Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Peduli
Mobil mewah keluarga Kusuma meluncur meninggalkan gerbang besar kediaman Dirgantara. Lampu jalan menyorot samar wajah tegang yang duduk di kursi depan. Tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Suasana di dalam mobil begitu menyesakkan, sampai-sampai suara jam digital terdengar jelas di antara napas berat mereka.
Shinta yang duduk di samping Wijaya akhirnya tak bisa menahan amarahnya lagi.
“Lihat, kan? Semuanya berantakan!” sergahnya dengan suara tinggi. “Kita sudah susun rencana matang, tapi justru si kampungan ini yang membuat tuan Felix terpesona!, apa sih yang tuan Felix lihat dari gadis kampung ini, cantik juga enggak malahan terlihat dekil dan kumal sangat berbeda dengan Putri kita Tania yang tampak sangat cantik dan anggun malam ini.”
Wijaya menggertakkan giginya, menahan emosi.
“Diam dulu, Shinta. Aku juga lihat semuanya. Felix bahkan tidak melirik Tania! Ia hanya bicara lembut pada Wilona seolah gadis itu bidadari yang turun dari langit, bahkan ia begitu perhatian pada Wilona.!”
Tania yang duduk di belakang langsung mendorong tas kecilnya dengan kesal.
“Padahal aku sudah tampil sempurna malam ini, Ma, Pa! Gaunku dari butik terkenal, style rambutku pun dibuat oleh stylist Jakarta yang biasa menata rambut para artis, tapi apa hasilnya? Si kampungan ini malah jadi pusat perhatian!”
Wilona yang duduk di pojok kursi belakang hanya menunduk. Tangannya mengepal, mencengkeram ujung dress yang masih ia kenakan. Ia bisa merasakan kebencian yang memancar dari setiap tatapan mereka sejak keluar dari rumah Dirgantara tadi. Tapi dimana salahnya?, bukan dia yang mencoba untuk menarik perhatian tuan Felix, Iya sendiri juga tidak mengerti kenapa tuan Felix justru menyukainya, sedangkan dia tidak melakukan apa-apa.
Shinta menoleh tajam. “Kamu puas, hah? Kamu senang sudah mempermalukan kami di depan orang sekaya Felix Dirgantara?!”
Wilona menggeleng pelan. “…Aku tidak bermaksud begitu, Tante. Aku hanya bersikap sewajarnya saja.” ucap Wilona berpura-pura polos namun tanpa disadari keluarga itu sebuah senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya.
“Berlagak polos lagi ni anak kampung!” bentak Shinta. “Kamu pikir kami bodoh? Kamu sengaja tampil sok anggun, sok lemah lembut, biar dikasihani kan! Tuan Felix sampai menatapmu seolah melihat sesuatu yang berharga! Huh, tapi itu mungkin saja, karena kamu memang mirip almarhum Lestari! Perempuan itu juga pandai menipu dengan wajah polosnya!”
Perkataan itu membuat Wilona tercekat. Hatinya terasa seperti ditusuk. Ia ingin membela mendiang ibunya, tapi setiap kali ia mencoba bicara, Shinta selalu memotong. Sejujurnya Wilona tidak terima saat Shinta menghina almarhum ibunya.
“Sudah, jangan ribut!” bentak Wijaya akhirnya. Suaranya berat dan dingin. “Aku muak melihat wajah gadis ini. Semua rencana kita gagal karena dia.”
Mobil berhenti mendadak di sebuah jalan yang tampak sudah sepi karena malam juga sudah semakin larut. Lampu-lampu jalan mulai meredup, dan hanya suara jangkrik yang terdengar dari kejauhan.
“Turun,” perintah Wijaya dingin.
Wilona tertegun. “A-apa?”
“Kamu gak dengar!” teriak Shinta. “Turun! Kami tidak mau melihat wajahmu sekarang. Kamu buat malu keluarga Kusuma! Kalau bukan karena amanat almarhum kakekmu, sudah dari dulu kami tidak mau mengakuimu!”
"Tapi Tante aku nggak tahu daerah sini?." ucap Wilona ketakutan karena ia baru saja datang dari kampung dan belum tahu apa-apa dengan wilayah sekitar.
"Itu bukan urusan saya kalau kamu pintar kamu pasti bisa pulang dengan cara kamu sendiri." ucap Sinta semakin memaksa.
