladewa, harap dalam suaranya terbungkus cemas. Dia berdiri di ambang pintu kamar bayi itu, menyembunyikan ketakutan yang menggerayangi hatinya.

Raja Baladewa melangkah perlahan ke kamar bayi mereka, setelah mendengar panggilan istrinya. wajahnya penuh dengan tanda tanya.

"Ada apa?" tanyanya, suaranya lirih namun tegas.

Sri Rahayu berdiri di samping tempat tidur anaknya, wajahnya kusut oleh kecemasan.

"Putra kita... badannya tiba-tiba panas, lalu dingin lagi. Suhunya naik turun tak menentu," jawabnya, suaranya serak menahan cemas.

Baladewa mengulurkan tangannya, menyentuh lengan kecil sang bayi. Segera terasa perbedaan suhu yang aneh, seolah kulit itu berperang antara hangat dan dingin. Ia mengerutkan kening, bibirnya berbisik pelan.

"Apakah ini... penyakit?" Matanya memandang sang anak dengan campuran takut dan harap.

Raja itu menarik napas dalam dalam, dadanya berdebar. Tak mau menunggu lebih lama, ia langsung memutuskan untuk memanggil tabib yang bisa mengobati putranya itu.

Raja Baladewa menatap lemah ke arah permaisurinya, suaranya bergetar saat berkata, "Kau jaga putra kita baik-baik." Matanya melembut tapi penuh kecemasan. Ia berdiri perlahan dan melangkah keluar ruangan, meninggalkan aroma sang permaisuri yang sedang duduk di samping putranya.

Di halaman istana, Baladewa segera memanggil para prajurit.

"Kalian kemari!" suaranya tegas, tak memberi ruang tanya.

Beberapa prajurit berlari mendekat, kepala mereka menunduk hormat sejenak.

"Aku ingin kalian pergi memanggil tabib yang bisa menyembuhkan putraku," perintah Raja Baladewa dengan nada yang mengandung harap besar.

Para prajurit saling pandang, lalu serempak menjawab, "Siap, Yang Mulia. Akan kami lakukan!"

Pada hari yang sama, para prajurit menyisir Kota Krisdasana, kota yang menjadi pusat kota dari Kerajaan itu sendiri

Mereka semua mendatangi semua tabib yang ada di dalam kota tersebut. Satu per satu mereka dipanggil, datang ke istana dengan langkah tergesa, membawa harapan di balik jubah dan tas obat mereka. Setiap tabib tahu, jika panggilan ini adalah kehormatan sekaligus beban yang berat dari Raja yang mereka hormati.

Setelah sampai di istana kerajaan, satu per satu tabib dengan hati hati memeriksa bayi putra Raja Baladewa.

Mereka menggendong, menyentuh lembut kulit mungil itu, lalu meramu obat dari ramuan beraneka ragam. Namun, raut wajah mereka mulai menegang, dan bisikan kecewa mulai terdengar di balik pintu kamar bayi.

Dari kebanyakan tabib yang datang, tidak ada satupun dari mereka yang dapat menghilangkan ataupun meredakan rasa sakit yang di derita oleh bayi kecil itu.

Hari hari berlalu tanpa henti, tabib tabib datang dan pergi silih berganti, dengan harapan yang sama: menyembuhkan si kecil yang terbaring lemah itu. Tapi semakin lama, langkah mereka semakin berat, mata yang dulu penuh harap kini tertunduk lesu. “Kami menyerah, Yang Mulia kami tidak dapat menyembuhkan putramu. Maafkan kami

” ujar salah satu tabib dengan suara tertahan, sambil menundukkan kepala mewakili yang lain. “Penyakit yang diderita putramu bukan penyakit biasa.”

Raja Baladewa dan istrinya mendengar apa yang di katakan oleh tabib tersebut.  Mereka terduduk lemas tak bertenaga. Rasa sedih mulai menyelimuti mereka. Seolah tiada lagi harapan yang berpihak kepada mereka.

