Kenapa Aku Yang Dihukum ( Anak Pelakor)

"Saya terima, nikah dan kawinnya Isani Aurelia dengan mas kawin uang 1 milyar dan logam mulia 25 gram, dibayar tunai," ucap Yusuf lantang, menjabat tangan kepala KUA yang hari ini menjadi wali hakim.

"Bagaimana para saksi, sah?"

"SAH," ucap beberapa orang yang ada disana.

Isani menyeka sudut matanya yang basah, terharu. Sekarang, statusnya telah berubah, ia adalah seorang istri, istri dari Yusuf Liam Nugraha. Rencana Tuhan memang luar biasa. Dia yang berencana menikah hari ini dan di tempat ini bersama Dafa, justru menikah dengan Yusuf. Ternyata, dibalik musibah gagal nikahnya, ada hikmah yang ia dapatkan. Ia kehilangan Dafa, tapi dengan begitu cepat, Allah memberikan gantinya dengan yang lebih baik, Yusuf.

Isani dan Yusuf hanya mengundang 25 orang dalam acara ini. Teman dekat keduanya, juga beberapa orang kantor. Dari pihak keluarga Yusuf, hanya dua orang yang datang, paman dan bibinya, adik alm. mamanya.

Penghulu membacakan doa yang amini oleh semua yang ada disana. Selanjutnya, Isani mencium tangan Yusuf, yang dibalas dengan kecupan di kening, penyerahan mahar, lalu saling memakaikan cincin.

Yumi yang duduk di kursi paling depan, melipat kedua lengan di dada dengan bibir mengerucut ke depan. Dalam wedding ini, memang tak ada kursi pengantin di pelaminan. Hanya ada kursi untuk ijab kabul yang nantinya akan disingkirkan saat acara resepsi. Dada Yumi bergemuruh, iri melihat mahar yang diberikan Yusuf pada Isani.

"Harusnya mahar emang kayak gitu, banyak," Yumi sengaja bicara agak keras agar Dafa yang duduk di sebelahnya mendengar. Fyp, mereka sudah ijab kabul duluan.

"Maksud kamu apa ngomong gitu?" Dafa yang ada di sebelahnya, merasa tersindir.

"Gak ngomong apa-apa," Yumi memutar kedua bola mata malas. Saat ini, suasana hatinya sedang tidak baik gara-gara sejak tadi mendengarkan selentingan orang-orang yang membandingkan ia dan Sani. Mau dilihat dari sudut manapun, hari ini dia kalah telak dari Sani. Tak hanya mahar, tapi kebaya serta riasan, dia kalah jauh dari Isani.

"Kamu mau dikasih mahar 1 M juga?" Dafa tersenyum simpul, tersinggung dengan ucapan Yumi. "Kalau kamu pengen dikasih mahar 1M, gak seharusnya kamu nikah sama aku. Kamu tahu dimana level ekonomi aku. Ya kali aku musti jual ginjal dulu buat ngasih kamu mahar."

Jangan dikira hanya suasana hati Yumi saja yang buruk, Dafa juga demikian. Ia memperhatikan Isani yang sedang memasangkan cincin di jari manis Yusuf. Aura pengantin barunya sangat kuat, keduanya terlihat serasi dan bahagia. Ada rasa sakit di hatinya melihat Isani menjadi milik laki-laki lain, bagaimanapun mereka pernah punya hubungan, dan itu tidak sebentar.

"Matanya bisa dijaga gak," Yumi menyenggol lengan Dafa. Ia cemburu melihat cara Dafa menatap Isani. Hari ini, adik tirinya itu memang sangat cantik. Sebagai sesama perempuan saja, ia mengakui itu, apalagi laki-laki.

Karena konsepnya intimate wedding, setelah akad nikah dua pasang pengantin, lansung lanjut resepsi, tak ada prosesi adat sama sekali. Kedua mempelai laki-laki berdiri di pelaminan, sementara pengantin perempuan, diantarakan oleh ayah mereka. Fatur mengantarkan sekaligus dua putrinya ke pelaminan.

Ada dua pasang pengantin berdiri di pelaminan, namun ekspresi keduanya tampak berbeda. Pasangan Sani dan Yusuf, terlihat begitu bahagia, beda dengan Yumi dan Dafa yang senyuman mereka terkesan dipaksakan. Setelah bergantian mengucapkan janji pernikahan, berdansa, dan lempar bunga, acara selanjutnya ramah tamah. Pengantin berbaur dengan tamu, mereka juga ikut makan bersama.

"Congrats Kakak cantikku," Yuka memeluk Sani dari samping. "MasyaAllah, Kak Sani bener-bener cantik hari ini," menatap Sani kagum.

"Kamu sejak tinggal di Bandung, jadi pinter gombal. Udah punya cewek ya sekarang?" tanya Sani.

Yuka meletakkan kepala di bahu Sani. "Pengen punya pacar, tapi nyari yang kayak Kak Sani gak ada."

"Dia ini limited edition, gak ada duanya." Yusuf melepas belitan tangan Yuka di pinggang Sani, menarik istrinya itu lebih dekat ke arahnya lalu melingkar kan lengan ke pinggangnya.

"Astaga! Posesif amat Brother," Yuka membulatkan kedua matanya. "Eh, sebelum sama kamu, dia itu punyaku," hendak menarik lengan Sani, namun tangannya lebih dulu ditepis oleh Yusuf.

"Tapi sekarang dia sudah jadi milikku." Yusuf memeluk Sani dari belakang, mengecup pipi lalu meletakkan dagu di bahu Isani.

Yuka berdecak sebal sambil geleng-geleng. "Parah nih orang. Awas kak, nanti bisa-bisa kamu dikurung di rumah, gak dibolehin keluar."

Mereka bertiga tertawa bersama-sama.

"Aku senang akhirnya kamu menemukan kebahagiaan kamu, Kak," Yuka menyeka matanya yang basah. "Aku senang, akhirnya kamu punya seseorang yang akan ngejagain kamu," ucapnya terputus-putus karena sambil nangis.

Isani melepas pelukan Yusuf, mendekati Yuka, memeluknya.

"Akhirnya kamu akan punya rumah, Kak. Benar-benar rumah dimana kamu adalah bagian dari rumah itu, bukan seseorang yang ada di rumah, tapi tak pernah dianggap."

Sani mengangguk, ikut meneteskan air mata.

"Berjanjilah, kamu akan hidup lebih bahagia setelah ini. Berjanjilah, jika kamu gak akan suka nangis dipojokan lagi."

Isani makin sesenggukan. Ia teringat dulu, saat dia menangis di pojokan kamar, Yuka yang selalu datang, menyeka air matanya, memeluknya, lalu memberinya permen.

Yuka melepas pelukannya, menyeka air mata Isani. "Berjanjilah, ini adalah air mata terakhir kamu yang aku seka. Selanjutnya, kamu hanya boleh menangis bahagia."

Isani mengangguk, bahunya berguncang akibat isak tangis.

"Jaga Kak Sani baik-baik ya," Yuka menepuk lengan Yusuf. "Bahagiakan dia selalu."

"Pasti," Yusuf menatap Isani.

"Akhirnya aku bebas!" Yuka tiba-tiba tertawa, mengangkat kedua lengannya. "Sekarang, aku udah gak ada lagi tugas buat jagain kamu," menatap Isani sambil menjulurkan lidah. "Waktunya cari pacar. Yess!" ia melompat, lalu berlari meninggalkan pasangan pengantin baru tersebut.