NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 06 : Laksamana

Lalu tiba-tiba, sebuah suara yang tenang memecah keheningan. "Sebuah pengamatan yang luar biasa tajam, Nona."

Suara itu membuatku tersentak. Jantungku yang tadinya hampir tenggelam dalam keputusasaan, tiba-tiba berdetak kembali.

"Sebuah interpretasi yang... tidak biasa," katanya, matanya yang biru tajam kini beralih dari lukisan dan menatapku. "Kebanyakan orang hanya melihat kekacauan. Tapi Anda melihat strategi. Atau... Anda melihat sesuatu yang lain?"

Mata birunya menatapku bukan dengan kehangatan, tapi dengan rasa ingin tahu yang tajam seperti pisau bedah. Dia sedang membedahku dengan tatapannya, mencoba membaca setiap niat tersembunyiku.

Aku membungkuk hormat. "Maafkan saya, Tuan. Saya berbicara tanpa berpikir."

"Justru sebaliknya," katanya, melangkah lebih dekat. "Anda berbicara dengan banyak pemikiran. Tapi... apakah benar itu kejeniusan, atau... pertaruhan yang kejam? Dia mengorbankan tiga kapalnya sendiri untuk meyakinkan musuh."

Mengorbankan kapalnya sendiri? Mustahil. Ular itu selalu bermain dengan bersih. Langkah selanjutnya sudah jelas, ketika namanya sudah menyebar, Marquess Tyran pasti akan menarik investasinya tanpa alasan yang jelas.

"Terkadang," balasku, memberanikan diri menatap lurus ke matanya, "Pengorbanan kecil diperlukan untuk mencegah kehancuran total, atau... bahan bakar keuntungan yang lebih besar. Investasi terbesar bukanlah pada kapal yang paling megah, tapi pada kemampuan untuk memprediksi badai."

Ekspresinya berubah. Kilatan rasa ingin tahu itu berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih intens. Dia sepertinya mengerti aku tidak sedang membicarakan lukisan.

"Tidak semua orang memiliki akses ke peta cuaca yang akurat, Nona," katanya pelan, suaranya mengandung nada peringatan. "Beberapa hanya pelaut biasa yang mempercayai reputasi laksamana mereka."

Benar. Dengan nama besar Marquess Tyran yang disebutkan di dalam kontrak, semua orang punya keyakinan besar bahwa investasi tersebut akan berhasil. Terlebih, ini pembukaan jalur perdagangan baru dengan segala hak monopolinya yang masih segar.

Jadi, ketika investasi Marquess Tyran ditarik, mereka dengan bodoh memaklumi hal tersebut karena mereka berpikir kalau Marquess Tyran menjadi marah karena investasinya yang seharusnya dirahasiakan malah disebarkan oleh Baron Latona bahkan tertulis di kontrak banyak pihak.

"Karena itulah," kataku, seluruh rasa putus asaku, seluruh kemarahanku, seluruh ketakutanku, kusalurkan ke dalam kalimat terakhir ini.

"Menjadi sebuah tragedi besar jika sang laksamana sendiri tahu badai akan datang, namun membiarkan kapal-kapal kecil yang mengikutinya berlayar menuju kehancuran mereka."

Marquess Tyran, Jendral militer bagian maritim kekaisaran dengan sengaja berinvestasi pada kapal dagang Baron Latona yang akan karam karena badai.

Pesanku sangat jelas.

Aku telah melemparkan dadu.

Aku menatapnya, memohon dengan matanya agar dia mengerti, agar dia peduli.

Dia menatapku lama, wajahnya tak terbaca. Keheningan di antara kami terasa begitu berat, seolah udara di galeri ini telah berubah menjadi batu.

Lalu, tanpa mengubah ekspresinya, dia berkata, "Anda punya mata yang bagus untuk seni, Nona. Tapi mungkin Anda salah mengartikan lukisan itu. Itu hanyalah cat di atas kanvas."

Jantungku seolah jatuh ke lantai marmer yang dingin lalu pecah berkeping-keping.

Dia menolakku.

Dia menganggapku gila. Sama seperti Ayah. Sama seperti semua orang.

Selalu seperti itu.

Patriarkal bajingan.