Bulir air mata mulai mengalir perlahan di pipi mereka, tak mampu lagi menyembunyikan kepedihan yang menyesak dada. suasana hening sejenak menyelimuti ruangan itu, hingga suara tabib kembali memecah suasana.

"Mungkin yang mulia masih memegang sebersit harapan untuk putra tercinta," kata tabib dengan nada penuh keyakinan, matanya menatap tajam ke arah Raja Baladewa.

Raja mengerutkan kening, pandangannya tertuju pada tabib yang baru bicara tersebut.

"Apa masih ada yang bisa aku harapkan untuk kesembuhan putraku?" suaranya lirih penuh tanya.

Tabib menghela napas dalam sebelum menjawabnya, "Ada seorang tabib terkenal di Kota Sagatani, tujuh hari perjalanan jika di lakukan dari sini. Dia dikenal mampu menyembuhkan hampir segala penyakit, kecuali penyakit takdir yang membawa kematian dari Sang Penguasa."

Mendengar perkataan itu, semangat Raja Baladewa seketika menyala kembali, harapan baru menggeliat di matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Benarkah... apakah dia bisa menyembuhkan putraku?" suaranya bergetar namun penuh harap, seolah menantikan keajaiban.

Tabib itu menarik napas panjang, matanya menatap kosong ke arah lantai.

"Huhhhh..."

Suaranya pelan, seolah mengingat sesuatu yang berat.

"Yang ku maksud itu, namanya Ki Laksmana. Tabib tua yang keahliannya sudah melebihi ilmu biasa. Banyak orang datang padanya karena kemampuan pengobatan tingkat tingginya," ujarnya dengan suara serak.

Raja Baladewa menganggukan kepala dengan mantap, tangannya menggenggam erat dengan harapan penuh keyakinan.

"Terima kasih atas informasimu. Aku akan segera mengirim prajurit untuk membawanya ke sini," katanya penuh tekad.

Hari itu juga, prajurit dari Raja Baladewa berbaris meninggalkan istana, menembus medan jauh menuju Kota Sagatani. Mereka menempuh perjalanan melelahkan selama tujuh hari, melintasi hutan dan lembah, hingga akhirnya tiba di sebuah sudut kota yang tampak sepi dan hening.

Di sana, hanya ada sebuah rumah kecil berdinding kayu yang tampak usang namun terawat rapi. Itulah kediaman dari Ki Laksmana, tabib hebat yang mereka cari.

Hingga mereka semua mendekat kearah rumah tersebut untuk menjalankan tugas mereka dari sang raja.

"Ayo kita datangi rumah itu, aku harap pemiliknya ada di dalamya" kata salah satu dari prajurit tersebut yang di setujui oleh rekannya yang lain.

Langkah kaki mereka berderap serempak mendekati rumah kecil di pinggiran kota Sagatani. Aroma tajam obat-obatan tercium samar, menguar dari balik pintu yang hampir tertutup rapat.

“Ini memang rumah tabib,” gumam mereka satu suara, mata menelusuri detail di sekeliling rumah yang sederhana tapi terasa penuh misteri.

Tiba tiba, dari balik bayang-bayang muncul sosok laki laki  tua yang melangkah pelan, menatap mereka dengan tatapan tajam namun tenang.

Wajahnya berkerut dalam senyum tipis, sosok laki laki itu adalah Ki Laksmana.

“Kalian prajurit istana? Ada apa keperluan apa hingga kalian datang ke tempat ini?” suaranya berat menggelayut di udara.

Seorang prajurit maju, menghela napas pelan sambil menundukkan kepala.

“Maaf, Ki. Kami datang atas perintah dari Raja Baladewa. Beliau memohon agar Anda segera ke istana. putranya sakit dan tak ada yang mampu menebak penyakitnya,” jawabnya sopan, mata berkilat harap.

Ki Laksmana mengerutkan dahi sejenak, kemudian mengangguk pelan, tubuhnya siap melangkah bersama mereka.