"Tolong paman, tante, jangan bersikap seperti ini. Aku takut nanti kalau ada orang jahat bagaimana?."
"Ehh... Malah nge bacot nih anak. Turun nggak lo atau lo mau gue seret?." ancam Tania yang tampak murka.
Dengan tangan gemetar, Wilona membuka pintu mobil. Udara malam yang dingin langsung menusuk kulitnya. Ia menatap ke arah Wijaya dan Shinta, berharap mereka masih punya hati nurani. Namun yang ia dapat hanyalah tatapan penuh kebencian.
Begitu pintu ditutup, mobil itu melaju kencang meninggalkannya di tengah kegelapan malam.
Wilona berdiri di pinggir jalan, sendirian. Angin berembus cukup kencang, rasa dinginnya seperti menusuk tulang karena Wilona mengenakan dress yang cukup tipis. Dress sederhana pemberian dari Shinta. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia merapatkan baju nya, menatap langit yang kelam.
“Mama… kalau mama masih ada, apa Mama juga akan dibenci seperti ini, kenapa mereka jahat sama aku ma, aku salah apa?” bisiknya lirih.
Sementara itu di dalam mobil, Shinta menarik napas panjang lalu berkata dengan nada tajam,
“Kita tidak bisa membiarkan tuan Felix berpikir gadis itu pantas untuk Galen. Kita harus ubah rencana. Aku tidak rela jika gadis kampung itu yang menjadi menentu Dirgantara.”
Tania menatap kedua orang tuanya dengan mata menyala. “Berarti sekarang giliran aku, kan, Pa? Kakek Felix belum tahu siapa aku sebenarnya. Kalau aku bisa dekat dengan Galen, semuanya akan berubah.”
Wijaya tersenyum miring. “Benar. Galen adalah kunci. Felix mungkin tersentuh oleh wajah Wilona yang mirip Lestari, tapi Galen… dia masih muda. Dia bisa kita kendalikan.”
Shinta menimpali dengan suara penuh intrik. “Kita harus buat Wilona terlihat buruk di mata tuan Felix dan Galen. Biar dia tahu, gadis kampung itu tak seindah kelihatannya.”
“Bagaimana caranya, Ma?” tanya Tania penuh semangat.
“Gunakan pesonamu,” jawab Shinta sinis. “Kamu pandai berakting manis di depan orang kaya. Dekati Galen, buat dia percaya bahwa kamu lebih cocok menjadi istrinya daripada si kampungan itu.”
Wijaya tertawa kecil, suaranya dingin. “Dan kalau perlu… kita buat Wilona tersingkir jauh dari kehidupan Felix. Setelah itu, tidak akan ada lagi penghalang.”
Tania tersenyum puas, memandang pantulan wajahnya di kaca mobil.
“Baiklah. Aku akan pastikan Galen hanya melihat aku… bukan dia.”
"Tapi bagaimana dengan wasiatnya mas?."
"Di sana kan tertulis kalau seluruh harta papa akan dialihkan ke Wilona kalau gadis itu sudah berumur 18 tahun, dan sekarang usianya masih belum cukup, masih lama, masih ada 8 bulan lagi."
"Apa tidak bisa sekarang saja kita buat surat pernyataan bahwa Wilona mengalihkan hartanya ke Mas?."
"Nggak bisa Shinta, pengacara papa tersebut orangnya sangat konsisten bahkan aku janjikan uang satu miliar agar dia mau mengalihkan harta itu atas namaku dia menolaknya mentah-mentah."
"Apa?? Kamu serius Mas?."
"Aku serius, aku sudah berusaha untuk mencari kelemahan pengacara itu, tapi dia sangat menutupi semua hal tentang keluarganya maupun hal pribadi lainnya, sehingga aku tidak bisa menjadikannya kelemahan."
"Pasti ada cara Mas nanti kita pikirkan lagi, yang jelas sekarang kita harus berhasil menggaet galon terlebih dahulu, kalaupun nantinya kita tidak bisa menguasai sepenuhnya harta papa setidaknya Tania akan menjadi Istri pewaris Dirgantara."
Mobil pun melaju menembus gelap malam, meninggalkan jejak licik yang baru saja mereka rancang.