Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percayakan luka pada orang yang terluka
Ramon bergegas pulang, napasnya terengah-engah setelah pertengkarannya bersama Diandra di apartemen Olivia. Ia mendorong pintu secara kasar menyusuri seluruh penjuru rumah tetapi yang ia cari tidak kunjung di temukan.
"Diandra!" panggil Ramon dengan nada tinggi di ruang tamu. Memutar tubuhnya dengan kepala mendongak, berharap Diandra muncul dari sudut mana saja.
Dia sudah memeriksa kamarnya, tidak ada yang hilang di sana. Pakaian, skincare dan hal-hal penting yang Diandra sukai masih ada pada tempatnya. Artinya istrinya belum pulang setelah pertengkaran mereka.
"Kenapa teriak-teriak mencari istrimu? Dia belum pulang sejak meninggalkan rumah tadi. Punya istri kerjaannya keluyuran mulu," ujar Helena sembari menuruni anak tangga dengan santainya.
"Diandra memergoki Ramon dan Olivia Ma."
"Ya bagus dong kalau dia sudah tahu, artinya kalian bisa terang-terangan."
"Mama nggak mengerti apapun!"
"Kenapa sih kamu nggak mau meninggalkannya Ramon? Cinta juga sepertinya nggak, soalnya kamu selingkuh. Selama ini dia sudah hidup enak dan menghamburkan uangmu."
"Mama nggak tahu apa-apa."
Ramon berlalu, terus mendial kontak Diandra tetapi tidak satupun panggilannya dijawab. Kemana dia harus mencari Diandra? Biasanya wanita itu kerumah Olivia jika sedang sedih, namun di situasi seperti ini sangat tidak mungkin.
Entahlah, selain takut kehilangan harta, Ramon merasa takut jika Diandra berpaling darinya dan menemukan pria yang lebih baik dari Dia.
"Nggak perlu susah-susah mencarinya. Kalau pergi biarkan saja. Lagian mama yakin dia nggak akan tahan lama-lama tanpa uang darimu," ujar mama Helena lagi tapi di hiraukan oleh Ramon.
Selama ini yang Helena tahu, rumah mewah, perusahaan dan segala kemewahan yang di miliki Ramon adalah hasil jerih payah putranya setelah merantau hampir sepuluh tahun. Sehingga menganggap Diandra tidak tahu diri dan wanita yatim piatu tanpa harta.
***
Di balik keresahan hati Ramon yang tidak kunjung menemukan Diandra, ada air mata wanita yang lagi-lagi terjatuh di belahan dunia lainnya. Kehadiran orang lain di ruang perawatan tidak membuat luka itu membaik secepat membalikkan telapan tangan.
Rasanya hampa, hatinya sakit seolah berlubang akibat terbakar api yang menyulut jiwa dan raganya. Harga diri, cinta dan kepercayaan benar-benar di serang secara bersamaan sehingga bangkit saja rasanya sudah tidak mungkin untuk Diandra lakukan.
"Diandra ayo makan dulu," ujar Grace yang setia menemani Diandra di ruang perawatan, tetapi wanita itu menolak bicara dan tidur membelakangi Grace.
"Kak?" Grace beralih pada Gerald yang duduk di sofa sambil bersedekap dada dengan mata terpejam.
"Hm."
"Bagaimana caranya buat orang patah hati bangkit lagi?"
"Kenapa nanya aku?" tanya Gerald membuka matanya dan menatap sang adik.
"Soalnya kan kak Jovin juga pernah patah hati, di selingkuhi sama orang yang sangat kak Jovin cintai dan percaya."
"Kamu ngejek kakak atau minta pendapat?" Tatapan Gerald menajam, tidak suka jika lukanya diungkit. Bukan karena gagal move on apalagi sakit hati, tapi harga dirinya seolah di injak sebab di selingkuhi.
"Aku bertanya, kalau kak Jovin tersinggung itu urusan kakak bukan urusan ku." Grace memilih duduk di samping kakaknya.
"Menurut yang kamu ceritakan tadi, kasusnya sudah pasti beda Grace." Gerald menjeda kalimatnya dan melirik Diandra yang berbaring membelakangi mereka, pundak wanita itu naik turun sudah pasti kembali menangis.
Grace sudah menceritakan kemungkinan yang terjadi pada Diandra. Di mana suaminya selingkuh dengan sahabatnya sendiri.