"Baiklah, aku akan ikut dengan kalian. kalian tungu di sini sebenta. Aku akan bersiap terlebih dahulu" Suaranya tenang, namun matanya menyimpan tekad yang dalam. Ia berbalik masuk ke dalam rumah, langkahnya pasti saat mengemasi perlengkapan perjalanan.

Beberapa menit kemudian, ia keluar sambil menggenggam buntalan kain yang sudah rapi.

"Ayo, kita berangkat," ujarnya tegas, suara yang membuat prajurit prajurit di sekitarnya turut bersemangat.

Pada hari itu juga, mereka semua langsung kembali ke kota Krisdasana. Perjalanan mereka membentang melewati hutan lebat dan desa desa kecil yang sunyi. Hari demi hari terus berlalu dengan langkah yang tak henti, tubuh-tubuh lelah mereka terus maju, didorong oleh harapan dan tanggung jawab.

Barulah pada hari ketujuh, mereka melihat bayangan menara-menara istana Krisdasana dari kejauhan. Rasa lega dan bangga mengisi dada mereka, meski perjalanan masih panjang. Tugas yang harus dijalani selama empat belas hari itu bukanlah hal mudah, namun semua rasa letih sirna saat akhirnya mereka berhasil membawa tabib terkenal itu masuk ke dalam istana.

Raja Baladewa berdiri di gerbang istana, matanya menyipit mengamati rombongan prajurit yang baru tiba. Di antara mereka, tampak seorang lelaki tua dengan rambut yang mulai memutih, tapi tubuhnya masih tegap dan penuh energi.

"Apakah dia benar tabib Laksmana yang terkenal itu?" gumam Raja pelan namun penuh harap jika itu memang benar benar tabib yang ia tunggu.

"Semoga dia benar-benar bisa menyembuhkan putraku." Langkah Raja menyambar maju, senyum hangat mengembang di bibirnya ketika jarak mereka semakin dekat.

"Selamat datang di istana kami. Apakah benar kau Ki Laksmana, tabib yang terkenal itu?" tanyanya dengan suara penuh hormat.

Lelaki tua itu mengangguk, sorot matanya tajam namun lembut.

"Benar, aku Ki Laksmana. Namun aku tidak tahu jika aku terkenal atau tidak" jawab Ki Laksmana.

"Dari para prajurit kutahu putramu menderita penyakit misterius. Apakah itu benar?" balasnya, kemudian menatap Raja, menunggu jawaban.

Raja Baladewa menarik nafas panjang, matanya menyiratkan kelelahan sekaligus harap.

"Benar, Ki," suaranya pelan tapi tegas.

"putraku tengah menderita penyakit yang belum tahu apa jenisnya."

Ia menatap tamu di hadapannya, sosok tabib yang baru saja tiba dari perjalanan jauh. Raja Baladewa menatap langkah kaki yang tampak berat, wajah yang kusut oleh lelah perjalalan panjang.

"Sebentar, saya antar dulu ke kamarnya," ucap Raja sambil berdiri, menggandeng bahu tabib itu dengan lembut.

"Perjalananmu tentu panjang dan melelahkan, butuh berhari hari hingga sampai ke istana. Aku yakin kau sangat letih." Di dalam sorot matanya tersimpan kepercayaan, harap agar tabib itu bisa beristirahat, mengumpulkan tenaga sebelum mulai menangani putranya dengan sepenuh hati.

Ki Laksmana hanya mengangguk pelan, menerima ajakan Raja tanpa banyak kata, berharap istirahat sebentar itu membawa kekuatan baru.

1
nts 03
no komen yg jelas keren banget
nts 03
keren/Good//Good//Good//Good/
nts 03
keren
igun 51p17
berikan bintang lima kalian sebagai penyemangat saya dalam berkarya.
Baby MinMin <3
Baper abis. 😢❤️
Claudia - creepy
Hats off untuk authornya, karya original dan kreatif!
Zuzaki Noroga
Kece banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!