Delia Aurelie Gionardo hanya ingin mengakhiri pernikahan kontraknya dengan Devano Alessandro Henderson. Setelah satu tahun penuh sandiwara, ia datang membawa surat cerai untuk memutus semua ikatan.
Namun malam yang seharusnya menjadi perpisahan berubah jadi titik balik. Devano yang biasanya dingin mendadak kehilangan kendali, membuat Delia terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan.
Sejak malam itu, hidup Delia tak lagi sama—benih kebencian, dendam, dan rasa bersalah mulai tumbuh, mengikatnya kembali pada pria yang seharusnya menjadi "mantan" suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBMS - Bab 16 Harus Dibicarakan
Mama Raisa menangis diperlukan papa Bryan. Ia tak tau lagi harus bicara seperti apa pada Delia, anak yang seharusnya mereka jaga sebagai menantu keluarga Henderson, justru selama ini hidup penuh dengan tekanan. Terlebih lagi yang membuatnya seperti sekarang ini adalah Dev, putranya sendiri.
"Jemput Delia kemari, jika memang harus berpisah, maka ini harus dibicarakan," ucap papa Bryan, sembari menenangkan mama Risa.
Tangan Dev bergetar, menggenggam erat penuh amarah yang menggebu pada dirinya sendiri. Ia tak pernah melihat sang mama sampai sekecewa ini hingga meneteskan airmata untuk kesalahannya yang pastinya sudah sangat fatal. Bahkan orangtua Dev tidak tau, jika hari ini Delia sudah mengundurkan diri dari perusahaan.
"Apa salahku hingga memiliki putra sepertimu, Dev.." desis mama Raisa ditengah tangisnya.
Hati Dev semakin hancur melihatnya. Dunia boleh membencinya, tapi tidak dengan mama Raisa, dia adalah seorang wanita paling Dev sayangi.
Tubuh Dev terjatuh lemas, berlutut di depan kedua orangtuanya. "Maafkan aku ma, pa.. Ini semua salahku," ucapnya lirih sembari menundukkan kepalanya.
"Pergilah Dev! kamu tidak ingin melihatmu sebelum kamu menyadari kesalahanmu pada Delia. Anggap saja saat ini, kami berdiri sebagai orang tua dari wanita yang hidup dan cintanya sudah kamu sia-siakan!" desis mama Raisa.
Sebagai seorang ibu, ia tak akan pernah membiarkan putranya menyakiti seorang wanita dengan cara seperti ini. Ini semua sudah sangat keterlaluan dan tidak wajar. Mana ada pernikahan kontrak? Mereka menikah dengan sah, bukan main-main.
Dua kata yang terlontar dari mulut mama Raisa itu seperti menghantam sekaligus menampar hati Dev. Bagaimana bisa selama ini ia selalu egois dan menganggap jika dalam pernikahan ini Dev lah yang paling tersiksa, paling berkorban atas perasaannya.
Bagaimana ia lupa, jika kedua orang tua Delia pasti sangat sedih ketika melihat putri yang mereka tinggalkan dan mereka amanahkan pada Dev sebagai sebuah tanggung jawab malah ia sia-siakan.
Bahkan Dev selalu mengusir, tak menganggap sedikit saja pengorbanan dan justru malah membenci keberadaannya. Dev pantas mendapatkan semua ini.
Tadinya Dev nyaris marah pada Delia karena memberikan surat itu pada orangtuanya tanpa izin darinya. Tapi kini Dev sadar, jika hal ini tidak terjadi, maka selamanya Dev mungkin akan buta.
Liam yang berdiri dibelakangnya langsung melangkah mendekati Dev lalu berjongkok meraih lengannya untuk membantunya berdiri.
"Ayo tuan.. Kita jemput nona Delia sekarang," ucap Liam.
Dev tak menyahut, hatinya masih bergemuruh antara sakit, malu dan juga marah. Tapi tubuhnya tetap merespon, ia berdiri dibantu oleh Liam dan pergi meninggalkan rumah.
Sampai dihalaman, ia bertemu dengan sang kakek, pria tua itu baru saja pulang dari jalan-jalan pagi untuk mencari angin segar bersama seorang pria muda perawatnya.
"Dev, kamu datang? Dimana Delia?" tanya kakek Arthur.
Dev diam, bahkan matanya tak berani menatap wajah sang kakek. Bukan karena Dev takut jika kakek Arthur akan marah padanya, tapi ia merasa sangat malu karena tak bisa menjaga Delia selama ini.
"Bryan, kenapa Dev diam saja, ada apa ini?" tanya sang kakek, menatap bryan yang berdiri di ambang pintu.
"Tidak kek... Dev hanya mampir sebentar," kilah Bryan.
Tapi kakek Arthur sangat mengenal cucu dan putranya. Mereka berbohong. Terlebih tidak ada Raisa, padahal setiap Dev atau Delia datang dan pergi dari rumah ini, Raisa akan selalu mengantarnya sampai ke mobil.