"Lukanya jauh lebih dalam itu sudah pasti. Pasangan selingkuh sudah hal biasa dan kita bisa move on jalur benci. Tapi posisi Diandra sulit karena suaminya selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Dia tertohok kenyataan dan bingung harus melakukan apa sebab sangat menyayangi sahabatnya."
"Wah-wah sekarang kak Jovin sudah jadi pakar luka dan cinta." Grace bertepuk tangan tanpa tahu sikon. Terlebih kepribadiannya memang blak-blakan sehingga dulu kurang akur dengan kakak iparnya.
Gerald tampak acuh dengan respon adiknya, ia melirik arloji di pergelangan tangannya yang telah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Kakak pulang dulu, Abian sendirian di rumah."
"Biar aku saja." Grace dengan sigap berdiri. "Abian biar bersama buna cantiknya ini, kak Jovin sama Diandra saja."
"Grace!" Gerald menarik tangan adiknya agar tidak kemana-mana.
"Kak aku tuh nggak pernah sakit hati, apalagi di selingkuhi mana tahu hibur orang. Kalau kakak mah ahlinya." Grace mengedipkan matanya dan benar-benar meninggalkan Gerald bersama Diandra.
Gadis manis yang sedikit blak-blakan itu melambaikan tangannya setelah berada di pintu masuk rumah sakit. Senyumnya melebar melihat sang kekasih turun dari mobil hanya untuk membukakan pintu untuknya.
"Raut wajahmu adalah ciri-ciri manusia yang habis menistakan kakaknya sendiri," ujar Hansen menjawil hidung mancung Grace.
"Kamu tahu saja."
"Mau jalan dulu Sayang?"
"No, harus pulang nanti kak Jovin marah." Grace mengelengkan kepalanya dan dijawab kekehan kecil oleh Hansen.
Sepanjang jalan tangannya mengenggam jemari lentik Grace yang tidak pernah bekerja keras sama sekali.
***
Cahaya matahari menyelinap melalui gorden dan ventilasi udara, menyapa dua pasang manusia yang masih terlelap. Gerald yang tidur sambil duduk di sofa dan Diandra yang masih pada posisinya seperti semalam.
Gerald mengerjapkan kelopak matanya yang susah sekali untuk terbuka tetapi diganggu oleh cahaya matahari. Keningnya mengerut menemukan brankar kosong tanpa pemiliknya.
"Bu guru?" panggil Gerald, ia menyengir melihat Diandra keluar dari kamar mandi dengan wajah sedikit segar.
"Pak Gerald pengacara kan?"
"Hm." Mengangguk.
"Bagaimana caranya saya bisa menjadi klien pak Gerald?"
"Selamat kamu sudah jadi klien saya detik ini juga." Gerald mengulurkan tangannya dan tersenyum.
"Terimakasih." Diandra meraih uluran tangan Gerald.
Semalam dia mendengar pembicaraan Grace dan Gerald dan ia memutuskan untuk menaruh lukanya pada pengacara tersebut. Bukan karena percaya, tetapi Gerald pernah mengalami luka yang sama sepertinya.
"Kalau seperti ini saya sudah bisa ikut campur dalam urusanmu," gumam Gerald yang sedikit geram pada orang-orang yang suka menyakiti hati seseorang.
"Saya belum sarapan, mau sarapan bersama? Sekalian membahas perceraian ...."
"Saya sarapan di rumah saja Pak, terimakasih untuk tawarannya."
"Kalau begitu saya akan mengantar bu guru."
"Boleh, tapi ke gedung di mana pak Gerald menemukan saya," jawab Diandra.
Setelah mengurus segalanya di rumah sakit, keduanya pun menuju gedung apartemen tempat Olivia. Bukan untuk bertemu, melainkan mengambil mobil Diandra di sana.
Setelah semalaman menangisi nasibnya dan bingung harus bagaimana, ia kini jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali tahu fakta menyakitkan tersebut.
"Dengan menyewa pengacara artinya bu Diandra nggak akan melakukan mediasi?"
"Untuk apa melakukan mediasi? Saya nggak berniat mempertahankan rumah tangga yang sudah hancur karena perselingkuhan."
"Good job bu guru, selingkuh ibarat kata pecandu narkoba, kalau sudah mencicipi sulit untuk meninggalkan." Gerald tersenyum lebar, suka seseorang yang tidak memaafkan sebuah perselingkuhan apapun alasannya.
.
.
.
.
.
Cie elah yang sama-sama diselingkuhi
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
jangan mimpi Ramon Diandra engg mungkin balik lagi sama kamu,, lagian pede banget bisa mempersulit persidangan yakin bisa lawan pak Gerald hemm 😏