Rasa dingin yang familier, rasa dingin dari sel penjara dan keputusasaan, mulai merayap di kulitku. Aku telah mempertaruhkan segalanya, dan aku kalah lagi.

"Anda... Anda benar, Tuan. Maaf telah mengganggu waktu Anda," bisikku, suaraku serak karena kekecewaan. Mataku terasa panas, tapi aku tidak akan menangis.

Tidak di sini.

Aku membungkuk dengan kaku, menarik tangan Lila yang tampak kebingungan, dan berbalik untuk pergi. Setiap langkah terasa seperti membawa beban seberat dunia. Di belakangku, aku tidak mendengar apa-apa lagi.

Hampa.

Kami berjalan menyusuri koridor panjang menuju pintu keluar. Pikiranku kosong. Tidak ada lagi rencana. Tidak ada lagi harapan. Yang tersisa hanyalah kepastian akan takdir buruk yang menungguku.

"Permisi, Nona Hartwin."

Sebuah suara menghentikan langkah kami, tepat di dekat pintu keluar.

Aku berbalik. Pria itu adalah Pedagang yang kulihat sebelumnya, pengawal Duke yang menyamar. Bagaimana dia tahu namaku?

Dia membungkuk sedikit, wajahnya tanpa ekspresi. "Tuanku adalah pria yang sangat menghargai seni... dan para kritikus seni yang cerdas."

Aku menatapnya, tidak mengerti.

Pria itu melanjutkan, suaranya rendah dan jelas. "Beliau ingin melanjutkan diskusi ini di tempat yang lebih pribadi. Sebuah kereta tanpa lambang akan menunggu Anda di gerbang belakang galeri. Dalam lima menit."

Setelah menyampaikan pesannya, dia berbalik dan menghilang di antara kerumunan, meninggalkanku terpaku di tempat, jantungku berdebar tak karuan karena alasan yang sama sekali baru.

Ini... sebuah undangan? Atau sebuah jebakan?

Otakku berputar cepat. Ini adalah pertaruhan kedua, bahkan lebih berbahaya dari yang pertama. Mengikutinya bisa berarti skandal, penculikan, atau lebih buruk lagi. Tapi tidak mengikutinya... berarti kembali ke rumah, menunggu kehancuran yang pasti. Aku memilih yang tidak pasti daripada kiamat yang sudah di depan mata.

"Lila," kataku, suaraku kembali tegas. Aku mengeluarkan beberapa koin perak dari kantongku. "Aku tiba-tiba ingin sekali makan kue dari Toko Roti L'amour di seberang jalan. Tolong belikan beberapa untuk kita. Aku akan menunggumu di dekat air mancur di taman depan."

"Tapi, Nona..."

"Aku bersikeras," kataku, menyelipkan koin ke tangannya. "Pilihkan rasa favoritmu juga."

Keraguan di wajah Lila sirna digantikan oleh senyum kecil. Dia mengangguk dan bergegas pergi. Aku memberinya waktu sepuluh menit. Cukup.

Aku berjalan dengan cepat, bukan ke taman depan, tapi ke arah yang berlawanan, menuju pintu samping yang jarang digunakan. Gerbang belakang.

Lorong itu sempit dan berbau genangan air. Kontras yang tajam dengan kemegahan galeri. Di sana, seperti yang dijanjikan, sebuah kereta kuda hitam polos tanpa lambang apapun berhenti, kusirnya duduk diam tak bergerak. Jantungku berdebar di tenggorokanku. Ini adalah titik di mana tidak ada jalan kembali.

Pintu kereta terbuka dari dalam. Kegelapan di dalamnya seolah menelanku. Aku menarik napas dalam-dalam, mengangkat gaunku, dan melangkah masuk.

Pintu ditutup di belakangku, meredam semua suara kota. Di dalam, Duke Raymond duduk di seberangku. Dia telah melepaskan penyamarannya sebagai sarjana. Kini dia adalah Duke of Leonian. Auranya tajam, tatapannya menusuk, dan keheningan di antara kami terasa berat dan membebani.

"Nona Hartwin," sapanya, suaranya tidak lagi santai. "Anda mengambil risiko yang sangat besar dengan datang ke sini."