"Dimana Raisa?" tanya kakek Arthur.
"Dia ada didalam, Raisa sedang tidak enak badan," sahut Bryan. Ia mencoba menutupi semuanya, mengingat kondisi sang ayah yang harus ia jaga.
Sang kakek menatap wajah Dev dan Bryan secara bergantian. Tak banyak kata, tapi pria itu langsung masuk ke dalam. Ia tau ada yang tengah mereka sembunyikan darinya. Ia harus mencari taunya sendiri.
***
Satu jam kemudian,
Kini mobil Giselle sudah berada di depan kantor Devano, wanita itu segera masuk kekantor.
Begitu memasuki lobby, seorang resepsionis menghentikan langkahnya. "Maaf nona, tuan Dev sedang tidak dikantor saat ini,"
Giselle langsung menoleh. "Apa Dev tidak masuk?"
"Tadi pagi tuan Dev sudah datang sekitar pukul delapan, tak berapa lama beliau kembali turun pergi sampai saat ini," terang pihak resepsionis.
Giselle mengerutkan alisnya. Padahal semalam mereka berdua sudah bicara jika hari ini akan membeli sepasang cincin pertunangan dan Dev juga berjanji akan membicarakan tentang perceraiannya nanti malam kepada seluruh keluarganya.
"Kalau begitu terimakasih," ucap Giselle. Gadis itu langsung kembali ke besement dan masuk ke dalam mobilnya.
Ia meraih ponselnya dan menghubungi nomor Dev. Bunyi suara panggilannya terdengar teratur, tapi bukannya mengangkat telfon, Dev justru mematikannya.
"Hiih! Apa sih yang Dev lakukan! kenapa dia berani sekali tak mengangkat telfon dariku!" kesal Giselle.
Gadis itu memilih menaruh telfonnya kembali dan menyalakan mesin mobil, lalu pergi dari kantor menuju ke arah apartemen Devano.
***
"Apa? bercerai!" pekik kakek Arthur, ketika mendapati surat cerai yang sengaja mereka rahasiakan.
Deg! jantung kakek Arthur nyaris berhenti saat ini. Bagaimana bisa Dev dan Delia merahasiakan hal sebesar ini pada mereka semua selama ini. Ternyata firasatnya selama ini benar, Delia tidak bahagia.
"Kenapa Delia tidak bilang, kenapa Delia memendamnya sendiri? Jika dia bicara sejak awal, aku tidak akan marah padanya.. Aku yang salah," ucap sang kakek sambil menangis.
"Sudah pa.. jangan salahkan diri sendiri, sekarang lebih baik kita tunggu Delia datang," ucap papa Bryan, sembari mengusap bahu sang ayah.
"Aku sudah salah, aku salah.. Aku pikir aku yang paling tau mereka berdua, aku pikir keputusan ini adalah yang paling tepat. Bagaimana bisa aku membuat hidup anak yang sudah malang itu menjadi semakin menderita," desis sang kakek. Tangisnya pecah seketika.
Mama Raisa semakin tidak kuat melihat semuanya. Kini seolah keluarga mereka tengah diterpa badai yang datang dari dalam keluarga mereka sendiri.
"Papa tidak salah, Dev yang salah. Aku yang tidak bisa mendidiknya, aku yang terlalu memanjakannya hingga dia tumbuh menjadi pria yang tidak memiliki tanggung jawab," sela mama Raisa tak kalah sedihnya.
Kepala papa Bryan nyaris ingin meledak, mendengar mereka saling menyalahkan satu sama lain. Disaat seperti ini harusnya mereka tidak melakukan itu dan fokus untuk menyelesaikan masalah.
Dev jangan jadi di paksa Delia nya
di bujuk secara halus dunk🤭
kasih maaf aja Del tapi jangan cepat² balikan lagi ma Dev
hukumnya masih kurang 🤣
Akui aja toh kalian kan sudah bercerai
biar Dev berjuang samapi titik darah penghabisan 🤭
semangat ya Dev awal perjuangan baru di mulai
kak sekali² cazy up dunk kak🤭🤭
Biar bisa lihat cicit nya
semua butuh waktu dan perjuangan 🤭🤭
Siksa terus Dev dengan penyesalan 🤗🤗🤗
Makan to rencana mu yg berantakan 😏😏
Ayo Dev Nikmati penyesalan mu yg tak seberapa 😄😄
jangan pakai acara nangis Bombay ya Dev 🤣🤣🤣
biar nyesel to Dev
bila perlu ortu Dev tau kalau mereka sudah cerai dan bantu Delia buat sembunyi
soalnya mereka pasti senang kalau tau bakalan punya cicit sama cucu🤭🤭
tunggu karma buatmu ya Dev 😏😏