"Anda juga mengambil risiko yang sangat besar dengan mengundang saya, Yang Mulia," balasku, menolak untuk menunjukkan rasa takut.

Dia tersenyum tipis, tanpa kehangatan. "Benar. Jadi, mari kita tidak membuang-buang waktu. Anda berbicara tentang laksamana dan badai. Itu bukan sekadar kritik seni. Itu adalah sebuah tuduhan. Siapa Anda, hingga berani menuduh seorang Marquess Kekaisaran merencanakan penipuan finansial?"

"Saya adalah investor yang akan dirugikan," kataku. "Seorang putri bangsawan yang tidak ingin melihat keluarganya bangkrut karena ambisi orang lain."

"Banyak bangsawan yang akan bangkrut. Mengapa saya harus peduli dengan keluarga Anda secara khusus?" tanyanya, dingin dan langsung.

"Karena kejatuhan keluarga Hartwin dan beberapa keluarga selatan lainnya akan menciptakan kekosongan kekuasaan. Kekosongan yang akan dengan senang hati diisi oleh Marquess Tyran, memperkuat cengkeramannya di perbatasan. Dan saya tahu... itu adalah sesuatu yang tidak Anda inginkan," jawabku, mengutip langsung dari buku politik yang kubaca.

Matanya sedikit menyipit. Aku berhasil menarik perhatiannya.

"Anda punya bukti?"

Aku mengeluarkan salinan kontrak yang kutulis tangan dari balik gaunku. "Ini adalah salinan dari syarat dan ketentuan investasi ayah saya. Enam puluh ribu koin emas. Jadwal berlayar sepuluh hari setelah uang ditransfer. Tepat sebelum musim badai tahunan di Laut Selatan dimulai. Dan yang paling penting," Aku menunjuk ke bagian bawah, "Nama Marquess Tyran sebagai penjamin, digunakan untuk memancing investor lain."

Dia mengambil kertas itu, matanya memindai isinya dengan cepat. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, tapi aku bisa melihat ketegangan di rahangnya.

"Ini menarik," katanya setelah hening sejenak, mengembalikan kertas itu padaku. "Tapi ini hanya analisis. Sebuah teori. Saya butuh sesuatu yang konkret untuk bergerak.

"Apa yang Anda butuhkan, Yang Mulia?" tanyaku, memberanikan diri.

Dia menatap lurus ke mataku, tatapannya begitu tajam seolah bisa melihat jiwaku yang gemetar. "Tyran telah meracuni cukup banyak hal di kekaisaran ini. Sudah waktunya seseorang menjegal ambisinya. Namun, ular itu selalau bermain dengan tangan yang bersih. Saya butuh bukti niat buruk. Sesuatu yang tak terbantahkan."

Dia berhenti, membiarkan kata-katanya menggantung di udara yang pengap.

"Marquess Tyran akan menarik investasinya sebelum kapal itu berlayar. Saya ingin Anda mendapatkan surat penarikan investasi itu. Surat resmi, dengan segel dan tanda tangannya."

Darahku seolah membeku. Permintaannya... itu mustahil.

Bagaimana mungkin aku, seorang putri bangsawan yang bahkan tidak bisa meninggalkan rumahku sendiri, bisa mendapatkan dokumen rahasia dari seorang Marquess yang licik?

Ini bukan tawaran bantuan. Ini adalah ujian. Ujian yang mustahil.

Dia melihat keterkejutan di wajahku dan tersenyum dingin. "Anda bilang, terkadang pengorbanan kecil diperlukan. Anggap saja ini pengorbanan kecil Anda."

Kereta berhenti. Kami sudah sampai di suatu tempat.

Pengawalnya membuka pintu. "Anda punya waktu sampai lusa, sebelum penandatanganan kontrak dilakukan. Bawa surat itu ke kediaman saya. Jika tidak, pertemuan ini tidak pernah terjadi."

Dia memberiku isyarat untuk keluar.

Aku melangkah keluar dari kereta, kembali ke sebuah lorong yang asing, jantungku berdebar karena campuran antara teror dan secercah harapan yang gila.

Dia tidak hanya menolakku. Dia memberiku kunci. Kunci yang tergantung di atas jurang tanpa dasar.

1
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!